Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS

0

PENYAKIT ini sangat membahayakan. Mematikan. Belum ada obatnya. Proses penularannya tidak tunggal. Bukan hanya mengancam kelompok rentan. Sekarang ibu rumah tangga juga menjadi korban. Apakah pola hidup sehat, steril penanganan medis dan tidak berganti-ganti pasangan, sudah cukup untuk mencegahnya? Bagaimana perkembangan HIV/AIDS di Kalimantan Selatan? Apa program yang sudah dilakukan agar tidak meluas atau mewabah?

PKBI (Perkumpulan Keluaga Berencana Indonesia) Kalimantan Selatan, sudah lama berdiri. Banyak yang sudah dilakukan. Sekarang ini apa yang menjadi fokus PKBI? “Saya mendengar soal program HIV/AIDS Kenapa tertarik menangani ini, dan bagaimana perkembangan penyakit ini di Kalimantan Selatan?” tanya Noorhalis Majid, selaku pemandu Palidangan Noorhalis, kepada Direktur PKBI Kalimantan Selatan Hapniah.

Soal HIV/AIDS ini ada pada program strategi III yang dimiliki PKBI secara nasional, yaitu pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Jadi ada atau tanpa dana, program ini tetap kami laksanakan. Di Kalsel sendiri sejak tahun 2000 sudah ditemukan kasus. Korbannya ibu rumah tangga. Dengan penanganan yang baik, sampai sekarang ibu tersebut masih hidup dan tetap beraktivitas. Padahal waktu itu penanganannya agak berlebihan. Ketika dibawa ke rumah sakit, sepulang dari rumah sakit, tilam, sprai, dibakar oleh pihak rumah sakit. “Di kampung juga dikucilkan. Bahkan tetangganya, jemuran saja tidak mau berdekatan,” kata Hapniah.

Kasusnya di Kalimantan Selatan sudah mencapai 4.600 kasus. Yang tertinggi di Banjarmasin. Perbandingannya 1:10. Artinya, bila 1 kasus diketahui, maka di bawahnya ada 10 kasus yang belum terungkap. Jadi bila sudah diketahui 4.600 kasus, maka ada 46.000 kasus lagi yang mungkin ada di tengah masyarakat yang tidak diketahui.

Selama ini kita konsen pada kelompok beresiko tinggi, seperti pekerja seks komersial, pengguna narkoba suntik, hubungan sejenis. Tapi kita lupa pada kelompok yang dianggap aman, seperti ibu rumah tangga. Ternyata justru ibu rumah tangga yang sekarang banyak terkena. Tertular dari suaminya yang suka jajan di luar. Parahnya lagi, ibu rumah tangga tidak mau memeriksakan dirinya sendiri. Hubungan sejenis juga sangat rentan. Menjadi berbahaya ketika pelaku hubungan sejenis juga berkeluarga. Akhirnnya buah dari hubungan sejenis, tertular kepada istrinya.

PKBI selama ini mendukung apa yang menjadi target pemerintah hingga tahun 2030, melakukan tiga eliminasi, yaitu zero infeksi baru, zero kesakitan akibat HIV/AIDS, dan zero stigma dan tindakan diskriminasi.

BACA : Meruntuhkan Fenomena Gunung Es HIV/AIDS

Pemerintah sendiri masuk melalui penerapan standar pelayanan minimal (SPM). Artinya memberikan pelayanan tanpa diskriminasi.  Menyediakan pendanan untuk kegiatan HIV/AIDS, walau jumlahnya tidak banyak. PKBI sendiri masih terganung dari funding luar. Terutama menyangkut obat-obatan yang harganya sangat mahal. Dengan dana yang sangat terbatas tersebut, maka yang dilakukan juga masih sangat terbatas,

Pendengar Palidangan Noorhalis, menyampaikan tanggapannya. Suryani Hair di Banjarmasin, berpendapat sepertinya kepedulian pemerintah terhadap HIV/Aids semakin menurun. Ditandai dengan pembubaran Komisi Penanggulangan Aids (KPA). Pemerintah juga tidak memiliki program yang jelas, dalam menyelesaikan masalah HIV/AIDS ini.  Masalah HIV/AIDS ini kalah seksi dengan narkoba. Sementar itu hiburan malam dengan alasan pendapatan, tetap dibuka. Sedangkan kegiatan sterelisasi alat kesehatan, anggarannya sangat terbatas. Jadi pemerintah semakin menurun perhatiannya.

Sadam di Kotabaru, menanyakan soal bagaimana menghindari HIV/AIDS. Kalau penularannya melalui pergaulan, perlu edukasi yang mendalam, apalagi zaman sekarang ini pergaulan sudah sangat luas. Soal pencegahan, sudah menjadi tanggung jawab pemerintah. Menghidari agar jangan tertular masih tanggungjawab bersama.

Ratu di Kelayan, mengatakan bahwa rumah untuk anak penderita kanker sudah ada. Apakah juga tersedia rumah untuk penderia HIV/AIDS? Soal penyebaran melalui jarum suntik, apakah benar ada kelompok yang sengaja menyebarkannya melalui kegiatan donor darah?

BACA JUGA : KPA Kalsel Estimasi Ada 11 Ribu Orang Berisiko HIV/AIDS

Arya di Kapuas, menyesalkan penjualan alat kontrasepsi yang terbuka luas di toko-toko, mendorong orang untuk berbuat asusila. Semestinya jangan dijual bebas.

Hapniah memberikan tanggapannya, pembubaran KPA sudah tidak dapat disesali lagi, sudah terjadi. Sekarang ini tugas KPA diambil alih Kementerian kesehatan. Di daerah masih ada KPA, bahkan di Kalsel dan kabupaten/kota yang ada di Kalsel, KPA masih jalan. Pemerintah Provinsi Kalsel memberikan dana hiibah. Di Banjarbaru, KPA bekerjasama dengan Kantor Urusan Agama (KUA), melakukan tes HIV/AIDS kepada yang mau menikah.

Di Tanah Bumbu, para pendatang yang datang ke daerah itu, ketika berurusan dengan kependudukan, wajib menyertakan hasil test HIV/AIDS.  Dan beberapa kabupaten lain, melakukan test HIV/AIDS kepada ASN di lingkungannya.

Apa yang harus dilakukan untuk mencegahnya, ada istilah ABCDE, yang kalau diterjemahkan adalah: Jangan melakukan hubungan di luar nikah, setia kepada pasangannya yang sah, kalau tidak bisa dihindari, gunakan kondom bila  berhubungan dengan wanita lain, hindari narkoba, sterelisasi alat kesehatan yang berhubungan dengan darah, melakukan edukasi kepada masyarakat, termasuk dengan memberikan informasi yang benar, dan terakhir melakukan diskriminasi pada orang yang teridap HIV/AIDS.

Apa pesan yang bisa disampaikan kepada masyarakat? Tanya Noorhalis Majid. “Mari bersama-sama melakukan pencegahan, sebagaimana program ABCDE yang sudah saya sampaikan tadi. Segera periksa kesehatan  bila merasa terkena HIV/AIDS, sehingga bisa ditangani secara baik. Berperilakulah secara positif, agar bisa menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, apalagi sekarang era media sosial, pekerja seks komersial menjajakan diri melalui media online. Bila kurang menjaga pergaulan, akan mudah terkena,” kata Hapniah.(jejakrekam)

Penulis Andi Oktaviani
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.