Berumur 69 Tahun, Provinsi Kalsel Sudah Dipimpin 15 Gubernur

0

DI ERA Gubernur Rudy Ariffin yang menjabat dua periode 2005-2015, pusat pemerintahan dari Banjarmasin berpindah ke Banjarbaru berbiaya ratusan miliaran. Gedung Bubungan Tinggi yang menjulang di tengah bangunan lainnya di Jalan Jenderal Sudirman pun ditinggalkan. Kini, hanya bangunan itu yang tersisa.

JAS MERAH. Kutipan pidato Presiden Soekarno, sang putra fajar ini masih terngiang untuk mengajak segenap tumpah darah negeri ini agar tak melupakan sejarah. Pidato Bung Karno pada 17 Agustus 1966 itu berbunyi : “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah,”. Makanya, sejarah bisa menjadi bagian penting dalam mengintropeksi diri dan memetik hikmah bagi melangkah ke depan.

Begitu pernyataan Wakil Ketua DPRD Kalsel Asbullah saat membacakan sejarah perjalanan Provinsi Kalimantan Selatan dalam rapat paripurna istimewa Hari Jadi Provinsi Kalsel ke-69 di Gedung DPRD Kalsel, Banjarmasin, Selasa (13/8/2019) lalu.

BACA : Tugu Nol Pal Setinggi 99 Meter Diselimuti Tulisan Lam Jalalah

Sebuah provinsi tertua di Pulau Kalimantan dengan Banjarmasin yang pernah menjadi ibukota Borneo di era Kolonial Belanda. Menurut Asbullah, perjalanan sejarah Kalsel dalam rentang waktu 1900-1950 sangat berpengaruh dalam perjuangan kemerdekaan, dari fase pergerakan merebut kemerdekaan, periode pendudukan Jepang dan periode revolusi fisik tahun 1945 hingga 1949 hingga pengakuan kedaulatan di tahun 1950.

“Dari otonomi Provinsi Kalimantan terbentuk pada 19 Agustus 1945, lewat Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan Borneo sebagai salah satu dari delapan provinsi dari NKRI yang dipimpin seorang gubernur,” beber politisi PPP ini.

Hingga Ir Pangeran Mohammad Noor dilantik Presiden Soekarno sebagai Gubernur Borneo pada 2 September 1945 berkedudukan di Banjarmasin. Hingga akhirnya, lewat peraturan pemerintah dimekarkan lagi menjadi 10 provinsi, salah satunya Provinsi Kalimantan Selatan dengan Gubernur Dr Murdjani yang sempat berkantor di Banjarbaru.

BACA JUGA : Bongkar Kantor Kawasan Gubernuran, Biayanya Rp 1,6 M

Menindaklanjuti itu, Gubernur Murdjani mengeluarkan keputusan bernomor 186/OPP/92/14, tentang pembentukan beberapa kabupaten, daerah istimewa, kotapraja, tertanggal 14 Agustus 1950. Berikutnya, pada 7 Januari 1953, keputusan gubernur dibekukan dan diganti dengan UU Darurat Nomor 2 Tahun 1953 dan UU Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Kalimantan dan Provinsi Kalimantan Selatan.

Presiden Soekarno kembali membagi Pulau Kalimantan di wilayah Indonesia dalam tiga provinsi lewat UU Nomor 25 Tahun 1956 tertanggal 29 November 1956, sehingga Kalimantan dibagi menjadi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.

Sekretaris DPW PPP Kalsel ini mengungkapkan dalam sidang DPRD Tingkat I Provinsi Kalsel lewat keputusannya bernomor 2 Tahun 1989, menetapkan tanggal 14 Agustus 1950, sebagai Hari Jadi Provinsi Kalimantan Selatan.

“Dasarnya adalah fakta sejarah karena 14 Agustus 1950 telah diselenggarakan Pemerintah Provinsi Kalsel yang berkedudukan di Banjarmasin. Sebab, saat itu, sudah dimulai catatan administratif dan ketatapemerintahan yang dijalankan seorang gubernur,” paparnya.

Dari awalnya bernama Provinsi Borneo hingga Kalimantan dan menjadi Kalimantan Selatan hingga sekarang, ada 15 gubernur yang memerintah provinsi ini.

Diawali Gubernur Ir PM Noor (1945-1950), Dr Murdjani (1950-1953), Raden Tumenggung Aria Milono (1953-1957), Gubernur M Syarkawi (1957-1959), H Maksid (1960-1963), H Abu Yajid Bustoni (1963) dan H Aberani Sulaiman (1963-1969).

Kemudian, Gubernur M Yamani (1969-1977), Gubernur Subardjo (1977-1980), Gubernur Mistar Cokrokosumo (1980-1985), dan Gubernur HM Said  (1985-1995) kemudian dilanjutkan Gubernur Gusti H Hasan Aman. Di era otonomi daerah, diawali Gubernur Sjachriel Darham (2000-2005), dan Rudy Ariffin dua periode (2005-2015), dan teranyar Gubernur Sahbirin Noor periode 2016-2021.

BACA JUGA : Layak Calon Ibukota, Paman Birin : Kalsel Ini Titik Nolnya Indonesia!

Dalam mengawal pemerintahan daerah, tercatat ada 16 pimpinan DPRD Provinsi Kalsel, baik yang definit maupun sementara. Mereka dalah H Maksid (1961-1963), H Saadiat (1963-1965), HM Hartum Husien (1965-1968), H Abdul Gani Majedi (1969-1971), H Arief Tanoedipura (1971-1977), H Subagyo (1977-1982), Rachmatullah (1982-1987), HM Yusuf (1987-1992), H Ismail Abdullah (1992-1997), H Sunarto (1997-1999), H Mansyah ADD (1999-2004), H Anang Khairin Noor (2014-2009) dan Kol Inf Nasib Alamsyah (2009-2014).

Dilanjutkan lagi kader Golkar, Hj Normiliyani AS (2014-2016), dan mengisi kekosongan sebagai Plt Ketua DPRD Kalsel H Muhaimin dari PDIP (2016-2017) dan kini Burhanuddin (2017-2019). Saat ini, masih menunggu pelantikan 55 DPRD Kalsel periode 2019-2024, hingga nanti dipilih sang ketua dewan.

Berbeda dengan kantor Gubernur Kalsel yang berdiri kokoh di Banjarmasin, gedung wakil rakyat yang dulu di Jalan Jenderal Sudirman dan sempat digunakan Kantor Bappeda Kalsel telah rata dengan tanah, usai pindah ke Jalan Lambung Mangkurat.(jejakrekam)

Penulis Ipik Gandamana
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.