Tinjauan Yuridis; Pemberian Informasi Terkait Rahasia Kedokteran dan Sanksi Pidana

0

Oleh : dr Abdul Halim, SpPD, SH, MH, MM.FINASIM

PADA dasarnya setiap profesi mempunyai tanggung jawab etika yang selalu dijunjung dalam melayani masyarakat, tak terkecuali dokter. Untuk menjaga rahasia antara pasien dan dokter, maka terdapat pengaturan mengenai rahasia kedokteran.

DALAM Pasal 16 Kode Etik Kedokteran Indonesia (“KODEKI”), disebutkan bahwa: Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Menurut Penjelasan Pasal 16 KODEKI, cakupan pasal ini adalah: seorang dokter wajib merahasiakan apa yang dia ketahui tentang pasien yang ia peroleh dari diri pasien tersebut dari suatu hubungan dokter-pasien sesuai ketentuan perundang-undangan. Seorang dokter tidak boleh memberikan pernyataaan tentang diagnosis dan/atau pengobatan yang terkait diagnosis pasien kepada pihak ketiga atau kepada masyarakat luas tanpa persetujuan pasien.

Seorang dokter tidak boleh menggunakan rahasia pasiennya untuk merugikan pasien, keluarga atau kerabat dekatnya dengan membukanya kepada pihak ketiga atau yang tidak berkaitan.

Dalam hal terdapat dilema moral atau etis akan dibuka atau dipertahankannya rahasia pasien, setiap dokter wajib berkonsultasi dengan mitra bestari dan/atau organisasi profesinya terhadap pilihan keputusan etis yang akan diambilnya.

BACA : Satu Pasien Dalam Pengawasan Covid-19 Di RSUD Ulin Dinyatakan Meninggal Dunia

Penjelasan dari cakupan pasal ini: Misalnya dalam penafsiran “kepentingan umum” yang harus juga dilindungi. Dokter atau organisasi profesi yang diminta nasihat wajib melakukan hal terbaik untuk mencari pemecahan atas permasalahan yang dihadapi.

Setiap dokter wajib hati-hati dan mempertimbangkan implikasi sosial-ekonomi-budaya dan legal terkait dengan pembukaan rahasia pasiennya yang diduga/mengalami gangguan jiwa, penyakit infeksi menular seksual dan penyakit lain yang menimbulkan stigmatisasi masyarakat

Setiap dokter pemeriksa kesehatan untuk kepentingan hukum dan kemasyarakatan wajib menyampaikan hasil pemeriksaaan kepada pihak berwewenang yang memintanya secara tertulis sesuai ketentuan perundang-undangan.

Seorang dokter dapat membuka rahasia medis seorang pasien untuk kepentingan pengobatan pasien tersebut, perintah undang-undang, permintaan pengadilan, untuk melindungi keselamatan dan kehidupan masyarakat setelah berkonsultasi dengan organisasi profesi, sepengetahuan/izin pasien dan dalam dugaan perkara hukum pihak pasien telah secara sukarela menjelaskan sendiri diagnosis/pengobatan penyakitnya di media massa/elektronik/internet.

BACA JUGA : Tunggu Hasil Uji Laboratorium, Lima Pasien Masih Diisolasi Di RSUD Ulin

Seorang dokter wajib menyadari bahwa membuka rahasia jabatan dokter dapat membawa konsekuensi etik, disiplin dan hukum. Selain itu, terdapat beberapa alasan bagi dokter untuk membuka rahasia kedokteran.

Hal tersebut diatur dalam Pasal 48 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (“UU Praktik Kedokteran”) dan Pasal 10 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/ MENKES/PER/III/2008 Tahun 2008 tentang Rekam Medis (“Permenkes 269/2008”), yang masing-masing berbunyi:

Pasal 48 UU Praktik Kedokteran: Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.

Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 10 ayat (2) Permenkes 269/2008: Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan, dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal: untuk kepentingan kesehatan pasien; memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan; permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri; permintaan institusi/lembaga

berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien. Dari dua pasal di atas, terlihat bahwa selain hal-hal di atas, dokter tidak dapat membuka rahasia kedokteran.

Sanksi Pidana

Sanksi pidana yang bisa diterapkan dalam hal membuka dan menyebarkan rahasia kedokteran kepada publik. Dalam UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam UU itu, setiap orang yang menyebarkan informasi soal data pasien bisa dipenjara 2 tahun dan denda Rp 10 juta.

BACA LAGI : ODP Covid-19 Di Banjarmasin Bertambah, Pasien 06 RSUD Ulin Tak Masuk Daftar

Penyebaran informasi data seseorang juga diatur dalam UU ITE. Ancaman dalam UU ITE bahkan lebih berat, yakni 4 tahun penjara. “Hal itu diatur dalam Undang-Undang ITE, khususnya Pasal 26 ayat 1 dan 27 ayat 3 .Sama esensinya, bahwa orang tidak boleh sembarangan membeberkan data pribadi ke publik tanpa izin. Sanksi pidana dalam pasal 46 ayat 1 untuk pelanggaran pasal 27 dapat dipidana 6 bulan penjara dan atau denda Rp 1miliar.

Sejauh ini berdasar undang-undang yang ada, tentunya laporan harus berdasarkan dari orang yang merasa dirugikan secara langsung, ketika data pribadinya diakses atau disebar tanpa izin.(jejakrekam)

Penulis adalah Ketua Bidang Advokasi Medikolegal PAPDI Cabang Kalsel dan Anggota IPHI dan KAI Kalsel

Mahasiswa S3 PDIH FH UNISSULA Semarang

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.