Model Pemimpin yang Layak untuk Daerah Penyangga IKN (1)

Oleh : Subhan Syarief

0

KALIMANTAN Selatan menjadi salah satu daerah penyangga ibukota negara (IKN), usai pengumuman pemindahan IKN dari Jakarta ke Kalimantan Timur, tepatnya di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutaikertanegara. Lantas seperti sosok pemimpin itu?

BERTEPATAN dengan even politik lima tahun atau pilkada, Kalimantan Selatan juga menggelar pemilihan gubernur-wakil gubernur plus pemilihan bupati-wakil walikota dan walikota-wakil walikota di tujuh kabupaten/kota di Kalsel.

Model kepemimpinan yang mana paling cocok? Mencermati kondisi terkait proses kepemimpinan saat ini dan gejala kedepan maka paradigma baru dalam etika menjadi pemimpin atau memilih pemimpin menjadi faktor utama sepatutnya bisa diformat ulang. Bagaimana pun pemimpin bukan sosok pedagang.

Etika secara umum adalah sebuah nilai atau kualitas  yang menentukan atau mengarahkan bagaimana semestinya manusia bertindak/bersikap dengan mempertimbangkan atau berlandaskan baik dan buruknya produk tingkah laku/tindakan manusia tersebut.

BACA : Terdampak Ibukota Negara Baru, Kalsel Harus Segera Ubah RPJMD

Dengan begitu, etika Kepemimpinan bisa diartikan nilai (kualitas) kemampuan seorang pemimpin ketika menentukan model arah tujuan tindakan dan kebijakan kepemimpinannya (visoner) selalu dalam kerangka pengabdian kepada rakyat atau masyarakat dalam wujud sebenarnya.

Nah, filosofi etika atau moralitas dasar bahkan utama seorang pemimpin adalah ketika pemimpin tersebut mengutamakan melayani dan menjaga kepentingan rakyat (wujud nyata bukan retorika) dalam mencapai keadilan , kesejahteraan, kemakmuran, keamanan dan kedamaian.

Sebab, falsafah pemimpin adalah pelayan rakyat.  Pemimpin selalu merugi dan paling akhir menikmati kesejahteraan dan kenyamanan adalah menjadi sebuah keniscayaan yang kedepan harus dimunculkan secara wujud nyata.

BACA JUGA : Jadi Daerah Penyangga Ibukota Negara, Kalsel Bakal Tersentuh Perubahan

Dampak IKN baik dari sisi positif ataupun negatif akan menjadi hal penting untuk diperhatikan oleh pemimpin ke depan. Terutama, dalam memperkuat ketahanan dan kemampuan akselerasi daerahnya di semua segi aktivitas kehidupan masyarakat (keamanan, sosial, adat istiadat dan budaya, perubahan kondisi alam, pembangunan infrastruktur, demografi ‘dadakan dan sebagainya.

Melihat kondisi terkait IKN ini, maka model pemimpin ke depan diharuskan memiliki kemampuan akselerasi & tingkat kinerja ‘kepemimpinan’ yang tidak hanya mampu bicara dan berkarya di tingkat regional, tapi juga mampu secara nasional dan bahkan internasional. Inilah yang mungkin disebut sebagai paradigma baru dalam kepemimpinan ke depan dan kepemimpinan menyongsong IKN.

Apakah model kepemimpinan yang ada atau terbentuk saat ini sudah menuju ke sana? Bagaimana Kalsel menyikapinya sebagai daerah penyangga IKN?

Proses awal IKN adalah terkait dengan penyediaan infrastruktur dan dipastikan akan semarak dengan pembangunan. Otomatis, kebutuhan SDM/pekerja konstruksi, rantai pasok material konstruksi, perusahaan konstruksi dan lainnya dipastikan akan sangat besar dan berprospek untuk bisa dimanfaatkan oleh daerah penyangga.

BACA LAGI : Berbiaya Rp 446 Triliun, Gubernur Sahbirin Optimistis Kalsel Jadi Ibukota Negara

Konsepsi makro yang tertuang dalam gagasan pembangunan fisik IKN terungkap salah satunya adalah akan fokus untuk membentuk kota (IKN) yang cerdas, modern berwawasan internasional, beridentitas bangsa, berkelanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi.

Prediksi awal alokasi biaya IKN dengan penyediaan infrastuktur mencapai Rp 500 triliun, terdiri dari pembangunan istana , kantor lembaga negara, bangunan strategis TNI/Polri sekitar Rp 65,4 triliun sebagai fungsi utama.

Berikutnya, rumah dinas ASN/TNI/Polri, sarana pendidikan dan kesehatan, hunian non ASN sekitar Rp 243,5 triliun sebagai fungsi pendukung. Lalu, fasilitas sarana dan prasarana dan ruang terbuka hijau (RTH) sebagai fasilitas penunjang sekitar Rp 149,2 triliun dan kebutuhan lahan sekitar Rp 8 triliun. (Sumber Bappenas/Kementerian PUPR tahun 2019).

Ilustrasi Kebutuhan Sumber Daya

Bisa diilustrasikan kebutuhan sumber daya menyangkut material, peralatan dan pekerja pada tahapan pembangunan infrastruktur fisik pada periode 2020 – 2025) sebagai berikut :

Material aspal diperkirakan sekitar hampir 5 juta ton, sementara Kalimantan tidak punya pasokan sumber aspal. Begitupula, material semen hampir 21 juta, dengan kemampuan pasokan Kalimantan hanya mampu menyediakan  sekitar 5 juta hingga 6 juta ton.

BACA LAGI : Jika Ibukota Pindah ke Kalimantan Bisa Gairahkan Industri Jasa Konstruksi

Material baja konstruksi sekitar 6 juta ton. Lagi-lagi, kemampuan pasokan Kalimantan belum jelas, walau sudah ada pembangunan pabrik baja di kalsel, tepatnya di Kabupaten Tanah Bumbu.

Material beton pracetak sekitar 27 juta ton, sedangkan kemampuan pasokan Kalimantan tahun 2018, baru sekitar 48 ribu ton. Lain lagi dengan peralatan konstruksi dibutuhkan sekitar 150 ribu unit. Di Kalimantan sendiri, hanya ada sekitar 2 ribu unit. Tenaga kerja konstruksi yang dibutuhkan untuk tenaga terampil sebanyak 3 juta dan tenaga ahli sebanyak 600 ribu (Sumber estimasi dari Kementerian PUPR).(jejakrekam/bersambung).

Penulis adalah Ketua LPJK Provinsi Kalimantan Selatan

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.