Tapal Batas Ditinjau Ulang, DPRD Batola Serukan Cabut Izin HGU PT TAL

0

AKSI puluhan warga Desa Jambu Baru, Kecamatan Kuripan dengan mengenakan laung kuning (bahenda) khas Dayak Bakumpai menolak desanya masuk wilayah konsesi perkebunan sawit kembali bergulir di DPRD Barito Kuala (Batola), Marabahan,  Senin (22/7/2019).

PARA wakil rakyat di DPRD Batola langsung memanggil Kabag Tata Pemerintahan Setdakab Batola, Muliansyah untuk menjelaskan duduk perkara tapal batas antara Desa Jambu Baru dengan desa tetangga.

Muliansyah mengakui pihaknya tidak mengetahui secara rinci batas antara Desa Jambu Baru dengan desa tetangganya. Menurut dia, atas dasar itu, belum bisa dipastikan luasan wilayah yang terdampak pembersihan lahan PT Tasnida Agro Lestari (PT TAL). Padahal, perusahaan itu hanya menggarap lahan hak guna usaha (HGU) di Desa Balukung, Kecamatan Bakumpai, justru telah masuk ke wilayah Desa Jambu Baru.

BACA : Tolak Sawit, Pakai Laung Kuning, Warga Desa Jambu Baru Datangi DPRD Batola

Sesuai dengan keinginan warga Desa Jambu Burung dan DPRD Batola untuk memetakan ulang batas antar desa, Muliansyah menjanjikan akan secepatnya. Ia menegaskan akan segera mempertemukan aparat Desa Jambu Baru dan desa tetangganya untuk mengetahui batas-batas antar desa.

Ketua Komisi III DPRD Batola, Syarif Faisal memastikan pihaknya akan mengakomodir tuntutan dari masyarakat Desa Jambu Baru untuk menghentikan sementara aktivitas pembukaan lahan untuk persiapan kebun sawit.

“Berdasarkan audiensi hari ini ada dua poin yang kami sampaikan pertama meminta kepada Pemkab Batola dan PT TAL untuk menghentikan sementara aktivitas land clearing di daerah sengketa,” kata Syarif Faisal.

BACA JUGA : Banyak Mudharat, DPRD Batola Pastikan Keberadaan Sawit Dievaluasi

Legislator Partai Golkar ini juga mendesak agar Pemkab Batola secepatnya menyelesaikan tapal batas antara Desa Balukung dan Desa Jambu Baru agar tidak berlarut-larut.

Menurut Syarif, memang tidak mudah untuk mencabut izin PT TAL, sebab pihak perusahaan telah mengantongi HGU. “Tentu ada regulasi dan aturan untuk itu. Jadi, kita telusuri sampai ke sana dulu. Apabila, memang daerah itu tidak berkonflik,tidak serta merta menyuruh mereka (PT TAL) meninggalkan daerah itu,” ucap Faisal.

Dia mengatakan sangat memungkinkan bagi pemerintah daerah untuk mencabut HGU PT TAL, karena mendapatkan penolakan dari masyarakat.

“Tinggal di mana kepala daerah memposisikan diri, apakah pro terhadap perusahaan atau kepada masyarakat. Jadi, pemerintah daerah yang memegang peran karena eksekusinya ada pada mereka,” imbuh Faisal.(jejakrekam)

 

Penulis Ahmad Husaini
Editor DidI GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.