FKUB dan LK3 gelar dialog teologis di Rumah Alam, Sabtu (4/1/2020). Ketua FKUB Kalsel H Mirhan berharap dengan adanya dialog maka sering bertemu, silaturrahmi, bisa pula saling bercanda.
“PERNAH suatu hari, Pendeta Kornelius mengenakan baju putih dan pakai kopiah, dicandain oleh Sekretaris FKUB dibilang Ketua MUI baru. Tapi karena konteknya bercanda, hubungan semakin akrab dan toleransi terus terjaga,” katanya.
Ia berharap kerukunan antar umat beragama di Kalsel karena tokoh agama akan disorot ketika ada yang terjadi di Kalsel. “Walau indeks kerukunan yang dirilis Kemenag, Kalsel berada pada urutan ke-24, banyak yang tidak terima, karena kerukunan tidak bisa diukur dengan angka. Namun angka 72,5 persen sebenarnya sudah masuk tinggi, walau di bawah angka nasional,” katanya.
Romo Allparis mengatakan, berbicara soal keadilan, dalam Gereja Katolik agak mirip dengan Islam. Bila di Islam ada rujukan pada Alqur’an, hadis dan tradisi para sahabat Nabi Muhammad, di Katolik juga merujuk pada Alkitab, ajaran Gereja, dan tradisi-tradisi.
“Dalam hukum ketujuh, jangan mencuri. Mencuri bukan hanya soal mencuri barang tapi juga menculik. Manusia bisa diculik untuk dijual. Bagi yang tertangkap bisa dihukum mati. Mencuri jelas tidak adil. Bahkan ketika dilihat dalam hukum kedelapan, jangan berdusta, jangan bersaksi dusta juga tidak adil. Jangan bersaksi dusta tentang sesamamu. Sekarang namanya Hoax, memberikan informasi yang salah, kemudian di masyarakat terjadi kesalah pahaman. Hukum kesembilan dan kesepuluh juga bicara tentang keadilan,” bebernya.
Dalam perjanjian baru, Yesus juga bicara tentang keadilan. Ada kisah-kisah yang berbicara tentang keadilan. Suatu hari ada lelaki datang pada Yesus untuk membagi warisan. Tuhan mengatakan barangsiapa yang tamak, maka kerakusan tidak akan ada artinya. “Ini kesepakatan dalam bentuk keadilan,” katanya.
I Ketut Artika menyampaikan, berbicara keadilan merupakan sesuatu yang paling susah. “Untuk mencapai keadilan tidak seorang pun mampu atau bisa melaksanakan terkecuali orang-orang yang mempunyai suatu keilmuwan, kecerdasan. Ilmu yang kuat, cerdas, ilmu agama,” katanya.
Di Sloka mengatakan, apabila seorang yang diharapkan bertindak bijaksana, kemudian menetapkan yang salah menjadi benar dan sebaliknya, maka orang seperti itu adalah orang yang penuh dosa. “Orang seperti itu, tidak bisa memperbaiki diri agar mencapai suatu pelepasan (moksa),” katanya.
BACA JUGA : Walhi Tuntut Keadilan Ekologis Dan Wilayah Kelola Rakyat
Zulkifli Musaba mengatakan, semua agama mesti ada yang sama, dan ada juga hal-hal yang beda. Pemahamannya yang sama menjadi penguat, yang berbeda, menjadi pelajaran dan pengetahuan.
“Dalam ajaran Islam, manusia nanti dibangkitkan lagi dalam alam barzah, hari kebangkitan. Yang baik diberi ganjaran baik, yang tidak baik akan mndapat ganjarannya pula. Semua dicatat oleh malaikat,” katanya.
Ruang publik, intinya segala sesuatu yang bisa dimanfaatkan dan diakses secara gratis dan umum. Orang semakin melihat komunitasnya dalam suatu wilayah dan dilihat kebutuhannya. Ruag publik, tugasnya pemerintah atau lembaga yang mengurusnya, karena memerlukan biaya. Ruang publik bertujuan meningkatkan kenyamanan warga.
Noorhalis Majid menutup dialog dengan mengatakan, tema ini diangkat karena tujuan agama adalah mewujudkan keadilan dengan sebaik-baiknya.
“Agama diturunkan menegakkan keadilan, sehingga tidak terdapat diskriminasi atau saling menindas, mengalahkan satu dengan lainnya. Semoga dialog ini menambah pengetahuan kita bersama,” katanya.(jejakrekam)