GM PLN Beberkan Soal Listrik, Dewan: Harus Dituntaskan Karena Belum Transparan

0

GM PT PLN Kalselteng Sudirman mengungkapkan, sesuai dengan aturan PT PLN Pusat, maka yang dikenakan kenaikan rata-rata di atas 20 persen khusus Kalsel sebanyak 82.035 pelanggan. Pada Maret lalu, pemerintah menetapkan kondisi darurat pandemi Covid-19, sehingg ada aturan atau fase pembatasan bersosialiasi.

PLN pusat kemudian memutuskan aturan untuk pencatatan meter listrik dengan cara penghitungan rata-rata mulai Maret dan April, dengan melihat pemakaian 3 bulan kebelakang,” kata Sudirman dalam paparannya dihadapan Komisi III DPRD Kalsel, Selasa (9/6/2020).

Menurut dia, keputusan itu sudah disosialisasikan baik ke media maupun media sosial dan juga diinformasikan kepada pelanggan, termasuk cara pencatatan langsung kerumah pelanggan yang akan dimulai pada Mei. “Jadi Mei kita lakukan pencatatan secara langsung dan tagihanya akan terbit di Juni ini,” kata Sudirman.

Menurutnya, adanya kenaikan pemakaian listrik, seperti saat Ramadhan, khususnya pelanggan rumah tangga, serta masyarakat banyak stay at home.

Diungkapkannya, mekanisme pencatatan meter dengan sistem rata-rata pada Maret dan April, ditindaklanjuti dengan pencatatan langsung pada meteran rumah pelanggan pada Mei.

“Ternyata ada selisih pemakaian, yakni Maret dan April kurang catat, sehingga penjumlahan selisih itu diakumulasi pada Mei, yang kemudian ada kenaikan yang harus dibayar oleh pelanggan,” katanya.

Sedang solusi yang diberikan PLN yaitu pelanggan membayar dengan cara mencicil selama tiga bulan dengan jumlah selisih masing-masing penggunaan. “Kalau untuk tarif listrik kita tidak ada peluang untuk menaikan. dan sejak tahun 2017 sampai sekarang tarif sama dan tidak ada yang naik,” tegas Sudirman.

Anggota Komisi III DPRD Kalsel Jihan Haniffa mengatakan, PLN harus profesional dan transparan soal tagihan listrik ini.

Menurut politisi Gerindara ini, sebagai BUMN yang menguasai hajat hidup orang banyak, yang pada saat pandemi covid-19 ini, yang diserukan pemerintah untuk diam di rumah. Namun sebaliknya PLN mengatakan pembengkakan tagihan listrik yang terjadi diakibatkan masyarakat terlalu lama stay at home.

“Tapi ini atas imbauan pemerintah, seharusnya BUMN dan pemerintah itu koordinasi menyangkut kebijakan ini, karena kita harus memutus rantai penyebaran covid,” katanya.

Ditegaskannya, PLN harus lebih transparan, seperti adanya hal-hal yang berdampak merugikan seperti kurang hitung tagih Kwh maupun gencar bersosialiasi. Terlebih jika menggunakan UU Konsumen, maka sebagai masyarakat konsumen berhak tahu akan haknya.

“Kemudian kondisi saat pandemi ini sangat berbeda dengan masa tahun sebelumnya, karena uang senilai Rp 5.000 sangat berarti bagi masyarakat,” katanya.(jejakrekam)

Penulis Ipik Gandamana
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.