Mengapa Banjarmasin Sering Terendam? Ini Analisis Ketua LPJK Kalsel

0

MEMASUKI musim hujan, genangan air (calap dalam bahasa Banjar) menjadi sesuatu yang tak bisa dihindarkan. Beberapa ruas jalan pun terendam, bahkan memasuki kawasan protokol hingga jalan lingkungan dan pemukiman warga diserbu air.

KETUA Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kalimantan Selatan Subhan Syarief menguraikan ‘kecalapan’ atau beberapa kawasan yang terendam air, memang berkelindan dengan kondisi eksisting Kota Banjarmasin yang berada di bawah permukaan air laut.

“Dulu, sekitar 30 tahun yang lalu, ada di kisaran 16-17 centimeter dari permukaan air laut. Sekarang, mungkin kurang dari itu, karena ada penelitian dari Politeknik Banjarmasin (Poliban) yang menyebut tiap tahun turun satu centimeter,” kata Subhan Syarief kepada jejakrekam.com di Banjarmasin, Jumat (3/1/2020).

BACA : Diguyur Hujan, Jalanan Banjarmasin Berubah Menjadi Sungai Dadakan

Masalah lainnya, beber Subhan, adalah area resapan dan sungai-baik baik yang kecil, menengah dan besar sudah banyak mati, dangkal dan menyempit akibat dampak pembangunan dan kelalaian dalam menjaganya.

“Padahal, fungsi area resapan dan sungai, termasuk sungai buatan atau kerokandalah sebagai rumah serta jalan hilir mudik air dalam ekosistem alam di Banjarmasin,” ucap arsitek senior dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalsel ini.

Subhan juga memaparkan faktor perubahan kondisi alam atau pemanasan global (global warning) turut menyebabkan ketinggian air laut semakin bertambah. Otomatis, Kota Banjarmasin semakin berada jauh di bawah permukaan laut.

“Saat ini, diprediksi ada sekitar 20 hingga 30 centimeter berada di bawah permukaan air laut. Ya, sebaiknya perlu riset yang lebih mendalam lagi,” kata kandidat doktor hukum konstruksi Universitas Islam Sultan Agung, Semarang ini.

Dengan data yang valid dan berdasar hasil riset mendalam, Subhan mengatakan kondisi kekinian Banjarmasin patut diperhitungkan dalam menangani tata kota ke depan.

BACA JUGA : Hujan Lebat Sebentar, Banjarmasin Sudah Dikepung Banjir

Tentu saja, papar dia, terkait dengan model dan sistem drainase yang dibuat. Saat ini, Subhan justru menilai model dan sistem drainase yang dibangun di Banjarmasin, tidak tepat dan belum bahkan tidak memperhatikan masalah kondisi tinggi rendahnya kawasan permukaan atau daratan permukiman.

“Termasuk, kondisi permukaan air tertinggi saat surut atau diam dan saat musim pasang atau hujan. Sistem drainase juga tidak mengunakan pola segmentasi atau zona. Cenderung dibuat asal jadi, sehingga dampaknya air kesulitan mencapai atau menuju daerah buangan akhirnya atau rumah singgahnya ke area resapan atau sungai,” papar Subhan.

Magister teknik jebolan ITS Surabaya ini menyarankan agar pembangunan model panggung yang diatur peraturan daerah (perda) harus diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan.

“Jangan sampai terjadi pembiaran. Contoh, justru bangunan di samping rumah dinas atau kediaman Walikota Banjarmasin di Komplek Dharma Praja, justru diizinkan menguruk tanah hanya untuk area parkir, bukan bangunan,” sindir Subhan.

Atas dasar itu, mantan Ketua DPP Intakindo Kalsel ini mengungkapkan dalam menangani limpahan atau buangan air melalui saluran drainase atas sejnis, tentu perlu langkah awal yang mendasar, penting dan mendesak.

BACA LAGI : Sistem Drainase Banjarmasin Bermasalah, Ini Saran Ahli dari Intakindo

Apa saja? Subhan mengatakan perlu dipahami kerja alam atau kondisi alamiah yang berpengaruh terhadap kondisi perilaku air atau limpah air hujan di Kota Banjarmasin.

“Segera benahi pola sistem dan model drainase yang ada. Caranya, bisa membuat ‘jalan tol’ untuk air dengan sistem yang terbuka serta berpola ada ‘rumah singgah’,” katanya.

Subhan juga mengusulkan segera dibuat sistem zonasi untuk membagi atau memilah tempat berkumpulnya air. Dengan kata lain, dibangun rumah penampungan air sebagai area resapan air.

BACA LAGI : Benahi Jaringan Drainase di Banjarmasin Disuntik Dana Rp 4,8 Miliar

“Terapkan bahkan jika perlu diperkuat lagi perda rumah panggung dalam persyaratan teknis perizinan bangunan di Kota Banjarmasin. Semua itu, harus diawali dengan pembuatan roadmap (peta bergerak) terpadu terkait suangi, daerah resapan serta drainase yang ada di kota ini,” pungkas Subhan.(jejakrekam)

Penulis Siti Nurdianti
Editor Ddi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.