Direksi Bulog Paparkan Kebijakan Pangan di HPN 2020
DIREKTUR Operasional Pelayanan Publik Perum Bulog, Tri Wahyudi Saleh memaparkan kebijakan pangan dan lembaganya dalam seminar wartawan spesialis pada peringatan Hari Pers Nasional tahun 2020 di Banjarmasin.
BULOG akan lebih berfokus pada penguatan peran komersial, sejalan dengan berkurangnya penugasan dari pemerintah dalam penyediaan beras bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
“Saat ini, kami akan lebih meningkatkan kinerja komersial melalui penjualan komoditi pangan secara on-line dan off-line, juga optimalisasi aset dan penguatan anak perusahaan serta unit bisnis,” katanya, Jum’at (7/2/2020), di Banjarmasin.
BACA: Bulog Kalsel Kenalkan Beras Bervitamin Di Momen HPN
Belakangan, kata dia, Perum Bulog terus melakukan sejumlah inovasi bisnis, diantaranya memodernisasi gudang beras yang dimilikinya secara bertahap, memproduksi beras bervitamin (berfortifikasi) dan terakhir merambah bisnis e-commerce dengan meluncurkan toko pangan on-line “panganandotcom”.
“Namun demikian, Bulog membutuhkan sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dari para Regulator, berupa sistem penganggaran yang jelas serta mudah dilaksanakan sejak dari hulu sampai hilir sebagai bentuk keberpihakan kepada petani dan kepada masyarakat sebagai konsumen,” tuturnya.
Dengan demikian ucapnya Perum Bulog wajib mengelola minimum stok beras pada jumlah tertentu (tahun 2019 ditugaskan pada jumlah 1 – 1,5 juta ton) dan disebarkan di seluruh wilayah Indonesia. Hal tersebut merupakan tugas yang diberi oleh pemerintah dalam rangka ketahanan pangan nasional.
BACA JUGA: Pasokan Lima Komoditas Aman, Bulog Optimis Dapat Menjaga Stabilisasi Harga
Tri Wahyudi Saleh menambahkan kebijakan program pangan (beras) di atas menjadi tidak lagi terintegrasi dan pada akhirnya pengelolaan CBP (Cadangan Beras Pemerintah) sebagai bagian dari ketahanan pangan menjadi terpisah dengan program ketahanan pangan lainnya dengan penganggaran yang berbeda.
“Biaya yang dibutuhkan Pemerintah saat ini menjadi mahal dalam pengelolaan CBP karena potensi beras turun mutu akibat harus disimpan lama dan biaya pengelolaan pada waktu yang lebih panjang, sementara dalam program BPNT masyarakat berpendapatan rendah tidak lagi mendapatkan harga yang sama antar waktu dan antar wilayah karena kualitas dan harga diserahkan pada pasar,” pungkasnya.(jejakrekam)