Empat Pokja Barang dan Jasa Dijadikan Saksi Di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin

0

SIDANG dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di RSUD Ulin Banjarmasin masih berlanjut. Dengan terdakwa Masrani duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Banjarmasin, didampingi kuasa hukumnya, Frendy Silaban dari kantor advokat Taufik Pasaribu dan rekan.

TERSEBARNYA isu tentang adanya tersangka baru pengadaan alat kesehatan di RSUD Ulin tahun 2015, terungkap di pengadilan Tipikor Banjarmasin.

Dari informasi yang bereda, penyidik akan kembali menambahkan tersangka baru yakni ketua kelompok kerja (Pokja) barang dan jasa RSUD Ulin tahun 2015 M Khairil Ikhwan. Namun informasi tersebut dibantah Kasi Pidsus Kajari Banjarmasin Arif Ronaldi SH.

“Belum ada (tersangka baru). Kalaupun ada kita pasti sudah menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari penyidik,” bantah Arif.

BACA : Empat Dokter Jadi Saksi Di Sidang Dugaan Korupsi Pengadaan Alat Kesehatan RSUD Ulin

Penegasan disampaikan Arif  saat menjawab pertanyaan wartawan ketika berada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Senin (10/2/2020). Ia mengakui saat ini yang sudah diterima selain terdakwa Misrani dan dari unsur pemenang lelang yakni PT Buana Jaya yang sekali akan menjadi saksi dalam perkara terdakwa Misrani.

“Kami belum tahu apakah ada tersangka baru selain dua yang telah ditetapkan penyidik kepolisian, kita tunggu saja hasilnya,’’ ujar Arief yang pada hari itu bertindak selaku jaksa penuntut umum (JPU).

Arief mengakui dalam penyidikan masalah dugaan korupsi alkes ini penyidik harus mendatangkan saksi-saksi dari luar pulau yang memakan waktu dan biaya.

Sementara dalam persidangan kemarin itu, JPU menghadirkan dari unsur Pokja yang biasanya dikenal sebagai panitia lelang. Salah satunya adalah Ketua Pokja, M Khairil Ikhwan yang dalam keterangannya mengatakan tidak mengikuti kegiatan pengadaan alkes tahun 2015 sepenuhnya. Beliau beralasan ada kesibukan pekerjaan lain,  kebanyakan yang mengurus adalah salah satu anggota yang kini sudah  meninggal dunia yakni almarhum Alfinsyah.

Saat JPU  bertanya tentang siapa almarhum. Sehingga dipercayakan mengurusi semuanya, padahal dia cuma sebagai anggota. Saksi nampak diam dan mengatakan hanya anggota Pokja biasa.

BACA JUGA : Dokter RSUD Ratu Zalecha Martapura Keluhkan Alat Kesehatan Tak Sesuai Standar

Dia mengatakan, sebenarnya ada 40 perusahaan yang mengikuti lelang. Namun hanya empat yang lolos. Itupun setelah dilakukan kualifikasi dari empat tersebut hanya tiga yang melengkapi persyaratan dan satu gugur karena kelengkapan administrasinya kurang.

Ditanya siapa yang mengevaluasi dan menilai pemenang lelang? Lagi-lagi saksi menjawab almarhum Alfpinsyah. “Pembuktian evaluasi dan penilaian pengecekan PT Buana dilakukan almarhum Alfpinsyah. Waktu itu saya tidak hadir,” ucapnya.

Mendengar pernyataan saksi, ketua majelis hakim Purjana SH nampak geleng-geleng kepala, dan mengingatkan harusnya  ketua  saat itu hadir, bukan anggota Pokja.

Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Banjarmasin mendakwa kalau yang terdakwa diduga telah melakukan perbuatan korupsi pada proyek pengadaan alat kesehatan tahun anggaran 2015.

Korupsi yang dilakukan terdakwa tersebut dalam pengadaan alat kesehatan, dimana terdapat diskon dari pemenang lelang yang tidak dikembalikan kepada negara.

BACA LAGI : Dugaan Korupsi Pengadaan Alat Kesehatan, Anang Rosadi: Mari Kita Kawal Proses Persidangan

Jaksa beranggapan dalam penetapan harga barang alat kesehatan yang ditetapkan tidak wajar sehingga berdasarkan perhitungan dari BPKP Kalsel ada kerugian mencapai Rp 3,1 miliar lebih dari anggaran Rp 12,8 miliar.

Terdakwa oleh JPU didakwa melanggar pasal 2 dan 3 jo pasal 18 Undang Undang RI  nomor  31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada Undang Undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, untuk dakwaan primer dan subsider.(jejakrekam)

Penulis Sirajudin
Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.