Kearifan Lokal Mampu Menjaga Masyarakat dari Informasi Negatif

0

FORUM Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) Kalsel bekerjasama dengan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kalsel dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalsel  menggelar workshop media, bertema kearifan lokal membendung hoax di Gedung PWI Kalsel.

KEPALA bidang media massa, hukum dan hubungan masyarakat FKPT Kalsel Fathurrahman, menyatakan, hoax bila dibiarkan akan menimbulkan efek domino seperti radikalisme dan terorisme.

FKPT sengaja mengundang kalangan media, penulis, duta damai untuk sama-sama mencermati pencerahan kearifan lokal dengan berbagai perspektif sehingga dapat berkontribusi untuk menangkal berita hoax yang beredar di masyarakat.

BACA: Duta Damai Dunia Maya Perangi Penyebaran Paham Terorisme

“Kita kenal istilah kayuh baimbai dan sebagainya. Tapi kearifan lokal seperti apa yang punya sisi positif untuk menangkal radikalisme,” tutur Faturrahman, Sabtu (22/6/2019).

Lebih lanjut ia menjelaskan, di dalam workhsop ini juga disampaikan poin-poin terkait kearifan lokal dan pemaparan riset dari akademisi UIN dimana ada riset yang menjustifikasi bahwa  kearifan lokal bisa digunakan untuk menjaga masyarakat dari paparan informasi negatif.

“FKPT Kalsel mengajak semua yang hadir di sini untuk bisa menuliskan karya jurnalistik bertema kearifan lokal. Ini bertujuan menangkal informasi serta ajakan radikalisme melalui media online dan media sosial,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua SMSI Kalsel, Milhan Rusli menyebut,  kejahatan yang terjadi di dunia siber sangat tinggi. Sejak dunia siber dikenalkan informasi beredar sangat cepat. Baik itu positif dan negatif sehingga diperlukan filter untuk menghindari informasi negatif.

BACA JUGA: Polda Kalsel Libatkan FKPT, Bekali Pengurus Masjid Soal Bahaya Radikalisme

“Di Indonesia 172 juta lebih atau 42% dari penduduk. Di Indonesia, Kalimantan adalah terbesar ketiga penggunanya. Tentu ini akan berdampak pada perilaku masyarakat,” terangnya di sela-sela mengantar workshop.

Di antara 42% pengguna internet itu, kalangan milleniallah yang paling riskan terpampar dampak negatif.  SMSI Kalsel juga punya PR besar, seperti banyaknya media yang belum terverifikasi dewan pers. “Ini punya potensi membahayakan masyarakat,” terangnya.

Akademisi UIN Antasari sekaligus sekretaris FKPT Kalsel Mariatul, memberikan catatan penting terkait pertahanan dan keamanan masyarakat dalam pemaparan risetnya. “Soal hankam masih jadi PR, bagaimana masyarakat kita permisif terhadap para pendatang. Ronda dan poskamling mulai bergeser. Ini kerentanan di Kalsel,” ujarnya.

BACA LAGI: Lembaga Keagamaan Wadah Menangkal Paham Radikalisme

Sementara itu,  pengamat media, Noorhalis Majid, menyampaikan dalam percakapan sehari-hari, masyarakat Banjar sering menggunakan pribahasa-pribahasa dimana  tutur lisan ini sarat akan falsafah hidup, nasehat dan pelajaran.

Contohnya, sebut Majid pribahasa dimamah dulu baru ditaguk, yang artinya dicerna baik-baik sebelum menelan informasi.  “Kita diuji banyak hal dari luar, kalau budaya kuat maka kita juga akan kuat sebab ketahanan budaya banjar cukup kuat untuk menjaga masyarakat dari persoalan tadi,” ucapnya.(jejakrekam)  

Penulis Siti Nurdianti
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.