Atasi Fenomena Penghuni Kolong Jembatan Antasari Perlu Ketegasan

0

PENGHUNI kolong Jembatan Antasari sepertinya enggan meninggalkan lokasi yang sudah nyaman bagi mereka. Beberapa kali ditertibkan Satpol PP dan Damkar Kota Banjarmasin, hingga ditawarkan untuk tinggal di rumah singgah oleh Dinas Sosial Kota Banjarmasin, juga tak manjur.

MEREKA yang rata-rata berusia uzur itu tetap memilih menggelar lapak untuk disulap jadi hunian, meski sebenarnya tak layak huni. Alasan klasik tetap dikemukan para penghuni kolong Jembatan Antasari ini, karena ingin lebih dekat dengan pusat keramaian, khususnya kawasan Pasar Lima dan Harum Manis yang menjadi sumber pendapatan mereka.

“Yang pasti, kami sudah nyaman di sini. Memang, gubuk-gubuk kami sudah ditertibkan Satpol PP Banjarmasin, tapi kami masih bisa membangunnya kembali,” ucap Siti Ramlah, wanita yang mengaku berusia 50 tahun lebih ini kepada jejakrekam.com, Kamis (27/6/2019).

Menurut Ramlah, dekat dengan kawasan pasar, lebih mudah untuk mengais lembar rupiah, dibandingkan harus hidup di rumah singgah yang disediakan Pemkot Banjarmasin. “Lokasinya yang ada di Lingkar Selatan Basirih itu terlalu jauh ke pasar. Jadi, kami perlu ongkos mau ke pasar, lebih baik tinggal di kawasan jembatan ini,” ucap Ramlah lagi.

BACA : Gubuk Dibongkar, Penghuni Kolong Jembatan Antasari Kembali Lagi ke Lokasi

Dengan berharap belas kasihan sebagai pengemis, Ramlah pun mengaku sudah nyaman dengan pekerjaannya. Di sela waktu mengemis, Ramlah mengaku masih bisa bekerja sebagai pengupas bawang di Pasar Harum Manis.

Hal senada juga dilontarkan Wahidah. Perempuan tua ini mengaku tetap memilih bertahan di kolong Jembatan Antasari dengan membangun gubuk seadanya, beralasan karton dan dinaungi terpal saat malam hari.

Menurut  dia, jika harus pindah dari kawasan itu, misalkan menyewa rumah, tidak sanggup untuk membayar sewanya. “Dengan penghasilan yang tak menentu, tergantung berapa banyak bawang yang dikupas, mana sanggup bayar sewa rumah. Paling banyak Rp 50 ribu hingga Rp 60 ribu,” kata Wahidah.

BACA JUGA : Geram, Walikota Ibnu Perintahkan Satpol PP Tertibkan Penghuni Kolong Jembatan Antasari

Dosen ilmu demografi Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Kalsel, HM Syarbani Haira mengungkapkan fenomena gelandangan dan pengemis (gepeng) yang bermukim di kawasan Jembatan Antasari membuktikan jika solusi yang ditawarkan pemerintah kota belum mengena.

“Kasus gepeng atau penghuni kolong Jembatan Antasari ini dalam teori pembinaan pemasyarakatan tentu harus dalam kajian holistik. Alasan klasik seperti ekonomi pasti jadi dalih mereka,” kata Syarbani.

Sosiolog jebolan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini meminta agar Walikota Banjarmasin Ibnu Sina sebagai pengambil kebijakan, tentu perlu melakukan penelaahan, karena kasus penghuni kolong Jembatan Antasari ini terbilang unik.

“Usai ditertibkan Satpol PP Banjarmasin, ternyata mereka tetap ngeyel tinggal di sana. Sebenarnya, pola pendekatan humanis tak cukup, karena penegakan aturan juga harus diambil pemerintah kota. Ya, supaya ada efek jera bagi mereka,” kata Syarbani.

BACA LAGI : Ditawari Bansos, Penghuni Kolong Jembatan Enggan ke Rumah Singgah

Dia menelaah Pemkot Banjarmasin bisa saja menggandeng pihak kepolisian dalam mengenakan tindak pidana ringan (tipiring), dalam pendekatan hukum atau perda, karena jelas-jelas keberadaan mereka itu melanggar aspek keindahan dan kenyamanan.

“Apalagi, pemerintah kota kabarnya sudah menawarkan solusi seperti menyediakan rumah singgah, maka tindakan tegas harusnya bisa diambil. Faktanya, sudah ada niatan untuk melanggar perda,” ucap mantan Ketua PWNU Kalsel.

Menurut Syarbani, jika pemerintah kota tidak tegas, maka kejadian serupa akan terulang, sehingga keberadaan perda atau aturan yang ada, justru seperti macan kertas belaka.

“Jadi, bukan lagi bicara sudut kasihan, jika sudah ada solusi yang ditawarkan, ternyata juga ditolak mereka. Inilah pentingnya ketegasan dalam menyikapi fenomena sosial semacam itu,” pungkas mantan dosen IAIN Antasari Banjarmasin ini.(jejakrekam)

 

 

 

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2019/06/27/atasi-fenomena-penghuni-kolong-jembatan-antasari-perlu-ketegasan/
Penulis Sirajuddin
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.