Paribasa Banjar ; Cacap Igutan

Oleh : Noorhalis Majid

0

SEMULA ungkapan ini lahir dari aktivitas makan rujak, pencok. Ada orang yang mencecap rujak ke sambal, kecap atau garam. Menggigitnya, lalu mencecap lagi, menggigit lagi, mengecap lagi.  Itu  yang dinamakan cacap igutan. Yang seperti itu biasanya ditegur, karena membuat jijik, galianan, muyak, bosan melihatnya.

CACAP igutan kemudian menjadi paribasa atau peribahasa dalam bahasa Banjar, Kalimantan Selatan untuk menggambarkan seorang yang tidak konsisen, tidak punya pendirian. Berbeda dengan japai lapasan.  Japai lapasan maknanya tidak tuntas dalam bekerja lalu ditinggalkan, atau kada manuntung dalam bagawi.

Cacap igutan merupakan aktifitas bolak-balik, berulang-ulang pada soal yang sama, sebagai bentuk ketidak konsistenan. Dalam perdagangan, ada orang yang membeli suatu barang, lalu menjualnya lagi, kemudian membelinya lagi, menjual lagi, pada barang yang sama.

BACA : Paribasa Banjar; Hundang Bapadah Ratik

Pun dalam soal yang lain, misalnya dalam menerima pendapat, atau gagasan. Sebentar menerima, lalu menolak, menerima, menolak lagi, padahal gagasannya sama. Dalam soal hubungan personal, perkawanan, bila sebentar berkawan, bermusuhan, berkawan, bermusuhan lagi, itupun biasa disebut cacap igutan.

Ketidakkonsistenan pada sesuatu, padahal sangat mungkin tetap konsisten, karena tidak ada alasan yang kuat untuk tidak konsisten. Hanya karena sikap, pendirian yang gamang, ketidak konsistenan itu terjadi.

Dalam banyak hal, sangat diperlukan sikap konsisten, memiliki pendirian dan komitmen yang kuat. Paribasa ini mengajarkan agar berkomitmen pada sesuatu yang diangap prinsip. Menggambarkan karakter. Bila pada sesuatu yang bersifat prinsif saja tidak mampu berkomitmen, boleh jadi ada problem pada karakter.

BACA JUGA : Paribasa Banjar; Dimamah Hanyar Ditaguk Penuh Makna

Konsisten dan komitmen, sesuatu yang mudah diucapkan, sulit dilaksanakan. Selalu saja ada banyak hal membuat sulit berkomitmen. Apalagi  fragmatisme menjadi gaya dan pilihan agar mampu bertahan hidup. Seolah fragmatisme menjadi strategi jitu. Padahal merupakan bentuk rapuhnya karakter.

Pada sesuatu yang sangat penting dan mendasar menyangkut konsistensi, paribasa Banjar mengungkapkannya dengan sangat renyah, agar mudah diingat dan selalu menjadi pelajaran, jangan cacap igutan. Orang muyak, bosan melihatnya. (jejakrekam)

Penulis adalah Kepala Perwakilan Ombdusman Provinsi Kalsel

Pemerhati Budaya dan Bahasa Banjar

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2019/11/13/paribasa-banjar-cacap-igutan/

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.