Omnibus Law RUU Cilaka Tak Layak, Untungkan Investor, Ancam Rusak Lingkungan

0

MODEL Omnibus Law dengan menyodorkan Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja, yang disingkat beberapa kalangan sebagai RUU Cilaka, dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dinilai tak layak untuk digodok apalagi sampai menjadi produk hukum nasional yang berlaku di Indonesia.

KONTROVERSI penyederhanaan perundang-undangan ini lewat RUU Cilaka ini akan menyasar 1.239 pasal yang terdapat di 79 UU berbeda. Bahkan, versi pemerintah membagi 11 klaster dalam aturan sapu jagat itu, antara lain penyederhaaan perizinan yang merombak 50 UU dengan 782 pasal terkait, persyaratan investasi, ketenagakerjaan,  hingga kemudahan berusaha dan lainnya.

Topik ini diangkat dalam Diskusi Serius Santai helatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel di Biji Kopi Borneo, Landasan Ulin, Banjarbaru, Sabtu (8/2/2020) menyuguhkan Bacaan Lokal Dampak Omnibus RUU Cilaka.

BACA : 10 Tahun Konflik Lahan di Kalsel, Rakyat Selalu Kalah

Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi dan Good Governance (Parang) Universitas Lambung Mangkurat, Ahmad Fikri Hadin mengupas soal teori dan praktik Omnibus Law di negara-negara yang menganut sistem Common Law atau Anglo-Saxon seperti di Amerika Serikat, Inggris serta negara-negara jajahan Inggris, dengan membuat satu UU baru untuk mengamademen beberapa UU sekaligus.

Sedangkan, menurut Fikri, Indonesia menerapkan sistem hukum Eropa Kontinental, dikenal dengan kodifikasi yang mirip dengan Omnibus Law tersebut.

“Namun, kalau dilihat dari konsep negara asalnya, adaptasi penuh untuk penerapannya perlu ditinjau dari optik hukum sebagai sistem. Jangan sampai adanya kelak UU Omnibus Law justru melanggar konstitusi sebagai hukum tertinggi di Indonesia,” ucap dosen muda hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM).

BACA JUGA : Gawat, 335,88 Kilometer Sungai Kalsel Telah Menjelma Jadi Lubang Tambang

Sementara, Ahmad Taqiyuddin dari Epistema Institute Jakarta menilai banyak permasalahan yang akan mengemuka, ketika Omnibus Law RUU Cilaka ini mulus dan diterapkan.

“Padahal, banyak pihak menolak RUU Cilaka yang dibuat dalam keadaan tertutup tanpa melibatkan partisipasi publik,” ucap Taqi, sapaan akrabnya.

Menurut dia, dari informasi yang beredar justru konten dari RUU Cilaka ini lebih banyak menguntungkan para investor, daripada kaum pekerja, apalagi masyarakat.

Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono menilai Omnibus Law yang diusulkan Presiden Jokowi ini tidak layak dilanjutkan, karena tertutup dan mengesampingkan hak asasi manusia (HAM), hak buruh, hak masyarakat sipil, hak masyarakat adat, hak perempuan dan lainnya.

“Justru dari contoh draft yang ada menguntungkan investor. Contohnya, dalam izin tambang mineral dan batubara menghilangkan royalti hingga nol persen. Adanya izin tambang seumur tambang dan sebagainya. Bayangkan saja, Kalsel dapat jatah 13,5 persen royalti saja, begitu parah kerusakan lingkungannya akibat tambang,” ucapnya.

BACA JUGA : 196 Lubang Bekas Tambang Batubara Belum Direklamasi

Kisworo menilai hal itu juga mengancam keselamatan rakyat dan lingkingan, karena regulasi izin yang ada seperti macan kertas, apalagi sampai dipangkas atau dihilangkan.

“Jelas, Omnibus Law RUU Cilaka ini mengkhianati amanat Reformasi 98. Tidak memandang rakyat yang ada dan juga hidup di Indonesia. Padahal, regulasi semacam ini akan makin memicu konflik agraria dan rakyat yang selalu dikalahkan,” cetus Kisworo.

Aktivis lingkungan berambut gondrong ini mendesak agar Presiden Jokowi di pemerintahannya yang kedua ini bisa segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat, merevisi UU KPK yang ada dengan menguatkan komisi anti rasuah itu.

“Perizinan ekstraktif atau tambang harus segera direview. Di Kalsel, banyak contoh lubang-lubang tambang yang tidak ditutup, padahal ada kewajiban dana reklamasi yang tidak terealisasi. Ini belum lagi, soal pencemaran lingkungan, seperti kerusakan dan pencemaran Sungai Barito, Sungai Amandit, Loksado, Sungai Satui dan lainnya akibat tambang,” cetus Cak Kiss.

BACA JUGA : Pertambangan Ilegal Masih Marak, KPK Bawa Data Temuan dari Kalsel

Selama ini, penegakan hukum lingkungan di masa Jokowi dinilai Cak Kiss juga sangat lemah, seharusnya segera dibentuk Satuan Tugas (Satgas) atau Komisi Khusus Kejahatan Lingkungan dan pembentukan Pengadilan Kejahatan Lingkungan.

“Sepatutnya, kebijakan dan perundang-undangan itu mengutamakan kedaulatan negara, keselamatan rakyat dan lingkungan. Jangan sampai negara yang kita cintai ini, dari Negara Kesatuan Republik Indonesia justru berubah menjadi Negara Kesatuan Republik Investor (NKRI),” cetus Cak Kiss.

Karena tidak melibatkan dan mendengarkan aspirasi publik, Cak Kiss menilai Omnibus Law RUU Cilaka ini tidak layak dilanjutkan, bahkan harus segera ditolak DPR RI.

“Sangat jelas muara dari Omnibus Law RUU Cilaka ini menguntungkan pihak investor. Padahal, selama ini, mana tanggungjawab investor ketika terjadi kerusakan lingkungan. Sudah saatnya, Presiden Jokowi lebih berpihak kepada rakyat, bukan investor,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini/Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.