Minyak Dunia Anjlok, Permata Kalsel : Harga BBM Harus Turun Bantu Masyarakat

0

HARGA minyak dunia anjlok di tengah pandemi Corona (Covid-19). Saat ini, harganya 35 USD (Dolar Amerika) per barrel atau senilai Rp 16.000 per USD, maka didapat harga per liter Rp 3.500, plus biaya pengolahan, transportasi dan PPn bisa menjadi Rp 4.500 per liter.

KETUA Perkumpulan Masyarakat Tambang (Permata Kalimantan Selatan Syamsul Daulah menilai pemerintah sudah sepatutnya menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) di tengah kelesuan ekonomi dan dampak wabah Corona secara global.

“Kalau dihitung, berarti harga minyak mentah dunia 28.7 USD per barrel. Dengan begitu, pemerintah melalui Pertamina harusnya menjual BBM non subsidi seperti pertamax hanya Rp 4.500 per liter dan premium Rp 3.500 per liter tanpa subsidi,” ucap Syamsul Daulah kepada jejakrekam.com, Rabu (15/4/2020).

BACA : SDA Dikuasai Kaum Kapitalis, SIRRKAL Tuding Kalimantan Sengaja Dirusak

Menurut dia, jika harga BBM diturunkan di masa sulit seperti sekarang, jelas akan mengurangi beban rakyat yang tengah mengalami kesusahan di tengah pandemi Corona.

“Saat ini, masyarakat kita telah kehilangan sebagian besar pendapatannya, bahkan terbilang cukup sulit mencari makan. Makanya, solusinya adalah turunkan harga BBM,” tutur Syamsul.

Ketua Umum DPP Sentral Informasi Reformasi Rakyat Kalimantan (SIRRKAL) sebelumnya juga menyorot soal penggunaan biodiesel 30 persen (B30) jelas merugikan rakyat. Sebab, campuran 30 persen sawit dan 70 persen solar relatif membahayakan kekuatan kendaraan bermotor khususnya alat berat, dan truk sejenisnya.

“Bahkan, dapat mengalami kerusakan permanen atau mempercepat kerusakan. Padahal, di Kalimantan Selatan ini, ada ribuan truk dan alat berat untuk pertambangan, Kalau menggunakan bahan bakar B30 sangat membahayakan, dulu kita sudah menggunakan B10 dan B20, hasilnya juga membuat power alat berat, excavator, dan kendaraan lemah hingga rusak berat,” ucap Syamsul.

BACA JUGA : Di Tengah Wabah Covid-19, Pertamina Jamin Stok BBM Kalsel Aman

Ia pun menyarankan agar pemerintah terlebih dulu melakukan uji coba dan evaluasi terhadap kehadiran B30. Syamsul berpendapat saat ini, harga dan produksi sawit anjlok, sehingga pemerintah membeli minyak sawit untuk diolah jadi BBM.

“Ya, karena ada penolakan dari Eropa. Padahal, campuran sawit dan solar itu justru belum teruji untuk kendaraan bermesin diesel,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis Ipik Gandamana
Editor DidI G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.