Guru Besar FISIP ULM Sebut Politisasi Bansos Bikin Publik Kehilangan Pendidikan Politik

0

GURU Besar Ilmu Sosiologi FISIP ULM, Budi Suryadi, mewanti-wanti politisi dan pejabat di Kalimantan Selatan agar tidak melakukan praktik politisasi bantuan sosial atau bansos di tengah mewabahnya virus corona (Covid-19).

MENURUT dia, ada sederet kerugian yang bisa saja ditimbulkan ke masyarakat jika para pemangku kebijakan masih saja mempertahankan pola tersebut.

Sebagai contoh, Budi menyebut salah satu dampak yang dirasakan dari praktik tersebut adalah hilangnya pendidikan politik yang mestinya dilakukan para pejabat. Alih-alih publik tercerahkan dengan perkembangan demokrasi di Kalsel, warga jadi terpantik untuk berprasangka buruk terhadap politisi tersebut.

“Politisasi bansos juga memunculkan kecemburuan sosial, bakal calon lain juga dirugikan,” kata Budi Suryadi dalam diskusi virtual Ombudsman Kalsel bertajuk Politisasi Bantuan Sosial yang digelar via Zoom, pada Kamis (21/5/2020).

Ia mengingatkan persoalan tersebut harusnya sudah menjadi perhatian seperti penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu Kalsel maupun kabupaten/kota. Ini lantaran masalah politisasi bansos sudah melanggar etika politik yang mestinya dimiliki seorang pejabat.

BACA: Jangan Politisasi Bansos di Tengah Pandemi dan Pilkada 2020

“Kita berharap penyelenggara tidak semata berpandangan positivisme, Bawaslu harus terus menjaga maruahnya, agar Pemilu tetap berwibawa, karena itu semua orang harus menjaga etika,” kata Budi.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPU Provinsi Kalsel, Sarmuji, mengatakan bahwa problem politisasi merupakan wilayah etika yang seharusnya menjadi tanggungjawab masyarakat. Ia menegaskan KPU hanya berwenang mengurusi persoalan administrasi pemilu.

“Karena KPU hanya berwenang pada soal teknis administrasi penyelenggaraan Pemilu. Tidak banyak yang bisa dilakukan KPU, kecuali hanya sebatas tahapan Pemilu yang sudah baku. Sementara yang disangkakan melakukan politisasi, statusnya masih bakal calon, sehingga tidak ada instrumen hukum dan administrasi yang bisa menjeratnya,” kata dia.

Dalam diskusi tersebut, Erna Kasypiah, Ketua Bawaslu Kalsel juga angkat suara. Ia menyampaikan pihak bawaslu sudah memasang banyak spanduk tentang imbauan agar tidak melakukan politisasi Bansos, sebagai bagian dari pendidikan politik.

“Bisanya hanya menghimbau karena tahapan Pilkada belum ada. Kapan Pilkada dilaksanakan, belum diputuskan KPU. Kalau sudah ditetapkan, baru tarik mundur 6 bulan. Saat itulah tahapan dimulai,”tuturnya.

Erna menjelaskan andai Pilkada dilaksanakan pada bulan Desembar 2020, maka akan banyak ditemukan penyalahgunaan kewenangan terkait situasi covid hari ini.

“Secara teknis juga akan banyak ditemui kesulitan. Verifikasi syarat dukungan juga sulit dilakukan, karena harus mendatangi langsung. Belum lagi soal tata cara prosedur. Logistik juga belum siap. Dan yang paling utama, rasa aman. Karena pemerintah harus menjamin rasa aman dalam penyelenggaraan Pemilu,” ucap dia.

Diskusi virtual ini sendiri dipantik oleh Kepala Ombudsman Kalsel, Noorhalis Majid. Ia berkata, pihaknya selaku pengawas pelayanan publik juga belakangan menerima banyak aduan dari warga soal dugaan politisasi bansos.

“Bentuk politisasi tersebut adalah dengan menempel foto petahana pada sampul Bansos yang diberikan, baik pada karung beras, disinfektan, maupun bantuan lainnya,” ucap Majid. (jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Almin Hatta

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.