Sanksi Denda dan Sosial Bisa Dimaksimalkan untuk Penegakan Aturan PSBB

0

SALUS Populi Suprema Lex Esto merupakan adagium yang diucapkan pertama kali oleh Cicero, filsuf berkebangsaan Italia yang bermakna keselamatan rakyat merupakan hukum tinggi, menjadi populer di tengah pandemi Covid-19 melanda dunia, termasuk Indonesia.

PENGAMAT hukum lingkungan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Dermawati Sihite mengakui keselamatan rakyat menjadi hal pokok utama di tengah situasi belum normal yang dialami Indonesia, termasuk Kalimantan Selatan.

“Makanya, kecepatan dan kecekatan pemilihan tindakan-tindakan adalah salah satu kunci menyetop penyebaran pandemi Covid-19, terkhusus lagi supaya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) itu berhasil. Ini semua semata-mata untuk menyelamatkan warga yang lebih besar,” ucap Emma Sihite, sapaan akrab dosen muda FH ULM ini kepada jejakrekam.com, Senin (25/5/2020).

BACA : Kasus Covid-19 Merata di Banjarmasin, Ketua Fraksi Golkar Desak PSBB Dievaluasi

Menurut dia, UU dan aturan pelaksana terkait darurat kesehatan bisa dijadikan dasar hukum untuk membuat peraturan di bawahnya. Bisa berbentuk peraturan kepala daerah baik gubernur, bupati atau walikota.

“Di Jakarta misalnya, sanksinya lebih berat lagi kalau tidak memakai masker bahkan di dalam kendaraan/mobil sendiri bisa kena sanksi denda atau hukuman sosial,” ucap Emma.

Dari sini, papar dia, tinggal diatur bagaimana mekanisme sanksinya, apakah hukuman denda atau sanksi soal seperti kerja bakti membersihkan kota dan sebagainya.

“Yang perlu dilakukan sekalian adalah penerapan sanksi dengan memasifkan rapid test, sehingga bisa diketahui tingkat penyebaran virus di areal, kelompok atau kawasan tertentu,” papar Emma.

BACA JUGA : Pantau Pos PSBB Handil Bakti, Rosehan Desak Walikota Banjarmasin Lebih Keras Lagi

Ia mengatakan jika statusnya belum menerrapkan PSBB, maka tentu serba salah karena berarti statusnya normal. Dengan begitu, beber Emma, status kedaruratan kesehatan belum berlaku dan keselamatan publik belum bisa jadi acuan.

“Pembatasan belum bisa dilakukan, namun pengelola kota ini bisa mengtur wilayah pasar sebagai bentuk upaya pencegahan. Dasar hukumnya bisa berbentuk edaran saja,” ucapnya.

Saat ini, ada empat daerah di Kalimantan Selatan yang menerapkan PSBB. Yakni, Banjarmasin yang sudah memasuki periode ketiga selama 10 hari berakhir pada 30 Mei nanti. Sementara, tiga daerah penyangga, Kabupaten Banjar dengan enam kecamatannya, Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarbaru.(jejakrekam)

Penulis Ipik Gandamana
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.