Melawan Arus, Film Pangeran Antasari Tayang di Panggung Tipakan

0

TANAH masih becek. Udara lembab dingin. Malam makin meninggi. Namun para pelanggan Warung Kopi Gula Aren Jahe (Warkop Gulaja) Paklik Mukaram bersama pegiat Panggung Tipakan, masih setia bertahan di tempatnya masing-masing di halaman Warkop Gulaja Sei Andai, Banjarmasin, Minggu (15/12/2019) malam.

SENIMAN dan budayawan Imam Bukhori yang juga pemilik warkop bersama pegiat Panggung Tipakan menggelar nonton bareng (nobar) film bioskop Pangeran Antasari dan beberapa sajian musikalisasi puisi.

Meskipun udara cukup dingin sisa dari turunnya rahmat Tuhan pada sore hari, namun situasi tersebut tidak menyurutkan animo pelanggan Warkop Gulaja dan warga sekitar.

Mereka tetap setia menikmati tontonan gratis film bioskop Pangeran Antasari serta beberapa tampilan musikalisasi puisi. Bahkan di antara pelanggan yang hadir, hadir Ilham Noor, Sekretaris DPD Partai Gerindra Kalsel sekaligus mantan anggota DPRD Provinsi Kalsel.

BACA : Usai Antasari, Pejuang Banjar Lainnya akan Difilmkan

Menurut aktor yang memerankan tokoh antagonis dalam film tersebut Mukarram alias Sengkuni era Perang Banjar, Imam Bukhori, dalam hidup ini tidak ada pilihan lain selain memberi, memberi, dan memberi.

“Warkop dan gelaran nobar film serta tampilan musikalisasi puisi dari teman teman seniman itu adalah alat. Sedang substansi dari acara tersebut adalah menebar kebaikan,” ucapnya.

“Menonton film sejarah, sejatinya bagian dari upaya literasi sejarah itu sendiri, yang pada gilirannya diharapkan turut serta dalam menghidupkan sejarah Banjar di tengah derasnya terjangan budaya asing dan aseng,” tutur Imam Bukhori saat acara dimulai di Panggung Tipakan.

Belum lama ini, ada dua kongres yang tergelar, yaitu Kongres Budaya Banjar dihelat Pemprov Kalsel. Sedang Kongres Bahasa Banjar, diadakan oleh Pemkot Banjarmasin.

BACA JUGA : Kisah Tragis Demang Lehman dalam Film Panglima Tanpa Kepala

Imam Bukhori mengatakan dari dua kongres tersebut oleh budayawan serta pemerintah daerah setempat adalah merupakan wujud dari rasa keprihatinan akan hegemoni budaya luar terhadap budaya lokal. Hal ini sekaligus sebagai upaya penyelamatan terhadap eksistensi nilai nilai kearifan lokal yang dalam hal ini adalah budaya Banjar.

“Selain dua kongres tersebut, di Kalsel sendiri juga telah memiliki beberapa even acara serta komunitas seni dan sastra, seperti Aruh Sastra, Tadarus Puisi, Poetry in Action, Akademi Bangku Panjang Minggu Raya, Kindai Seni, Kampung Buku, Dialektika Sastra, Panggung Tipakan, Taman Budaya, dan masih banyak lagi,” tutur mantan wartawan ini.

Menurut Imam, semua itu substansinya adalah dalam rangka mempertahankan eksistensi budaya Banjar. Pasca usai pemutaran film, acara Panggung Tipakan diteruskan dengan diskusi ala warkop yang mengalir secara egaliter.(jejakrekam)

Penulis Siti Nurdianti
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.