Sentuhan TMMD Bangkitkan Semangat Hidup Warga Dusun Libaru Sungkai

Oleh : Sugianoor

0

PAGI itu, sinar mentari dari ufuk timur mulai samar menembus rimbun pepohonan. Tumbuh berdesakan memenuhi tiap jengkal tanah di atas hamparan gunung yang mengelilingi Dusun Libaru Sungkai, anak Desa Binuang Santang, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan.

JUPRIANSYAH, warga Dusun Libaru Sungkai masih duduk asyik menikmati teh manis, ditemani singkong rebus buatan sang istri. Duduk dengan santai sembari menerawang jauh. Pikirannya membayangkan betapa perubahan drastis yang telah terjadi dengan kondisi kampung. Di mana, dirinya dilahirkan dan dibesarkan, usai tersentuh program dari pemerintah melalui Kementerian Sosial.

Sesekali, Jupriansyah mengisap dalam-dalam rokok kretek. Pemuda berperawakan kecil ini seakan tak percaya, jika Libaru Sungkai telah berubah lebih baik. Sebuah kawasan pemukiman masyarakat adat Dayak Meratus. Ada sekitar 80 buah rumah berbahan kayu tersusun apik, sebuah karya lawas dari program Kementerian Sosial lewat program Kawasan Adat Terpencil (KAT).

Program nasional itu pun telah menyapa kampung di lereng Pegunungan Meratus beberapa tahun silam telah menjelma menjadi tanah tinggalnya bersama warga lainnya. Ya, berubah drastis, jika dibanding beberapa minggu lalu, sebelum ada derap langkah aparat berseragam loreng TNI bercokol di dusunnya.

Renungan dalam pikiran pemuda asli warga Dayak Meratus ini,  bukan tanpa sebab. Ini karena dirinya masih ingat persis bagaimana dirinya dan bersama 243 warga atau 75 kepala keluarga (KK) berdasar data ada tinggal di Dusun Libaru Sungkai, harus berjuang peluh keringat. Hanya sekadar untuk menjual hasil kebun atau mengunjungi sanak famili yang berada di Desa Induk Binuang Santang.

Ini lantaran jalan setapak yang menjadi akses utama penghubung kampungnya dengan desa induk hanya bisa ditempuh berjalan kaki. Jika pun pakai kendaraan roda dua, harus ekstra hati-hati karena bisa bertaruh nyawa, ketika melintas di jalan setapak di tepi jurang menganga itu.

Dulu, kenang Jupriansyah yang merupakan Ketua RT 03 Binuang Santang, perlu waktu cukup lama untuk menembus lebatnya hutan. Kisarannya dua hingga tiga jam, dengan jalan kaki. Mendaki bukit yang naik turun, hingga menyeberangi sungai berarus deras.

Jika mengendarai sepeda motor untuk menuju ke Desa Binuang Santang, harus benar-benar mahir mengendalikan stang motor. Bagaimana tidak, jalan yang dilalui berupa jalan menyisir punggung gunung. Terpeleset sedikit, sudah berada di tepi jurang. Untungnya, kini jalan itu telah relatif lebih aman, karena telah diperbaiki walau menggunakan alat sederhana seperti cangkul.

Terancam terisolir, begitulah yang dirasakan Jupriansyah. Penderitaan mereka selama ini akibat tak adanya akses infrastruktur jalan yang memadai. Jalan yang bisa menjamah kampung. Bagi Jupri begitu dirinya dipanggil, penderitaan itu makin lengkap, ketika warga kampungnya harus mengangkut hasil pertanian untuk ditukar dengan lembaran uang, atau membawa kebutuhan lain di kampung sebelah.

Ya, selama ini, baik Jupri dan warga lainnya mengandalkan hasil perkebunan seperti pisang, kemiri maupun karet untuk dijual ke Binuang Santang maupun desa di sekitarnya. “Hal ini juga kami rasakan jika ingin berobat. Bahkan, beberapa kejadian, pernah kami harus memikul warga yang sakit untuk keluar desa guna mendapatkan perawatan di puskesmas maupun rumah sakit,’’ kenang Jupri.

Karena akses jalan yang terbatas, dampaknya dirasakan bagi warga di bawah binaan Desa Binuang Santang adalah tak tersedianya fasilitas umum seperti sekelas puskesmas atau lainnya.

“Jangankan bicara listrik dan sinyal ponsel untuk komunikasi, pelayanan kesehatan pun masih sistem kunjungan. Yang waktunya tak menentu bahkan bisa berbulan-bulan baru ada. Tapi syukurnya, ada sekolah SD dan SMP satu atap yang dibangun pemerintah, beberapa tahun lalu,’’ kata Jupri.

Ia mengatakan bukan hanya dirinya, namun apa yang diceritakan juga dirasakan warga lainnya. Mereka pun sempat berpikir, warga Libura Sungkai bukan menjadi bagian dari wilayah pemerintahan yang ada. Betapa tidak, selama bertahun-tahun tak tersentuh kue pembangunan seperti dirasakan desa tetangga, misalkan.

Namun, kondisi itu kini makin membaik. Jupri pun bersyukur keterisoliran itu akhirnya menemukan jalan. Itu ketika program Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-106 tahun 2019 yang dihelat Kodim 1001/Amuntai-Balangan, ternyata menyentuh kampungnya.

“Kini dengan adanya pembangunan akses jalan sepanjang 3,5 kilometer dalam bentuk cor beton telah mengakhiri kesulitan kami selama ini,’’ ucap Jupri.

Senada itu, Sardiansyah, warga Libura Sungkai lainnya merasakan dampaknya. Sekarang, waktu tempuh menjadi lebih cepat. Dari sisi keamanan saat melintas jalan yang dibangun TMMD ke-106, benar-benar menghilangkan rasa tak nyaman dan mengancam keselamatan.  Sahrul dan Jupri pun merasakan kini predikat daerah terbelakang, terisolir dan terpencil, bisa dibuang jauh-jauh usai tersentuh program TMMD.

Bukan hanya stigma terbelakang, terisolir dan terpencil yang akan hilang, Sardiansyah pun mengaku kini perasaan merasa terpinggirkan, tak diperhatikan dan tak anggap juga berangsur-angsur akan hilang.

“Kami juga yakin semangat hidup masyarakat di sini akan bertambah. Ya, karena keterhubungan dengan daerah luar semakin mudah, di mana salah satu dampaknya tentu akses perekonomian masyarakat yang semakin mudah dengan adanya infrastruktur yang memadai ini,’’ ungkapnya.

Lebih jauh, Sardiansyah menyebut  dampak pelaksanaan TMMD ke-106 ini bukan hanya jalan yang mempermudah mobilisasi masyarakat yang didapat, tapi juga merasakan pemerataan pembangunan yang selama ini jauh dari pikiran dan dirasakan masyarakat. Otomatis, ketika tersentuh derap pembangunan justru makin memantapkan kesadaran dalam berbangsa, bernegara, bela negara dan disiplin nasional.

“Kami masyarakat Libaru Sungkai khususnya dan Binuang Santang tentunya, sangat berterima kasih kepada TNI dan pemerintah karena telah menciptakan kenyamanan serta telah membantu dan meringankan beban kami melalui program TMMD ini,” ucapnya.

Sebelumnya, Dansatgas TMMD 106 TA 2019 Kodim 1001/Amuntai-Balangan, Letkol Inf Ali Ahmad Satriyadi menyampaikan, dipilihnya Desa Binuang Santang dan Dusun Libaru Sungkai sebagai pusat pelaksaan program TMMD merupakan kelanjutan dari program ABRI Masuk Desa yang dimulai sejak tahun 1980.

Program itu dilaksanakan secara terpadu antara TNI, pemerintah dan masyarakat ini tidak terlepas dari tujuan pelaksanaan TMMD itu sendiri.

“Untuk mencapai Dusun Libaru Sungkai, kita harus menempuh jarak sekitar 54 kilometer dari Paringin ibukota Kabupaten Balangan mengunakan kendaraan dua maupun mobil. Ya, tentunya dengan akses jalan yang tidak bisa dikatakan bagus kondisinya,” papar Ali Ahmad Satriyadi.

Bahkan, perwira menengah TNI AD dari jajaran Kodam VI/Mulawarman ini mengenang ketika dirinya bersama para prajurit harus berjalan kaki menempuh jarak sekitar 12 kilometer dengan durasi waktu sekitar 2 jam lebih dari Binuang Santang mencapai dusun yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kotabaru itu.

Bagi sang letnan kolonel dari kesatuan infanteri ini, salah satu tujuan kegiatan TMMD adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan dan memantapkan kesadaran bermasyarakat, berbangsa, bernegara, bela negara dan disiplin nasional.

“Kami menganggap Binuang Santang dan Libaru Sungkai sebagai daerah yang paling pas untuk program TMMD yang telah berlangsung selama lebih dari 37 tahun ini. Apalagi, sebagian besar wilayah Binuang Santang khususnya Libaru Sungkai merupakan daerah yang masih tertinggal, terpencil dan terisolir, sehingga keberadaan TNI untuk membangun sarana prasarana dan infrastruktur di wilayah ini masih sangat relevan,” bebernya,

Hal ini, menurut Letkol Inf Ali Ahmad Satriyadi, tidak terlepas dari posisi TMMD dapat dipandang dari dua segi. Yakni, pertama, TMMD merupakan keterlibatan TNI dalam pembangunan pedesaan. Kedua, wujud TNI dalam kesederhanaan, kebersamaan dan koordinasi lintas sektor yang melibatkan masyarakat secara langsung.

“Tujuan utama  TMMD adalah dalam rangka pemerataan pembangunan nasional untuk lebih sejahtera, adil dan gotong royong serta dalam rangka memperkuat kemanunggalan antara TNI dengan masyarakat,’’ paparnya.

Masih menurut sang letkol ini, khusus pelaksanaan TMMD 106 ini terdiri dari sasaran fisik pokok antara lain menimbun sirtu sepanjang jalan sekitar 3.554 meter (3,5 kilometer) dengan lebar 1,4 meter, tinggi 15 cm ditambah cor beton sepanjang jalan 3.554 meter lebar 1,6 meter dengan tinggi 15 centimeter.

Sasaran tambahan berupa bedah rumah sebanyak dua unit. Yakni, satu unit untuk kegiatan bakti sosial, pengobatan massal khitanan massal, donor darah, pelayanan KB dan pasar murah dan berbagai penyuluhan termasuk pemberian wawasan kebangsaan.

“Program TMMD tidak sebatas pembangunan fisik saja, tetapi juga untuk mewujudkan semangat juang dan terciptanya kemanunggalan TNI-Rakyat serta dalam rangka membantu program pemerintah dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat. Sinergitas dan kemanunggalan TNI dengan rakyat inilah menjadi suatu kekuatan luar biasa untuk memajukan desa guna mengatasi berbagai persoalan yang ada,’’ pungkasn sang komandan ini.(jejakrekam)

Penulis adalah Jurnalis di Paringin, Kabupaten Balangan

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.