The New Normal Sudah Layakkah Diterapkan di Tengah Pandemi?

0

Oleh :  dr Abd Halim, SpPD.SH.MH.MM.FINASIM

ISTILAH the new normal, saat menjadi trending topic, apalagi secara simbolis telah ‘diresmikan’ oleh Presiden Jokowi dengan dimulainya dibukanya beberapa Mall di Bekasi, Jawa Barat pada 27 Mei 2020.

IRONIS memang karena sampai saat ini, Jawa Barat dan juga daerah Jabodetabek sedang melaksanakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berdasarkan SK Menkes RI dan Pergub dan Perbup atau Perwali yang menjadi dasar hukum pelaksanaan PSBB di daerah mereka masing masing.

Alasan utama pemerintah pusat membuka pusat-pusat perbelanjaan modern ini karena pertimbangan ekonomi semata. Sebab, dalam tiga bulan terakhir sangat terpuruk akibat dampak pandemi Covid-19, baik terdampak pada masyarakat biasa maupun para pengusaha akibat roda ekonomi berhenti atau bergerak seperti gerakan siput.

Salah satu pertimbangan dikeluarkan kebijakan ini seperti tertera dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi, tertanggal 20 Mei 2020.

BACA : Antara PSBB Dan The New Normal, Sikap Galau, Ambivalen Dan Inkonsistensi Dalam Kepastian Hukum?

Dalam Keputusan Menkes RI menitikberatkan bahwa berbagai kebijakan percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) harus tetapmendukung keberlangsungan perekonomian masyarakat. Makanya, dari aspek kesehatan perlu dilakukan upaya pencegahan dan pengendalian padatempat kerja perkantoran dan industri.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan pemerintah mencatat adanya penambahan kasus baru pasien positif virus Corona atau Covid-19 di Indonesia, sebanyak 415 orang. Jadi, total pasien terkonfirmasi Covid-19 menjadi 23.165 kasus. Menurutnya, data terbaru itu dihimpun dari seluruh rumah sakit yang merawat pasien Covid-19 di seluruh Indonesia. Penambahan kasus positif Covid-19 itu diperoleh dari hasil pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) dan tes cepat molekuler (TCM). 

BACA JUGA : ‘New Normal’ Di Tengah Pandemi Harus Segaris Lurus Penurunan Kasus Covid-19

Data tersebut diperoleh hingga siang ini, Selasa (26/5/2020). “Maka, total pasien yang positif kini yang telah terkonfirmasi menjadi 23.165 kasus,” jelas Yuri, sapaan Yurianto, dalam konferensi pers, Selasa (26/5/2020). 

Selain itu, ada penambahan kasus meninggal sebanyak 27 orang. Dengan demikian, hingga saat ini sudah ada 1.418 orang yang meninggal akibat virus SARS-CoV-2 di Indonesia. 

Di sisi lain, ada sebanyak 235 pasien yang dinyatakan sembuh. Dengan begitu, total ada 5.877 pasien yang telah sembuh. 

“Kasus pasien positif Covid-19 yang sembuh tertinggi ada di DKI Jakarta,” ujarnya. 

Sementara, Dr Yuri menyatakan masih tingginya kasus baru positif Covid-19 menunjukkan bahwa masih ada orang yang terpapar Covid-19 di sekitar masyarakat. Oleh karena itu, Yuri meminta masyarakat untuk mematuhi imbauan pemerintah yaitu cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, menggunakan masker, menjaga jarak sosial, dan menghindari kerumunan.

BACA JUGA : Jika Terapkan ‘New Normal’, Polda Kalsel Fokus Disiplinkan Warga Taati Protokol Covid-19

Dilihat dari laporan ini maka trend kasus positif covid 19 belum mencapai puncak dan terus meningkat kurve nya dan akan terus terjadi penambahan kasus yang mempunyai risiko kematian bertambah dan angka kesakitan yang tinggi dengan berimbas kepada tata kehidupan dalam masyarakat baik secara ekonomi, psikologi masyarakat dan biaya kesehatan.

Sejak awal pandemi Covid-19 menyerang Indonesia, hampir semua ahli kesehatan terutama di bidang klinik seperti dokter ahli penyakit dalam, ahli anak dan lainnya. Termasuk pula, para dokter yang berkesimpung di ahli kesehatan masyarakat dan ahli epidemologi Penyakit telah mendesak pemerintah untuk menerapkan penanganan yang radikal yaitu karantian atau lockdown.

Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 4 Tahun 1984 dan UU Nomor 6 Tahun 2018. Karena cara inilah yang dinilai paling efektif memutus rantai penularan Covid-19 ini. Tapi apalah dikata, sebelum aahirnya dinyatakan adanya kasus pertama Covid-19 di akhir bulan Februari 2020.

Berlanjut dinyatakan sebagai bencana non alam dan kemudian baru pada tanggal 31 Maret 2020, Presiden RI menetapkan dan memutuskan adanya Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang  Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19.

BACA JUGA : Kasus Covid-19 Kalsel Diprediksi Memuncak Di Juli, New Normal Efektif Bulan Agustus

Isinya menetapkan Covid-19 sebagai jenis penyakit yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid 19 di lndonesia yang wajib melakukan upaya penanggulangan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian, pada tanggal 31 Maret 2020, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahu 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Maka pupuslah harapan kita untuk dapat menyelesaikan secepatnya pandemi ini di bumi pertiwi Indonesia. Hal ini terlihat sampai hari ini tanggal 27 Mei 2020, angka kejadian dan kematian akibat Covid-19 terus meningkat. Bahkan, kurve epidemologi belum mencapai puncak.

Namun oleh pernyataan Presiden Jokowi di pertengahan Mei 2020, justru mengajak rakyat Indonesia untuk hidup berdamai dengan Covid-19 dan meminta rakyat untuk memasuki era tata kehidupan baru dengan istilah New Normal.

BACA JUGA : Presiden Jokowi Bakal Kerahkan Aparat Di Banjarmasin, Walikota Ibnu Sina Siap Jalankan ‘New Normal’

Sebagai dokter ahli penyakit dalam dan ahli hukum, kebetulan saya juga seorang sarjana hukum, magister hukum sekarang sebagai kandidat doktor ilmu hukum justru  melihat bahwa hal ini tidak wajar jika New Normal itu dilaksanakan saat ini dengan alasan keilmuan dan kepastian hukum.

Direktur Regional WHO untuk Eropa Dr Hans Henri P. Kluge menyatakan bahwa suatu negara yang akan menerapkan The New Normal harus memenuhi syarat seperti di bawah ini:

1. Terbukti bahwa tramsmisi Covid-19 bisa dikendalikan

2. Sistem kesehatan masyarakat telah mampu memitigasi, mengidentifikasi, mengisolasi, menguji dan melacak kontak dan mengkarantina

3. Mengurangi risiko wabah dengan pengaturan yang ketat terhadap tempat yang resiko tinggi seperti rumah jompo, kesehatan mental dan pemukiman padat.

4. Pencegahan di tempat kerja dengan penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yang ketat dan berwibawa

5. Risiko penyebaran Imported Case dapat dikendalikan

6. Partisipasi masyarakat yang tinggi dan aktif dalam masa transisi ini.

Jadi, jelas bahwa kondisi sekarang di negara kita belum memenuhi persyaratan epidemologi untuk memasuki era baru bernama New Normal.

Di samping dari segi legalitas bahwa penerapan The New Normal, tidak ada dasar hukumnya karena Keppes Nomor 11 Tahun 2020 dan PP Nomor 21 Tahun 2020 dan  Permenkes Nomor 21 Tahun 2020 belum dicabut atau direvisi, maka KKM PSBB dengan penutupan tempat kerja masih berlaku.

Pertanyaan kita pemerintah apa sudah putus asa atau menyerah? Bahkan, terkesan seperti mengkhianati kebijakannya sendiri dalam hal ini menerapkan KKM PSBB yang sudah diberlakukan berbagai daerah di Indonesia. Kini semua tergantung pada keputusan kita sendiri.(jejakrekam)

Penulis adalah Internist RSDI Banjarbaru

Kandidat Doktor Ilmu Hukum PDIH FH Unissula Semarang

(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.