Kartini di Tengah Pandemi

0

Oleh : Salasiah, S.Pd

SAAT penguasaan negeri penjajahan secara fisik oleh kolonial Belanda,  Kartini hadir mencemburui peran laki-laki dan wanita bangsawan yang lebih mempunyai kesempatan memperoleh pendidikan daripada perempuan. Sebagai perempuan, Kartini melihat perempuan pribumi dianggap terbelakang terutama dalam pendidikan.

KARTINI mengharapkan kaum perempuan Indonesia harus menjadi lebih maju. Oleh feminis pejuang gender, suara Kartini dianggap mewakili saura emansipasi wanita yang mulai bangkit di Eropa.

Kartini patut berbangga apabila melihat tingkat pendidikan dan peran perempuan saat ini. Hanya saja dalam perjalanannya feminisme memberikan arahan bahwa peran wanita yang harus berani keluar dari rumah dan merambah sektor publik. Kaum perempuan harus berani bersaing dengan laki-laki dalam berbagai sektor publik, bahkan harus memenangkan persaingan itu agar mempunyai posisi tawar di hadapan laki-laki.

Arahan itu pun dijalankan. Perempuan yang mengaku membawa pemikiran Kartini  di era kemerdakaan. Prempuan mulai memasuki bursa kerja dalam berbagai profesi dengan beragam alasan. Dari menjadi pedagang kaki lima sampai sopir angkut, dari cleaning servise hingga director, bahkan sudah memasuki pemerintahan dengan tuntutan 50% dalam parlemen.

BACA : Kartini, Perempuan dan Pelayanan Publik

Perempuan yang lulus kuliah tapi tidak bekerja dianggap hanya menyia-nyiakan waktu dan biaya. Emansipasi yang identik dengan karir dan penghasilan begitu mempesonakan perempuan.

Serangan Pendemi Covid-19 dan Kapitalisme

Pandemi Covid-19 memberikan dampak serius terhadap kehidupan. Para pegiat gender menganggap perempuan adalah pihak yang paling hebat merasakan dampak pandemi Covid-19 ini, baik dalam hal risiko penularan maupun dampak ekonomi. Hal ini disebabkan karena mayoritas pekerja kesehatan adalah perempuan. Di sisi lain, mayoritas perempuan bekerja di sektor informal, tanpa jaminan asuransi sosial dan pendapatan tidak terjamin.

António Guterres, Sekretaris Jenderal PBB mengatakan pandemi covid-19 menimbulkan ketidaksetaraan gender.

Akibat penerapan kebijakan bekerja dari rumah dan sekolah di rumah. Beban lebih besar pada perempuan di rumah, harus merawat anak dan keluarganya, dan juga membuat mereka terpapar ketidakamanan pendapatan dan peningkatan kekerasan dalam rumah tangga.

BACA JUGA : Catatan untuk Para Penerus Perjuangan Kartini

Sesungguhnya, pandemi Covid-19 bukan hanya menyerang perempuan saja, namun juga laki-laki. Berdasarkan data dan analisis yang dikeluarkan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China, pria mungkin lebih berisiko daripada wanita: meskipun pria dan wanita telah terinfeksi dalam jumlah yang kira-kira sama, tingkat kematian di antara pria adalah 2,8%, dibandingkan dengan 1,7% di antara wanita.

Suatu kepastian jika wanita akan terdampak secara ekonomi. Bukankah kapitalisme, dengan rayuan kesetaraan gender, menyeret para perempuan untuk berpartisipasi dalam dunia kerja. Bukankah atas nama para pemberdayaan ekonominya,  perempuan harus bahkan jika perlu, mengambil peran  laki-laki untuk bekerja diluar peran domestiknya.

Kartini Dirumah Saja

Pendemi Covid-19 mengingatkan akan pilihan Kartini bahwa perempuan akan berdaya ketika menjaga perannya dalam syariat. Sebagai perempuan bangsawan yang berkesempatan memiliki pendidikan tinggi, Kartini memilih memajukan peran domestiknya sebagai seorang ibu, di rumah saja.

Perempuan sebagai ibu diembani amanah pembentuk generasi masa depan dalam rumah tangga. Mengasuh anak-anak dan mengelola rumah tangganya dan memberikan pendidikan pertama tentang aqidah, ibadah, moral dan pendidikan dasar umum kepada anak-anaknya. Menciptakan keluarga yang bahagia adalah sebuah amanah yang hanya bisa dijalankan dengan keikhlasan, kompentensi, dan kualifikasi yang tinggi dari potensi yang dimiliki seorang perempuan. Kartini berkarier dan berinvestasi secara cerdas dengan menciptakan generasi tangguh.

Kartini memahami bahwasanya Islam mewajibkan laki-laki untuk mencari nafkah, dan menjamin nafkah perempuan dengan berbagai mekanisme sesuai tuntunan Allah SWT. Dengan demikian perempuan dapat dengan tenang dan aman menjalankan perannya sebagai istri, ibu, dan pendidik generasi. Sehingga sejatinya pendemi Covid-19 tidak menyudutkan perempuan secara ekonomi.

BACA JUGA : Surat RA Kartini, Tafsir Qur’an dan Sang Guru KH Sholeh Darat

Demikian pula, Allah telah mewajibkan negara untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan rakyatnya, laki-laki dan perempuan, sepanjang masa, dalam kondisi aman maupun krisis. Ketika terjadi pandemi, maka negara berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan khas perempuan, dan juga menjamin keamanan dan kebutuhan hidupnya. Semua itu bukan karena untuk mewujudkan kesetaraan gender, namun karena satu keharusan yang diperintahkan oleh Allah SWT. Sehingga ketika Kartini harus dirumah saja dulu adalah sebuah berkah. Wallahu’alam bishawab.(jejakrekam)

Penulis adalah Praktisi Pendidikan-Rufidz Ahmad

Tinggal di Amuntai, Kabupaten HSU

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.