Perang Banjar di Hulu Barito dan Karamnya Onrust (2)

Oleh : Mansyur ‘Sammy’

0

MENGENAI tenggelamnya Kapal Onrust banyak dituliskan dalam karya penulis lokal dalam berbagai goresan penanya. Mereka pun sepakat mengangkat peristiwa tragis kapal canggih milik kolonial Belanda yang tenggelam di perairan hulu Sungai Barito, ketika itu merupakan medan perang dahsyat.

SEPERTI Ahmad Basuni, Pangeran Antasari: Pahlawan Kemerdekaan Nasional Dari Kalimantan, (Jakarta: Bina Ilmu, 1986). Kemudian, Helius Sjamsuddin, Pegustian Dan Temenggung: Akar Sosial, Politik, Etnis, Dan Dinasti Perlawanan Di Kalimantan Selatan Dan Kalimantan Tengah, 1859-1906 (Jakarta: Balai Pustaka, 2001); Mukeri Inas, Tenggelamnya Onrust di Lalutung Tuor (1859) dan Perang Tongka Montallat 1861 ( Malang: Surya Kencana, 2009) serta Gusti Mayur, Perang Banjar (Banjarmasin: Rapi, 1979.

Selanjutnya karya R. Z. Leirissa, Sejarah Sosial Daerah Kalimantan Selatan, (Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional (Indonesia), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasis Sejarah Nasional, 1984), hingga Mohamad Idwar Saleh, Lukisan “Perang Banjar” 1859-1865, (Banjarmasin: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Proyek Pengembangan Permuseuman Kalimantan Selatan, Museum Negeri Lambung Mangkurat Propinsi Kalimantan Selatan, 1980).

BACA : Tenggelamnya Onrut, Kapal Modern dari Feyenoord dalam Perang Banjar (1)

Pertanyaan yang mengemuka, apakah Pahlawan Nasional Antasari terlibat dalam peristiwa penenggelaman Kapal Onrust? Sebelum menenggelamkan Kapal Onrust dalam kurun waktu tahun 1859, pasukan Pangeran Antasari dan beberapa tokoh-tokoh perang melakukan perundingan atau pertemuan di wilayah Guieyu (Huyut) yaitu di rumah Temanggung Ariapati.

Hasil dari pertemuan tersebut dibagi menjadi dua. Pertama Pangeran Antasari disimpan tidak mengikuti perang menenggelamkan Kapal Onrust, karena Pangeran Antasari  menjadi target pihak Belanda untuk dicari dan ditangkap.

Kedua, Temanggung Surapati ditetapkan menjadi perunding dengan pihak Belanda dan sekaligus menjadi pimpinan perang. Mereka juga mengatur siasat agar Temanggung Surapati berupaya mengulur dan mengukur waktu dalam pertemuan untuk mempersiapkan pasukan dan kesempatan untuk melaksanakan amuk Perang Barupit.

Itulah sebabnya  perundingan di Kapal Onrust antara Temanggung Surapati dan Letnan Laut Vander  Velde gagal karena Temanggung Surapati memang sudah merancang demikian agar terjadi dialog yang panjang atas ketidakhadiran Pangeran Antasari.

Pertemuan di Huyut ini masih berada di sekitar Tewh, satu wilayah dengan Lalutung Tour, Kecamatan Teweh Baru, Kabupaten Barito Utara, sekarang wilayah Kalimantan Tengah. Bahkan, P.N van Kampen, tahun 1869 menuliskan dalam Aardrijkskundig en statistisch woordenboek van Nederlandsch Indie, Volume 2 tentang Lalutung Tour atau lontontour.

BACA LAGI : Politik Belah Bambu Snouck Dalam Perang Banjar

Menurut van Kampen, lontontour adalah distrik di Afdeeling Borneo (Kalimantan) bagaian tenggara di wilayah Kesultanan Banjar, Tepatnya di tepi barat Barito, dekat wilayah Tewil, jaraknya 211 mil dari laut. Pada daerah ini tinggal Kepala Wilayah Doesoen Uelu dan Distrik pedalaman Siang Murung. Penduduknya terdiri dari sekitar 700 jiwa yang sebagian besar beragama Islam. Pada tepi timur Barito, ada Sungai Teweh, yang lebarnya 200 kaki.

Kedatangan Temenggung Surapati ke Kapal Onrust diikuti putranya yang bernama Temenggung Ibon, beserta 15 punggawa termasuk Gusti Lias, Temenggung Ariapati, Temenggung Mas Anom, Temenggung Kertapati, Anyang dan Uroi serta ratusan anak buahnya, termasuk Temenggung Dihu, Singa Nginuh Anak Nyaru, Panglima Nuri dan Panglima Sogo Teluk Mayang serta 500 orang pasukan Temenggung Surapati.

Komandan kapal Onrust, Van del Velde mengantarkan Tumenggung  Surapati melihat-lihat meriam dengan tujuan membujuk Tumenggung Surapati. Hal ini dilakukan karena peranan Tumenggung Surapati sangat berpengaruh atau penting dalam perang banjar maka pihak Belanda berusaha dengan segala taktik liciknya untuk memikat hati Tumenggung Surapati agar Tumenggung ini tidak melakukan perlawanan terhadap Belanda dan bersedia membantu Belanda untuk menangkap Pangeran Antasari.

Tumenggung Surapati sebagaimana Suku Dayak lainnya sangat setia pada sumpah yang telah diucapkannya dan apapun yang akan terjadi mereka tidak akan menghianati sumpah tersebut. Siasat licik Belanda akan dibalas dengan siasat licik pula, demikian tekad Tumenggung Surapati dengan anak buahnya.

Belanda mempunyai keyakinan bahwa siasatnya berhasil apalagi Tumenggung Surapati telah bersahabat dengan Belanda sebelumnya. Tumenggung Surapati pernah menjamu dengan segala kebesaran dan penuh keramahan terhadap rombongan Civiel Gezaghebber dan Komandan Serdadu Marabahan Letnan I. Bangert dan Stuurman Kapal Cipanas JJ. Meyer pada tahun 1857, dua tahun sebelum terjadinya Perang Banjar.

BACA JUGA : Bubuhan Haji Dalam Perang Banjar Abad Ke-19

Begitu pula anak buah Surapati diajak melihat-lihat kapal perang itu. Menurut kesaksian Haji Muhammad Talib yang selamat dengan melarikan diri bersembunyi menceritakan bahwa kejadian terjadi pada siang hari 26 Desember 1859.

Serdadu Belanda tidak merasa curiga dan mereka tidak mempunyai senjata, kecuali Van del Velde yang memiliki pedang tetap di pinggangnya. Letnan Bangert juga tidak bersenjata. Anak buah Surapati sudah tidak sabar lagi dan ketika Gusti Lias dengan perahu berada di sisi kapal, sebelumnya Temanggung Ibon tak dapat lagi menahan diri setelah melihat seorang anak buahnya didorong oleh seorang Mariner Belanda.

Karena itulah, Temanggung Ibon putera Tumenggung Surapati menghunus mandaunya sambil berteriak teriakan perang dan ini berarti perang amuk dimulai. Mandau Ibon mengenai Letnan Bangert dan jatuh tersungkur.

Mendengar teriakan amuk Temenggung Ibon, maka Temenggung Surapati yang sedang berunding dan minum di geladak kapal bagian atas, serentak Temenggung  Surapati menghunus mandaunya ke dada Letnan I Van der Velde. Meskipun Letnan I Van der Velde sempat melawan dengan menusukkan pedang kecil  perwiranya sehingga melukai bagian dahi Temenggung Surapati.

BACA JUGA : ‘Menggugat’ Kiprah Pangeran Antasari Di Kecamuk Perang Banjar

Pertarungan berjarak dekat, bernaluri tinggi pun terjadi di antara pasukan Temenggung Surapati dan belanda sehingga  berakhir dengan menjadi mayat Van der Velde. Sebenarnya Haji Muhammad Thalib yang merupakan juru runding dari pihak Belanda sudah memeperingatkan Letnan I Van der Velde agar berhati-hati terhadap kemungkinan adanya penghianatan Temenggung Surapati, karena Temenggung Surapati datang membawa begitu banyak anggota  pasukan dengan memakai jukung dan perahu tak beratap.

Selanjutnya kesaksian Haji Muhammad Thalib mengatakan bahwa teriakan perang itu menyebabkan anak buah Surapati berdatangan dengan perahunya mendekati kapal Onrust.

Dalam waktu sekejab sekitar 400-500 orang anak buah Tumenggung Surapati telah berada di atas kapal dan pergumulan perkelahian terjadi. Dalam hal ini meriam dan senapan tidak berbunyi karena perkelahian terjadi dalam jarak dekat. Para pemimpin perang lainnya seperti Tumenggung Aripati, Tumenggung Mas Anom, Tumenggung Kertapati ikut mengamuk di atas kapal Onrust tersebut. Perkelahian itu berlangsung hampir satu jam.

Semua Opsir dan Serdadu Belanda yang berjumlah 90 orang berhasil ditewaskan dan kapal perang Onrust berhasil ditenggelamkan. Yang kemudian diketahui selamat adalah penghubung perundingan Haji Muhammad Thalib yang kemudian menceritakan apa yang terjadi atas kapal Onrust dan baru 31 Desember 1859 sampai Banjarmasin.

BACA LAGI : Film Pangeran Antasari Membuka Epos Perang Banjar

Menurut catatan perang Belanda, bahwa kerugian yang paling besar diderita Belanda adalah dalam Perang Banjar, karena kapal perang berisi senjata beserta Serdadunya terkubur bersama-sama ke dasar Sungai Barito. Tenggelamnya kapal perang “Onrust” sangat mengejutkan dan menggemparkan pihak Belanda, sebaliknya menimbulkan semangat juang yang tinggi.

Adapun perbandingan kekuatan masing-masing kubu Pangeran Antasari dan kubu Ekspedisi Onrust adalah kubu Pangeran Antasari dipimpin Temenggung Surapati dan didampingi Temenggung Ibon, Gusti  Lias, Temenggung Ariapati, Temenggung Mas Anom, Temenggung Kertapati, Mas Adipati, Temenggung Dihu, Singa Nginuh, Nuri Alias Kendet, Panglima Sogo Teluk Mayang, Temenggung Rupa, Demang Kertajaya serta Anyang dan Oroi.

Kemudian terdiri dari rombongan pertama 15 orang, rombongan kedua 60 orang dan rombongan ketiga 500 orang. Kemudian dilengkapi armada perahu jukung dengan persenjataan Mandau, parang rungkup, tombak dan pasukan berasal dari rakyat. Jumlah personilnya sekitar  500 orang lebih dan korban tidak diketahui.

Sementara dari kubu Ekspedisi Onrust, Komandan ekspedisi adalah Letnan I Laut Van Der Velde didampingi Letnan Banger  C, Letnan I Laut Van Perstel, Letnan II Laut Frederick Hendrik Van Der Kop, Braam, Waldeck Johannes Torre, J.B.F. Destree, Josef den Breg dan Dilg (Perwira Kesehatan). Terdiri dari 10 orang Perwira / Bintara, 40 Marinir terlatih dan 43 orang anak buah kapal.(jejakrekam/bersambung)

Penulis adalah Penasihat Komunitas Historia Indonesia Chapter Kalsel

Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (SKS2B) Kalimantan

Dosen Prodi Pendidikan Sejarah FKIP ULM Banjarmasin

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.