Menggugat Penerapan Tatanan Normal Baru oleh Pemkot Banjarbaru
Oleh : dr Abd Halim, SpPD.SH.MH.MM.FINASIM
TANGGAL 30 Mei 2020, ada dua buah peraturan baru yang dikeluarkan oleh Walikota Banjarbaru Nadjmi Adhani dalam konteks tatanan normal baru produktif atau new normal.
DUA keputusan itu berupa SK Surat Keputusan Walikota Banjarbaru Nomor 188.45/247/KUM/2020 tentang Pemberlakuan Pelaksanaan Tatanan Normal Baru Produktif dan Aman Corona Virus Disease 2019 di Kota Banjarbaru.
Kemudian, Peratuwan Walikota Banjarbaru Nomor 11 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru Produktif Covid-19 di Kota Banjarbaru.
Membaca kedua isi peraturan tersebut timbul pertanyaan saya, apa dasar hukumnya berkenaan dengan penanggulan wabah pandemi Covid-19 yang memporandakan tatatan kehidupan manusia secara global?
BACA : Stop PSBB, Banjarbaru Tetap Terapkan Pembatasan Kegiatan Masyarakat
Sebagai negara hukum seharusnya tindakan yang dilakukan pemerintah harus ada dasar hukum. Menilik filosofi dalam mempertimbangkan peraturan ini adalah
1. Dengan selesainya pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Banjarbaru dan menurunnya angka Orang Dalam Pengawasan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP) serta meningkatnya jumlah pasien yang sembuh;
2. Untuk memutus mata rantai penularan Corona virus Disease 2019 (Covid-19) dilakukan upaya diberbagai aspek kehidupan baik aspek Penyelenggaraan Pemerintahan, Kesehatan, Sosial, maupun Ekonomi;
3. Berdasarkan Pidato Presiden Joko Widodo Pada tanggal 16 Mei 2020 mengenai “New Normal, berdamai dengan Covid-19” Presiden memerintahkan kepada Gubernur, Walikota dan Bupati di 4 Provinsi dan 25 Kabupaten/Kota untuk melaksanakan “New Normal” di wilayahnya.
Pertanyaan kita apakah betul tidak ada penambahan kasus baru di Banjarbaru? Apa sudah dilakukan test masif baik RT dan PCR kepada masyarakat Banjarbaru. Atau mungkin karena sudah terbentuk Herd Immunity di masyarakat Banjarbaru. Menurut saya, ini perlu keterbukaan dalam masalah tersebut.
Sebagai seorang dokter, melihat pelaksanaan PSBB kemarin, rasanya sulit menerima data bahwa betul-betul tidak ada penambahan. Di tingkat nasional Kalimantan Selatan berada di urutan kedua penambahan kasus baru terkonfirmasi.
Saya sangat khawatir dengan dihentikannya PSBB dan diterapkannya New Normal akan membongkar fenomena gunung es. Pastinya, pihak rumah sakit dan tenaga kesehatan akan kewalahan, apalagi RSDI Banjarbaru belum siap sepenuhnya sebagai RS rujukan Covid-19.
BACA JUGA : Tunggu Pergub, Pemprov Putuskan PSBB Banjarbaru-Batola-Banjar Dimulai 16 Mei 2020
Minimnya ketersedian RT dan PCR dan kapasitas ruang isolasi yang masih sedikit ada sekitar 15 ruangan dan walaupun ada penambahan ruangan, tapi sampai hari in masih pembangunan.
Beberapa persyaratan yang disyaratkan WHO apa sudah terpenuhi ? Syarat seperti di bawah ini :
1. Terbukti bahwa transmisi Covid-19 bisa dikendalikan.
2. Sistem kesehatan masyarakat telah mampu memitigasi, mengidentifikasi, mengisolasi, menguji dan melacak kontak dan mengkarantina.
3. Mengurangi risiko wabah dengan pengaturan yang ketat terhadap tempat yang risiko tinggi seperti rumah jompo, kesehatan mental dan pemukiman padat.
4. Pencegahan di tempat kerja dengan penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yang ketat dan berwibawa.
5. Risiko penyebaran imported case dapat dikendalikan.
6. Partisipasi masyarakat yang tinggi dan aktif dalam masa transisi ini.
Sepertinya belum, tapi kenapa Pemkot Banjarbaru berani menerapkan tatanan normal baru dengan kondisi pandemi Covid-19 yang mencapai puncaknya. Apa sudah kehabisan anggaran atau sudah lelah dan putus asa karena melihat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan PSBB di Banjarbaru ? Tidak seperti di Kota Banjarnasin dan Kota Batola melanjutkan program PSBB-nya.
BACA JUGA : Sosiolog ULM : Tanpa Kajian Serius, New Normal Akan Berbahaya
Pertanyaan kita selanjutnya dasar hukum dalam pertimbangan ini adalah ada perintah dalam Pidato Presiden Jokowi pada tanggal 16 Mei 2020, dalam Hukum Tata Negara dan hirarki hukum di Indonesia. Tidak ada pidato Presiden sebagai sumber hukum. Aneh apakah negara kita negara kerajaan atau monarki ?
Pelaksanaan PSBB sebagai tindakan pemerintah dalan menanggulangi wabah Covid-19 sebagai produk hukum dengan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2O2O Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Covid-19 dan Peraturan Pemeirntah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 yang merupakan pelaksanaan amanat terhadap UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekaratinaan Kesehatan.
Pelaksanaan dan pencabutan PSBB di suatu daerah harus melalui SK dari Menkes RI. Untuk Kota Banjarbaru harus mendasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK. 01.07/MENKES/304/2020 tentang Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar Di Wilayah Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, dan Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Peraturan Walikota Banjarbaru Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB, dan belum ada SK pencabutan masalah ini.
Jadi menurut saya ada tindakan penerapan tatanan normal di Banjarbaru perlu dikaji secara hukum, jangan sampai justru akan menjadi sebuah tindakan inkonstisional.(jejakrekam)
Penulis adalah Internist RSDI Banjarbaru dan Klinik Halim Medika
Pengamat Kebijakan Publik dan Kandidat Doktor Ilmu Hukum PDIH FH UNISSULA Semarang
(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)