Penyaluran DAU/DBH Ditunda, YLK Kalsel Minta Insentif ASN Dihapus dan Hemat Pengeluaran

0

PEMBAYARAN gaji aparatur sipil negara (ASN) dan tenaga kontrak terancam bakal terganjal dana alokasi umum (DAU). Dengan catatan jika surat keputusan bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan RI tidak dipenuhi pemerintah provini, kabupaten dan kota se-Indonesia.

HAL ini ditegaskan dalam SK Menteri Keuangan bernomor 10/KM.7/2020 tentang Penundaan DAU dan atau Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap Pemda yang Tidak Menyampaikan Laporan Penyesuaian APBD tahun anggaran 2020. Terutama, terkait alokasi dana penanganan bencana non alam Covid-19.

Dalam SK tertanggal 29 April 2020 yang dibuat Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI, Astera Primanto Bhakti, dari 380 pemerintah daerah termasuk di dalamnya Pemprov Kalimantan Selatan. Penundaan pembayaran DAU/DBH 35 persen juga dikenakan untuk 7 kabupaten di Kalsel, yakni Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Hulu Sungai Utara (HSU), Kotabaru, Tabalong, Tapin, Balangan dan Tanah Bumbu.

“Memang, jika tidak terpenuhi ketentuan soal penyesuaian anggaran (DPA SKPD) dengan melakukan rasionalisasi kegiatan belanja pegawai, belanja barang jasa dan belanja modal minimal 50 persen untuk penyesuaiannya. Ini jelas, SKB tidak main-main dan merupakan langkah tegas dari pemerintah pusat yang berimbas bagi daerah yang tidak memenuhinya,” ucap Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Kalimantan Selatan, Dr Akhmad Murjani kepada jejakrekam.com, Minggu (3/5/2020).

BACA : Akibat Lalai, Jatah DAU-DBH Pemprov Kalsel Dan 7 Kabupaten Ditunda Pemerintah Pusat

Dengan adanya keputusan itu, Murjani menilai jelas berimbas penyaluran DAU/DBHakan ditunda, akibat pemerintah daerah tidak menyampaikan laporan penyesuaian APBD tahun anggaran 2020. Terbukti, Pemprov Kalsel dan tujuh kabupaten di Kalsel masuk daftar ditundanya 35 persen DAU/DBH.

“Kebijakan ini dijalankan pemerintah pusat dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang melanda negara kita. Pertanyaannya apakah Pemprov Kalsel dan pemerintah kabupaten yang termasuk dalam daftar itu sudah melakukan rasionalisasi sesuai ketentuan atau sebaliknya?” ucap Murjani.

Dewan Pakar Forum Intelektual Dayak Nasional (FIDN) Kalimantan Selatan juga mengutip pernyataan Kepala Bidan Pengelolaan Pendapatan Daerah Bakueda Kalsel, H Rustamaji yang mengakui akibat wabah Corona, pendapatan pajak dan pendapatan asli daerah (PAD) turun sekitar 30 hingga 40 persen.

BACA JUGA : Kurangi Beban Warga Dampak Corona, Denda Pajak Motor Ditiadakan

“Dengan kondisi itu, sepatutnya Pemprov Kalsel harus bergerak untuk melakukan penghematan pada pos-pos tertentu. Hal itu sudah dilakukan beberapa provinsi di Indonesia  dengan memberlakukan remunerasi atau belum? Sebab, pemberian gaji atau pendapatan tambahan bagi pegawai sudah sepatutnya dikurangi,” kata Murjani.

Ia menyarankan agar Pemprov Kalsel termasuk tujuh kabupaten yang terkena penundaan DAU/DBH bisa mengurangi, mengecilkan atau menghapus insentf yang diterima pejabat atau ASN. “Formulanya bisa memilih salah satunya, diberi tunjangan kinerja atau insentif. Tidak boleh rangkap atau diberi keduanya. Terkecuali, untuk kepala daerah karena tidak rangkap antara tunjangan kinerja dan penghasilan,” tutur Murjani.

Menurut dia, langkah penghematan pengeluaran bisa diambil Pemprov Kalsel dan tujuh kabupaten. Sebab, kata Murjani, jika opsi yang ditawarkan memilih insentif, tentu insentif akan berlipat-lipat dari gaji.

“Inilah dibutuhkan analisis ke depan. Ini mengingat kultur atau budaya serta majunya pendidikan dan ekonomi membuat tingkat kesadaran masyarakat Kalsel sangat tinggi. Terbukti, para wajib pajak tidak perlu dikejar-kejar, justru mereka datang membayarkan pajak. Misalkan, jika malas ke kantor Samsat, tinggal telepon dan menggunakan jasa sudah bisa memenuhi kewajiban,” ucap Murjani.

BACA JUGA : Pemprov Kalsel Siapkan Dana Rp 56 Miliar Untuk Penanganan Covid 19

Atas kebijakan penundaan penyaluran DAU/DBH itu, Murjani menyarankan agar Pemprov Kalsel serta tujuh kabupaten segera menghapus insentif, mengurangi atau mengecilkan, hingga memilih salah satu dengan merujuk pada ketentuan yang berlaku.

Akademisi STIKES Cahaya Bangsa ini menegaskan tak bisa dipungkiri masih ada tunggakan pajak yang harus dibayar masyarakat, namun persentase lebih sedikit. Murjani pun menyarankan agar Pemprov Kalsel serta daerah yang terkena sanksi administrasi bisa melakukan penghematan aset daerah seperti mobil dinas yang tidak terpakai, penataan aset mobil dinas belum dikembalikan oleh pemegang mobil baik yang sudah pensiun atau pindah jabatan hingga yang dipakai staf.

“Jangan sangat mungkin untuk melakukan lelang mobil-mobil dinas, sehingga ada pemasukan serta menghindari biaya pemeliharaan dan operasional. Penataan aset mobil juga disesuaikan dengan peruntukkan,  jabatan dan eselon saja. Ini jelas ada penghematan pengeluaran dana daerah,” paparnya.

BACA JUGA : Empat Eselon II Pemprov Kalsel Belum Terisi

Murjani juga menyarankan agar Sekdaprov Kalsel dan sekda lainnya bisa segera mengevaluasi mobil dinas pejabat yang berplat pribadi, bukan berplat nomor dinas. Terkecuali, pejabat tertentu dalam bagian regulasi penataan aset pemerintah daerah.

“Tentu kita juga mengapresiasi kebijakan Gubernur Kalsel untuk membebaskan sanksi administrasi denda bagi pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) di tengah wabah Covid-19. Ya, seperti dikuatkan dalam SK Gubernur Kalsel Nomor188.44/0214/KUM/2020, terhitung 1 Mei hingga 31 Desember 2020. Ini tentu kabar gembira dalam memanfaatkan kebijakan gubernur untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pajak daerah,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis Ipik Gandamana
Editor DidI G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.