Mall Dibiarkan Buka, PSBB di Banjarmasin Dinilai Terkesan Tebang Pilih

0

FRIKSI baru antara Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin dengan para pedagang pasar di tengah aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) jilid II, buntut dari pembatasan jam operasional hingga ancaman penutupan paksa.

KEBIJAKAN ala ‘semi lockdown’ Balai Kota Banjarmasin ini jadi sorotan pakar sosiologi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Dr Muhammad Fahrianoor.

Menurutnya, hal itu disebabkan karena sosialisasi yang kurang efektif dan penegakkan Peraturan Walikota (Perwali) Banjarmasin Nomor 37 Tahun 2020 itu, tidak disertai dengan sanksi yang tegas.

Namun di sisi lain, Fahriannoor melihat pedagang justru tidak diberikan kejelasan terkait jaminan atau bantuan sosial dari Pemkot Banjarmasin sebagai kompensasi untuk menutup usaha mereka.

“Padahal, di tengah kondisi saat ini para pedagang justru mengharapkan jaminan sosial dari pemerintah. Apalagi usaha mereka kala pandemi Covid-19 ini menurut drastis,” ucap Fahrianoor kepada jejakrekam.com, Rabu (13/5/2020).

BACA : Diprotes Pedagang, Satpol PP Dan Dishub Banjarmasin Blokade Pasar Sudimampir

Menurut dia, jaminan sosial yang diberikan oleh pemerintah juga tidak jelas angka atau nilainya, akhirnya masyarakat memilih jalan sendiri dengan nekat membuka usaha di tengah wabah Corona.

Doktor lulusan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ini mengatakan masih ditemukannya beberapa usaha yang tetap beroperasi seperti di mall besar di tengah aturan PSBB. Termasuk, gerai pasar modern juga dibiarkan tetap buka.

“Ini terkesan seakan adanya tebang pilih saat pemberlakuan PSBB ini. Situasi seperti ini mendorong masyarakat dan aparat terlibat aksi kucing-kucingan,” ujar Fahri, sapaan akrabnya.

BACA JUGA : Kecuali Jual Sembako, Mulai Besok Seluruh Pasar di Banjarmasin Ditutup Selama PSBB Jilid II

Dosen FISIP ULM ini mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 saja, para pedagang banyak kehilangan omzet mereka. Apalagi, sampai harus menutup usaha yang merupakan mata pencaharian mereka satu-satunya.

“Sebelum mengambil keputusan revisi Perwali Banjarmasin yang terkait dengan pasar dan menyangkut banyak pihak, seharusnya pemerintah kota melibatkan beberapa perwakilan pedagang untuk persoalan tersebut,” ujarnya.

Dengan begitu, kata Fahri, akan timbul pengertian dan kesepakatan bersama. Ini yang belum dilakukan pemerintah kota, namun langkah aksi di lapangan.

“Ini buktinya, aturan PSBB sifatnya top down diberlakukan di Banjarmasin, bukan menjaring pendapat masyarakat,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis M Syaiful Riki
Editor DidI G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.