Ketika Corona Mendera, Si Miskin yang Disalahkan

0

Oleh : Reja Fahlevi

PAGI ini tak sengaja ketika melintas di sebuah tempat balai pandai besi di Kuin Kampung Nagara. Nampak beberapa perajinnya sedang bersiap-siap untuk melakukan aktivitas pekerjaanya.

ADA yang baru mengganti baju dan celana yang dipakainya khusus untuk bekerja. Ada pula yang menyalakan mesin untuk membuat bara api agar menyala. Namun, di lain tempat, ada juga yang hanya duduk saja sambil sekali-kali menyeruput kopi yang sudah dibekali istirinya dari rumah.

Dari sekian aktivitas itu, ada satu aktivitas yang menggelitik hati saya, ketika seorang perajin yang bersiap memulai pekerjaannya mengambil sebuah tape yang sudah nampak tua, kemudian disetelnya.

Seketika akhirnya terdengarlah seuntai lirik lagu Rhoma Irama, “Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin, yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin”. Sambil sesekali berjoget dan memandang saya dengan sedikit tawa.

BACA : Saat Istilah Asing Viral Di Tengah Wabah Corona Dinatularisasikan Ke Bahasa Daerah

Kalimat kaya dan miskin  seolah menjadi diksi yang popular di tengah wabah virus Covid-19 hari ini, banyak kalimat atau statement dari pejabat negara salah satunya yakni Jubir virus Corona yang kiranya makin memperdalam jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.

Dengan perkataan di akhir pidatonya yang seolah-olah menuduh bahwa orang miskin yang menularkan berbagai penyakit ke orang kaya termasuk masalah virus Corona ini.

Walau dalam beberapa jam kemudian banyak klarifikasi yang dilakukannya di berbagai media. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula, itulah kiranya yang menjadi gambaran bagaimana realitas kehidupan si miskin hari ini.

BACA JUGA : Pemprov Kalsel Siapkan Dana Rp 56 Miliar Untuk Penanganan Covid 19

Mereka yang selalu berjuang untuk tetap hidup dan mencari makan sehari-hari yang hidup di bawah garis kekurangan yang sumber penghasilannya ada di jalan, di sawah bahkan di tempat pembuangan sampah. Dan, hari ini ditambah lagi penderitaanya dianggap sebagai salah satu “biang” mewabahnya penularan virus ini.

Sedangkan si kaya yang hidupnya bergelimpang harta pamer bisa membeli masker, pamer rumahnya disemprot menggunakan cairan disinfektan, sampai kabarnya pamer mampu membeli vaksin anti Corona dari China.

Kalau boleh hitung-hitungan, justru si kaya lah yang paling rentan pada mulanya menularkan virus Covid-19 ini. Jika dilihat dari sejarahnya virus ini berasal dari Wuhan, China kemudian menyebar hampir ke seluruh negara yang ada di dunia.

BACA LAGI : Banjarmasin-Kabupaten Banjar Dan Tabalong Zona Merah, Satgas Covid-19: Karatina Wilayah Dirumuskan!

Jika melihat berdasarkan hal ini tentu orang-orang yang mampu berpergian ke sana yang notabenenya adalah orang kaya. Pada mulanya mungkin mereka ini tertular virus atau bisa juga mereka yang punya kolega usaha dari negara yang sudah duluan terjangkit Covid-19 waktu itu. Kemudian  datang ke Indonesia untuk urusan bisnis, ternyata juga membawa virus ini.

Sebagai contoh, bagaimana kasus virus Covid-19 ini ditemukan pertama kali di Indonesia yang menimpa ibu dan anak warga Depok, Jawa Barat, usai kontak langsung dengan rekan bisnisnya yang merupakan warga negara Jepang.

Sekarang yang jadi pertanyaan apakah ibu dan anak itu berasal dari tingkat strata ekonomi katagori miskin?

Bersatu Melawan Corona

Sudah saatnya, kita hari ini bersatu memerangi virus ini. Tidak usah terlalu panjang beretorika dan berdiskusi bahkan sampai berkelahi mencari siapa yang benar dan salah dalam kasus hari ini. Ini adalah tanggung jawab sosial kita semua.

Semua elemen yang ada ditubuh bangsa ini dituntut untuk saling bersinergi, baik itu antara pemerintah, si kaya dan si miskin.

Pemerintah dituntut kiranya untuk menghasilkan kebijakan yang mampu memberi rasa tenang dan aman kepada masyarakat untuk sama-sama melawan ganasnya wabah ini, bukan malah memperkeruh suasana.

BACA JUGA : BPK Batih Modifikasi Gerbang Komplek Bawang Putih Semburkan Cairan Disinfektan

Si kaya juga diharapkan mau secara sukarela menyisihkan hartanya untuk membeli dan menyiapkan obat-obatan dan perlengkapan kesehatan. Sedangkan si miskin harus mau mematuhi segala regulasi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Semua elemen harus mau saling bahu membahu demi kemanusiaan di atas persatuan bangsa. Bukankah falsafah bangsa kita sudah mengajarkan bahwa di atas dasar kemanusiaan, persatuan Indonesia akan tumbuh.

BACA JUGA : Tiba Di Kotabaru, 280 Penumpang KM Sanus 93 Diskrining, Terdeteksi 13 ODP

Si kaya memiliki kewajiban untuk berbagi dan berkasih sayang dengan si miskin. Sebaliknya, si miskin pun harus bisa menghormati hak-hak si kaya.

Sejatinya, gotong-royong yang menjadi citra bangsa ini harus kembali dikedepankan untuk secara bersama-sama kita lawan wabah virus ini. Seperti kata peribahasa bersatu kita teguh bercerai kita runtuh, sebuah  bahasa filosofis yang menggambarkan betapa pentingnya persatuan.

Apalagi dalam kondisi seperti sekarang ini tidak etis kalau kita saling menyalahkan satu sama lain. Si kaya dan si miskin sama-sama merupakan bagian yang utuh dalam tubuh bangsa ini, jika satu dari mereka luka maka hakikatnya juga akan melukai bagian yang lainya. Kesampingan semua ego yang ada dikepala demi keselamatan bangsa.

Jangan sampai apa yang dikatakan oleh Bang Haji Rhoma Irama dalam lirik lagunya “Yang kaya makin makin kaya, yang miskin makin miskin” itu berubah diksi menjadi yang “Kaya tambah sehat, yang miskin makin sakit”.

Namun, melihat realitas yang ada justru yang kebanyakan menjadi korban dari ganasnya virus Corona ini adalah kebanyakan mereka yang dikatakan kaya. Benarkah ? Wallahu A’lam Bishawab dan semoga kita selalu diberikan keselamatan, Amin ya rabbal alamin.(jejakrekam)

Penulis adalah Pegiat Literasi Kampung Buku Banjarmasin

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.