Syariah Menghormati Jenazah Korban Covid-19

0

Oleh : Salasiah, S.Pd

HINGGA saat ini, tercatat 10 perawat Indonesia gugur saat menjalankan tugas melawan pandemi covid-19. Selain perawat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga mencatat 20 dokter yang gugur terpapar Covid-19.

PERSATUAN Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mendesak kepada aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kejadian penolakan, stigmatisasi, kriminalisasi yang menimpa almarhumah, serta untuk para sejawat perawat lainnya.

“Kami perawat Indonesia dengan jumlah lebih dari satu juta perawat mengecam keras atas tindakan penolakan jenazah yang dilakukan oleh oknum-oknum warga yang tidak memiliki rasa kemanusiaan,” kata Ketua Umum PPNI Harif Fadhilah (CNNIndonesia.com, 10/4/2020). Para perawat di Jawa Tengah mengenakan pita hitam di lengan kanan mereka sebagai aksi solidaritas.

Dampak virus covid yang virulensi atau kemampuan tinggi untuk menyebabkan penyakit yang fatal. kecepatan penyebaran tanpa adanya gejala. Tentu membuat masyarakat sangat takut ketika berinteraksi dengan penderita, bahkan ketika wafatnya.

BACA : Prihatin, Kepala Dinkes Sebut Tingkat Kematian Covid-19 di Banjarmasin Tertinggi di Dunia

Perawat yang menjadi garda terdepan penanganan dalam menangani kesehatan pasien disaat wabah, selayaknya mendapatkan penghormatan atas jasa mereka. Hanya saja jenazah Nuria Kurniasih, seorang perawat yang wafat akibat terinfeksi virus corona (Covid-19), (Kompas, 9/4/2020) mendapat penolakan dari warga saat mau dimakamkan.

Perawat yang semasa hidupnya berjuang membantu perawatan pasien Covid-19 itu rencananya bakal dimakamkan di TPU Sewakul, Kabupaten Semarang. Di pemakaman itu pula kerabat-kerabat Nuria dikebumikan. Namun, Ketua RT dan warga sekitar menolak Nuria dimakamkan di TPU Sewakul,  Ungaran Barat, karena khawatir dapat menularkan virus corona. Akhirnya degan izin pemerintah kota, jenazah sang perawat bisa dimakamkan di TPU Bergota, Semarang.

Perawat Nuria Kurniasih (38 tahun) sebelumya diketahui bertugas di Ruang Gayatri.  Ruangan itu merupakan ruangan khusus merawat pasien lanjut usia di RSUP Kariadi. Sebelum meninggal dunia, almarhum mengalami sakit dan dinyatakan positif corona dan  sempat menjalani perawatan isolasi di RSUP Kariadi, Semarang

Kebijakan Negatif

Juru Bicara Pemerintah Khusus Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, menyatakan tak ada alasan masyarakat takut dan menolak penguburan jenazah pasien terinfeksi virus corona. Proses penguburan jenazah yang meninggal dunia karena terjangkit virus corona telah dibuat berdasarkan Surat Edaran Menteri Agama dan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 12 Tahun 2020. Dilaksanakan sebagai protokol medis dan dilaksanakan oleh pihak-pihak terlatih.

Hanya saja, besarnya kemungkinan rumah sakit mengalami kekurangan peralatan bagi petugas kesehatan, seperti pakaian pelindung, juga menjadi stigma negatif tambahan bahwa tenaga medis tidak lepas sumber menjadi carier virus, sehingga memunculkan penolakan atas jenazah mereka.

BACA JUGA : Tingkat Kematian 11,7%, Teranyar Pasien Covid-19 Kalsel Bertambah Lima Orang

Stigma negatif seakan sudah dikesankan kepada yang terduga ODP.  Mereka selain mendapat pengawasan dari pihak kesehatan, juga mendapat pengawasan dari pihak kepolisian. Mereka yang diisolasi setelah dinyatakan suspect covid-19 dan positif, seakan sudah menjadi zombie yang diutus menularkan virus. Membuat masyarakat yang tidak mendapatkan info yang benar sangat takut, bahkan untuk menerima penguburan jenazah penderita korban covid-19. hingga keluarganya ikut dikucilkan atau ditolak tinggal di pemukimannya.

Selain itu biaya kesehatan dan BPJS yang mahal mengharuskan mereka untuk menjaga jarak agar tidak menjadi ODP sekalipun. Strees sosial masyarakat bertambah dengan bertambahnya beban ekonomi di tengah wabah, di mana mereka harus melakukan isolasi mandiri tanpa dukungan pangan yang memadai, kesejahteraan yang jauh dari nyata.

Sementara yang ada malah unjuk kebijakan pemerintah yang berubah-ubah dan tidak berkorelasi menangani wabah. Cenderung masih membebaskan WNA wara wiri, bahkan bermukim di wilayah Indonesia.

Pengurusan Syariah Akibat Covid-19

Hadits Al-Imam Al-Bukhari, dari Ibnu ‘Abbās r.a. dimana Ibnu ‘Abbās menghadiri penyelenggaraan jenazah Maemunah r.a. (istri Nabi saw.) di suatu tempat namanya Sarifa maka Ibnu ‘Abbās berkata kepada orang-orang yang akan mengusung jenazah al-marhumah Maemunah:

‎هَذِهِ زَوْجَةُ النَّبِيِّ ﷺ فَإِذَا رَفَعْتُمْ نَعْشَهَا فَلا تُزَعْزِعُوهَا وَلا تُزَلْزِلُوهَا وارْفُقُوا

”Ini adalah istri Nabi saw. maka jika kalian mengangkat kerandanya, maka janganlah kalian mengerak-gerakannya, dan janganlah kalian mengoncang-goncangkannya tetapi angkatlah dengan lembut.”

Dalam kitab Bulughul Maram karya Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Asqalani (773 H.-852 H):

‎ إِنَّ كَسْرَ عِظَمِ الْمُؤْمِنِ مَيِّتًا مِثْلَ كَسْرِهِ حَيًّا

”Dan mematahkan (menghancurkan) tulang seorang mu’min tatkala dia sudah meninggal dunia sama dengan tatkala dia masih hidup.”(HR.  Abū Dāwūd dan Ibnu Mājah)

Juga Ibnu Abi Syaibah telah mengeluarkan atsar dari Ibnu Mas’ud ia berkata:

‎أَذَى الْمُؤْمِن فِي مَوْته كَأَذَاهُ فِي حَيَاته

“Menyakiti seorang mukmin ketika telah meninggal dunia seperti menyakitinya ketika di masa hidupnya”.

Jenazah pasien Covid-19 sejatinya diperlakukan sama sebagai saudara kita, juga para petugas medis yang terpaksa harus gugur dalam melaksanakan tugas. Mereka adalah keluarga kita yang karena penyakit ini harus menjadi korban dan meninggal.

BACA JUGA : Kematian Karena Stroke dan Jantung Tertinggi Di Kalsel

Jenazah pasien Covid-19 muslim sejatinya diperlakukan sama dengan jenazah muslim pada umumnya yakni wajib dimandikan, dikafani, dishalati, dan dimakamkan. Namun, selayaknya memang ada SOP yang bisa diperhatikan kala melaksanakan pemandian hingga pemakaman tersebut mengingat bahayanya pandemi Covid-19.

SOP Pemakaman Pasien COVID-19 adalah Prosedur pengurusan jenazah Covid-19 yang dimaksud seperti memandikan sesuai dengan ajaran agama serta memberikan cairan chlorine dan disinfektan kepada tubuh jenazah sebelum dikafani dan dibalut dengan dua lapis plastik yang kedap udara dan dipastikan aman.

Apabila jenazah sudah dikafani atau dalam kondisi terbungkus, maka petugas dilarang untuk membuka kembali. Langkah ini berisiko karena ada potensi penularan virus COVID-19 dari tubuh jenazah. Kafan jenazah dapat dibuka kembali dalam keadaan mendesak seperti autopsi, dan hanya dapat dilakukan petugas.

Demikianlah sosialiasi yang harus diberikan secara benar kepada masyarakat tentang kewajiban muslim menguburkan jenazah korban covid-19 sebagai fardu kifayah. Kewajiban mukmin dan warga untuk tetap menghormati jenazah yang secara ilmiah sudah disiapkan oleh para medis sehingga tidak menolar kepada warga sekitar pemakaman.

Bahkan kita lebih menghormatinya karena ia wafat dengan mendapat pahala mati syahid, karena sebelumnya telah berikhtiar dengan penuh keimanan untuk mencegah dan atau mengobatinya,  sebaagaimana janji hadits Rasulullah saw bahwa orang yang mati karena wabah mendapat mati syahid. Demikianlah syariah Islam menghormati jenzah, bahkan yang disebabkan oleh wabah menakutkan. Sehingga tidak perlu ada pita hitam pertanda hilangnya penghormatan kemanusiaan kepada jenazah pasien covid-19.(jejakrekam)

Penulis adalah Pendidik dan Founder Rufidz Ahmad

Tinggal di Amuntai, Kabupaten HSU, Kalimantan Selatan

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.