Gaungkan Gerakan Save Meratus, Jalan Politik dan Seni Bisa Direntas

0

GERAKAN #Save Meratus merespon terbitnya izin tambang di Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) yang dikantongi PT Mantimin Coal Mining (MCM) dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Gerakan masyarakat sipil ini mendesak agar pemerintah pusat segera mencabut izin dan melepaskan Kabupaten HST dari daftar daerah yang masuk konsesi tambang.

DIREKTUR Pusat Analisis, Data, Media dan Masyarakat (PADMA) Banua, Budi ‘Dayak’ Kurniawan  mengungkapkan dasar penolakan Pegunungan Meratus ditambang, karena dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Kabupaten HST tidak mencantumkan tambang dan perkebunan sawit.

“Jadi, dasarnya jelas, adanya penilakan penolakan masif dari masyarakat. Pencabutan izin tambang MCM itu harus dilakukan pemerintah pusat, sebagai langkah penyelamatan hutan tropis terakhir di Kalimantan. Termasuk, menghitung dampak tambang di kabupaten-kabupaten terdekat,” papar Budi dalam diskusi terbuka seni dan lingkungan di Taman Budaya Kalsel, Kamis (23/5/2019) dinihari.

BACA : Jangan Golput di Pemilu, Steven Jam juga Suarakan Save Meratus

Wartawan senior ini mengatakan gerakan massa tujuannya jelas mencabut izin tambang MCM dan perusahaan lainnya. Bahkan, koalisi masyarakat sipil juga mendukung Pemkab HST untuk meminta Gubernur Kalsel, Menteri ESDM hingga Presiden Jokowi agar mencabut izin tersebut.

“Walau masih jauh dari berhasil, tapi dukungan nyata masyarakat Kalsel, bukan hanya masyarakat HST. Kami juga berharap para wakil rakyat terpilih di DPRD HST, DPRD Kalsel hingga DPR RI dan DPD RI benar-benar komitmen untuk menjaga Meratus. Ini sesuai janji mereka dalam kampanye Pemilu 2019 lalu,” kata alumni FISIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.

BACA JUGA : Desmond Ajak Isu #SaveMeratus Menjadi Gerakan Rakyat Kalsel

Budi berpendapat hingga 2025, Kabupaten HST tetap terlarang bagi pertambangan batubara dan sawit, inilah pentingnya agar para anggota DPRD HST menjaga komitmen itu. Terutama, dalam RPJM agar tidak diubah. “Jika HST roboh, maka hancurlah semua benteng alam Kalsel karena semua telah ditambang,” cetus aktivis senior ini.

Begitupula, akademisi seni FKIP ULM Banjarmasin Sumasno Hadi menilai perlu penyadaran massal dalam mendukung gerakan #SaveMeratus, melalui pertunjukan seni, sastra, musik dan lainnya.

Dengan wahana itu, menurut Sumasno, para praktisi seni dan akademisi sangat potensial mengangkat isu penyelamatan Meratus di pentas nasional dan internasional. “Tentunya, isu-isu yang menyentuh masyarakat termasuk gerakan #SaveMeratus selain menggunakan cara-cara konstitusional, yuridis, hukum, dan lain-lain,” bebernya.

BACA JUGA : Tolak Tambang HST, Aksi #SaveMeratus Makin Membumi

Sumasno berpendapat seni bisa digunakan untuk melengkapi gerakan yang sifatnya kultural, apalagi basis kesenian di Kalsel yang bersifat ritualistik mampu menjadi kekuatan besar.

“Kalau bicara hanya tataran seni industrial, kurang menyentuh. Bagaimana sih menghubungkan seni dengan agama di wilayah Banjar yang secara kultural sangat kuat keislamannya. Selama ini, itu belum banyak digarap,” ungkap alumnus magister UGM ini.

Ia berargumen untuk melakukan hal ini perlu sebuah kesadaran dari si seniman dan juga distribusi wacana atau kesepahaman bersama di antara kalangan seniman. “Bagaimana karya seni itu kita munculkan sehingga kontekstual, tidak mengawang-awang, bahkan menjadi seksi. Mungkin media komunikasi saat ini bisa menjadi salah satu pilihan untuk memunculkan kreasi-kreasi seni yang tidak konvensional,” terangnya.

BACA LAGI : Minta Jokowi Selamatkan Meratus, Lebih 1.000 Surat Dibawa ke Jakarta

Sumasno mencontohkan seniman dari Ngawi Jawa Timur bernama Bramantyo, menggelorakan seni kejadian berdampak. Karya seni tersebut diciptakan sedemikian rupa dengan partisipasi masyarakat.

“Bramantyo menggali lagi mitos-mitos lokal sebagai objek seni,karena mitoslah yang dekat dengan masyarakat. Sehingga kesenian menjadi sebuah jembatan untuk menggugah hati masyarakat,” tuturnya.

BACA LAGI : Dari Riset Balitbangda, Terinspirasi Eropa Muncul Ide Geopark Meratus

Menurut Sumasno, ikatan antar masyarakat menjadi satu, pada event kesenian seperti itu masyarakat jadi tidak membeda-bedakan. “Ya, misalnya saya dosen, saya pejabat, tidak. Dia merasa dirinya adalah bagian dari ritual, saya bagian dari proses kesenian. Saya kira itu bisa menjadi contoh untuk kita menggali akar kesenian kita yang sifatnya ritualistik,” tandas Sumasno.(jejakrekam)

 

 

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.