Aliansi Meratus Sebut Penahanan Diananta Mencederai Kemerdekaan Pers

2

PENAHANAN eks Pemimpin Redaksi Banjarhits, Diananta Putra Sumedi, tidak cuma memicu solidaritas dari kalangan jurnalis. Rekan sejawatnya dari pencinta alam yang tergabung dalam komunitas Aliansi Meratus pun juga ikut menyuarakkan Nanta agar dibebaskan dari Rumah Tahanan (Rutan) Polda Kalsel.

HAL ini ditegaskan oleh perwakilan Aliansi Meratus, Kisworo Dwi Cahyono. Menurut Kis, sapaannya, penahanan Diananta yang dilakukan jajaran Polda Kalsel sama saja mencederai kemerdekaan pers dan demokrasi.

“Kami mendesak Polda Kalimantan Selatan untuk segera membebaskan Diananta Putra Sumedi tanpa syarat,” kata Kis.

Selain mendesak kepolisian, Kis dan aktivis Aliansi Meratus lainnya juga mendesak Presiden hingga Gubernur Kalsel agar berkomitmen dan serius dalam menjamin kebebesan pers untuk keselamatan rakyat.

“Kami meminta semua pihak harus benar-benar menghormati kebebesan pers,” tekannya.

Tak lupa, Kisworo juga meminta kepolisian segera mengusut tuntas indikasi perampasan lahan atau konflik agraria yang menjadi inti kasus yang diangkat Nanta dalam pemberitaan.

“Yang jadi latar belakang kasus sampai berita tidak muncul lagi. Malah yang dipermasalahkan si jurnalisnya,” ujar Kis.

BACA: Peduli Kasus Diananta, Wartawan Di Kalsel Galang Donasi

Sebagai pengingat, Diananta berurusan dengan polisi lantaran berita banjarhits.id yang berjudul ‘Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel’ diduga melanggar UU ITE. Berita ini terbit 9 November 2019 silam.

Pengadu atas nama Sukirman dari Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan. Ia menilai berita itu menimbulkan kebencian karena kental bermuatan sentimen kesukuan. Praktis, dia melapor ke Polda Kalsel untuk diusut lebih lanjut dengan aduan UU ITE.

Masalah ini juga sudah dibawa Sukirman menuju Dewan Pers. Diananta dan Sukirman datang ke Sekrerariat Dewan Pers di Jakarta, pada Kamis, 9 Januari 2020 lalu guna proses klarifikasi.

Hasil pertemuan memutuskan bahwa redaksi kumparan.com menjadi penanggung jawab atas berita yang dimuat itu. Bukan banjarhits.id yang menjadi mitra kumparan.

Dalam lembar putusan yang sama, diputuskan juga berita ini melanggar pasal 8 Kode Etik Jurnalistik. Dengan argumentasi bahwa menyajikan berita yang mengandung prasangka atas dasar perbedaan suku.

BACA JUGA: Dukung Diananta, Solidaritas Wartawan Se-Kalsel Layangkan Surat Penangguhan Penahanan Ke Polda Kalsel

Selanjutnya, Dewan Pers kemudian merekomendasikan agar teradu hanya melayani hak jawab dari pengadu dan menjelaskan persoalan pencabutan berita yang dimaksud. Rekomendasi ini diteken melalui lembar Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers yang terbit 5 Februari 2020.

Masalah sengketa pers ini dinyatakan selesai. Pihak kumparan melalui banjarhits.id sudah memuat hak jawab dari teradu dan menghapus berita yang disoal. Namun, rupanya masalah berlanjut hingga sekarang.

Secara terpisah, akademisi Fakultas Hukum ULM Daddy Fahmanadie mejelaskan bahwa kepolisian memiliki kewenangan diskresi dalam melakukan penindakan hukum.

Dia menilai kasus Diananta merupakan sengketa pers dan diselesaikan mengikuti mekanisme Dewan Pers.

“Kasusnya kan sudah selesai di Dewan Pers dan ada MoU, jadi mestinya pihak kepolisian mengambil diskresi untuk mengambil langkah menghentikan proses hukumnya. Sanksi itu juga berdasarkan pasal per pasal sesuai ketentuan UU,” tegas dia. (jejakrekam)

Penulis Sirajuddin/Ahmad Husaini
Editor Almin Hatta
2 Komentar
  1. Abdullah,SH berkata

    Kalau penahanan dianggap melawan hukum maka punya hak mempraperadilkan penyidik dgn alasan sebagaimana dimaksud pasal 77 s.d 95 KUHAP, nanti dalam waktu 7 hari akan diputus Pengadilan. Sekarang Kuasa Hukjmnya harus bentuk TIM. Hal tersebut agar mempermudah cara kerjanya.

  2. Ahmad Sairani berkata

    #savejurnalis
    #savediananta

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.