Ruang Publik, Fasilitas Publik Terancam Dirampas

0

BAGAIMANA ruang publik dan fasilitas publik di sekitar kita? Apakah ramah bagi semua orang? Apakah memberi rasa keadilan? Itulah yang dipotret dan dituangkan dalam buku bertema ruang publik fasilitas publik. Buku tersebut layak dibaca, karena mewakili suara publik, dan sekaligus menyuarakan persoalan publik.

BUKU ini mengangkat banyak hal tentang ruang publik dan fasilitas publik. Terutama yang ada di sekitar kita. Keseharian yang kita lihat dan nikmati. Bahkan pada soal-soal yang dianggap sepele, misalnya toilet, jarang diperhatikan bagaimana kondisi toilet di pelayanan publik kita, termasuk toilet umum yang ada di ruang publik,” kata Firhansyah, membuka perbincangan Palidangan Noorhalis di Pro 1 RRI Banjarmasin, Kamis (14/11/2019).

Maulana Achmadi sebagai kontributor dalam buku ini, mengatakan menyoroti soal jalan dan trotoar. Jalan sudah semakin padat oleh kendaraan dan mobil pribadi, sementara tidak ada solusi menyangkut transportasi publik. Begitu pula dengan trotoar, kondisinya belum ramah bagi semua pejalan kaki. Berebut dengan parkir, pedagang kaki lima, dan berbagai proyek penghijauan. Sungai, semestinya dapat menjadi alternatif. Kalau transportasi sungai dibenahi akan sangat unit dan mengembalikan Banjarmasin sebagai kota sungai.

Zayanti Mandasari, yang juga kontributor buku, mengatakan dalam buku ini mencoba menyoroti hak disabilitas terhadap wisata sungai. Klotok dan fasilitas pelabuhan yang melayani wisata sungai, sangat tidak akses terhadap pengguna kursi roda. Begitu juga bagi yang buta. “Sangat tidak ramah. Dengan demikian, wisata sungai kita belum akses, belum layak. Belum memberi rasa keadilan bagi semua kalangan,” katanya.

“Semua tulisan yang dituangkan dalam buku ini, merupakan cerita nyata, bukan imajiner. Para penulis yang merupakan asisten Ombudsman RI Perwakilan Kalsel, mengalami langsung karena menangani laporan dan setelah selesai, menuangkannya dalam bentuk tulisan, bahkan di beberapa tulisan, juga dilengkapi data-data yang valid,” kata Firhansyah, ketika ditanya oleh Noorhalis Majid, selaku pemandu Palidangan Noohalis, soal inspirasi dari substansi tulisan yang dibuat.

BACA : Membangun Pelayanan Publik Di Era Disruption 4.0

Siapa yang harus membaca buku ini? tanya Noorhali kepada Zayanti. Menurutnya, pejabat pemerintah harus membaca buku ini. karena sebagian yang ditulis, merupakan kasus berulang. Sehingga dapat menjadi referensi untuk melakukan perbaikan.

“Buku ini merupakan cara literasi dalam menyampaikan persoalan pelayanan publik. Agar menjadi media dalam melakukan perbaikan. Dapat menjadi rujukan untuk berbenah. Kami kira, pemerintah harus terus melakukan pembenahan, karena itu buku ini sangat penting untuk dibaca,” lanjut Zayanti.

Maulana Achmadi setuju dengan pendapat Zayanti. Utamanya kepala daerah, harus membaca buku ini. Bagi kami, buku ini menjadi media dalam menyampaikan banyak hal yang sudah diselesaikan oleh Ombudsman.

Instansi lain mungkin juga mengalami seperti yang dilakukan Ombudsman, menangani berbagai laporan dan keluhan masyarakat. Namun mereka tidak menuliskannya. Sehingga tidak menjadi pelajaran bagi orang lain.

BACA JUGA : Fenomena Disruption Menuntut Pelayanan Publik Berubah

“Buku ini cukup tebal, 348 halaman, dan ini buku kelima yang sudah ditulis tim Ombudsman RI Perwakilan Kalsel. Semua tulisannya sangat fokus ada kasus-kasus yang berhubungan dengan ruang publik dan fasilitas publik,” kata Firhansyah.

Sejumlah pendengar Palidangan Noorhalis, menyampaikan tanggapannya. Saddam di Kotabaru, menanyakan kenapa sampai terpikir menulis buku ruang publik fasilitas publik? Apa yang melatarinya? Sebaiknya persoalan tersebut bukan hanya ditulis, juga dikoordinasikan dengan instansi terkait agar ada perbaikan.

Opung di Banjarmasin, mengusulkan agar diskusinya dibikin per isu, misalnya fasilitas publik di pelabuhan, di pasar. Dengan mengupasnya lebih detil, akan membantu perbaikan pelayanan publik.

Hariyadi di Tabalong, menanyakan kemana melaporkan trotoar ambrol? Lokasinya di belakang BRI Pasat Tanjung. Juga soal trotoar yang putus-putus, tidak menjadi satu, sehingga tidak benar-benar memberi manfaat bagi pejalan kaki.

“Buku ini mengangkat fakta-fakta yang memprihatinkan. Misalnya ketika kami melihat satu sekolah dengan murid 500 orang, toilet yang tersedia hanya 1 buah, bisa dibayangkan bagaimana mereka berebut menggunakan tolilet yang hanya satu buah tersebut,” kata Firhansyah.

BACA JUGA : Pelayanan Publik Tak Memuaskan, Masyarakat Diminta Untuk Sadar Lapor

“Buku ini merupakan senjata kami mengedukasi masyarakat,” kata Zayanti. Juga menjadi senjata ketika berhadapan dengan kepala daerah atau kepala SKPD, bahwa ada bukti laporan yang berulang dan harus menjadi perhatian. Selama ini kepala daerah dan SKPD suka mengelak, ngeles. Maka cerita yang ada pada buku ini merupakan bukti yang bisa dibaca. Kami juga ingin mengedukasi masyarakat tentang hak-haknya sebagai warga negara.

“Buku ini bagi kami merupakan warisan, agar ada sesuatu yang bisa ditinggalkan. Menjadi pelajaran untuk melihat kasus-kasus pelayanan publik, suatu hari, pasti menarik ketka zaman sudah berubah sedemikian rupa,” kata Maulana.

“Tidak semuanya berisi kritik, juga banyak apresiasi. Karena bila itu baik, kami tulis baik, bila jelek, kami sampaikan kritik dan saran perbaikan. Kalau memang diskusi berikutnya kita pecah menjadi perbagian yang dianggap menarik dalam rangka mengerucutkan isu apa yang mau didorong diperbaiki, tentu kami sangat senang,” lanjut Maulana.

Zayanti menambahkan, semua cerita yang ada pada buku ini sudah ditindaklanjuti. Ini adalah pengalaman yang dituliskan, sehingga apakah sudah diperbaiki, jawabnya iya, sudah ditindaklanjuti, sudah ada perbaikan. “Bahwa kemudian masih berulang, karena itu kami tulis buku ini agar menjadi pelajaran,” katanya.

BACA JUGA : Seminar Internasional Ombudsman Bahas Pelayanan Publik Yang Lebih Baik

Apa pesan yang ingin disampaikan kepada para pendengar, kata Noorhalis Majid. “Pesan saya, baca buku ini, yang berminat silahkan kirim nomor WA ke 0821 5353 0202, kami akan mengirim e-book, agar bisa dibaca dengan leluasa,” kata Firhansyah.

Pihaknya juga berpesan, mari menjadi masyarakat yang sadar akan hak-hak pelayanan publik. Menjadi masyarakat yang kritis, berani lapor bila ada pelayanan publik yang berjalan tidak semestinya.(jejakrekam)

Penulis Andi Oktaviani
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.