Tinjauan Hukum : Salahkah Dokter dan Tenaga Kesehatan Menolak Merawat Pasien Covid-19?

1

Oleh : dr Abdul Halim, Sp.PD SH MH MM.FINASIM

PADA tanggal 27 Maret 2020, beredar surat pernyataan dari organisasi profesi kesehatan yang menuntut pemerintah dan fasilitas kesehatan menjamin ketersediaan alat pelindung diri (APD) dalam penanganan Covid-19. Jika tidak tersedia, tenaga medis diminta tak menangani pasien kasus tersebut.

“KAMI meminta terjaminnya alat pelindung diri (APD) yang sesuai untuk setiap tenaga medis. Bila ini tak terpenuhi, maka kami meminta kepada anggota profesi kami untuk sementara

tidak ikut melakukan perawatan penanganan pasien Covid-19 demi melindungi dan menjaga keselamatan sejawat,” demikian tertulis dalam pernyataan bersama itu.

Pernyataan tersebut ditanda tangani oleh Ketua Umum PB IDI dr Muh Daeng SH.MH. Sekilas bahwa dalam hal ini dokter melanggar sumpah dokter dan Kode Etik Kedokteran (KODEKI). Kita ketahui bahwa penyebaran Covid-19 di Indonesia saat tersebar di seluruh Indonesia dan beberapa daerah menjadi episentrum penyebarannya. Bahkan beberapa sejawat dokter dan perawat telah wafat akibat infeksi Covid-19 ini yang tertular saat melaksanakan tugas merawat pasien Covid-19.

BACA : Banjarmasin-Kabupaten Banjar dan Tabalong Zona Merah, Satgas Covid-19: Karatina Wilayah Dirumuskan!

Telah menjadi rahasia umum bahwa pemerintah gagal menyediakan dan memenuhi keperluan dan kecukupan APD bagi petugas kesehatan baik di rumah sakit rujukan dan faskesnya. Ironisnya, para tenaga kesehatan berinisiatif membeli sendiri dengan urunan dan sebagainya, tapi karena stok tidak ada atau sulit dicari.

Banyak organisasi masyarakat menginisiasi membuka donasi dalam rangka pemenuhan APD tersebut. Tapi sampai saat ini masih aja masalah ketersediaan APD tetap kendala besar. Dengan kondisi seperti ini lah organisasi profesi tenaga kesehatan mengeluarkan pernyataan sikap tersebut. Salahkah mereka? Adakah perlindungan hukum atas tindakan ini?.

Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 50 adalah hak seorang dokter untuk memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan standar operasional prosedur dan memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar operasional prosedur.

BACA JUGA : Ketua IDI Kalsel : Terjangkit Corona Bisa Sembuh Sendiri, Asal Daya Tubuh Kuat

Kemudian, pada Pasal 51 UU Praktik Kedokteran tertulis ada kewajiban dokter untuk menyerahkan pekerjaannya atau melepas tanggung jawabnya sebagai dokter kalau tidak bisa bekerja baik dan tidak bisa berkerja sesuai SOP.

Isi pasal 51 tersebut adalah :

  1. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar operasional prosedur serta kebutuhan medis.
  2. Apabila tidak tersedia alat kesehatan atau tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan/pengobatan, bisa merujuk pasien ke dokter/sarana kesehatan lain yang mempunyai kemampuan lebih baik.

Dalam KODEKI Pasal 16 bahwa ada kewajiban dokter terhadap dirinya yaitu setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Dalam UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan pada Pasal 57 dan Pasal 58 juga ada hak dan tenaga kesehatan bekerja sesuai standar profesi dan SOP.

Lalu, pada Pasal 57 Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak point a memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional.

Kemudian, pada point d. memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai agama;

Lalu, pada poin f. menolak keinginan Penerima Pelayanan Kesehatan atau pihak lain yang bertentangan dengan Standar Profesi, kode etik, standar pelayanan, Standar Prosedur Operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

BACA JUGA: Galang Donasi Lawan Covid-19, NU Kalsel Bentuk Satgas

Pasal 58 (1) Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik wajib: a. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur Operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan;

Inilah sedikit penjelasan hukum mengenai sikap organisasi profesi kesehatan. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya juga adalah warga negera yang mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan dan keselamatan yang harus diberikan dan menjadi tanggung jawab negara seperti tertera dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945,

“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untukmemajukan kesejahteraan umum…”

Dan Pasal 28 H ayat (1) yang berbunyi: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan,”

Begitulah perjanjian luhur berdirinya bangsa dan negara Indonesia. Artinya negara mempunyai tanggung jawab konstitusional untuk melindungi seluruh “tumpah darah Indonesia”. Itulah kesepakatan agung dan meta-norm yang mesti diwujudkan! Apakah negara melalui organnya yang bernama pemerintah telah memberikan perlindungan maksimal sebagaimana amanat konstitusi tersebut?(jejakrekam)

Penulis adalah Internist RSDI dan Klinik Halim Medika

Anggota Kongres Advokat Indonesia

Peserta Pendidikan Doktor Ilmu Hukum FH Unissula Semarang

Pencarian populer:dokter boleh me,https://jejakrekam com/2020/03/30/tinjauan-hukum-salahkan-dokter-dan-tenaga-kesehatan-menolak-merawat-pasien-covid-19/
1 Komentar
  1. Sabasdin Harahap berkata

    Ga jelas maksudnya..
    Betele-tele dan menjawab pertanyaan yg dimaksud dari judul artikel.
    Pernyataan sumir juga negara mempunyai Tanggung jawab konstitusional dalam hal ini pemerintah sebagai penyelenggara amanat pembukaan UUD dan UU turunannya. Pemerintah yang mana? Dalam hal ini presiden kah?
    Salah atau tidak salah? Ga terjawab dengan tangkas dan jelas. Bukankah itu yang jadi inti artikelnya?

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.