Gus Dur, Islam Nusantara & Kewarganegaraan Bineka. Penyelesaian Konflik Aceh dan Papua 1999-2001 (bagian kedua-tamat)

0

HUMAIDY mengatakan sangat mengenal Ahmad Suaedy, bahkan satu tempat tidur ketika di Yogya. “Resensi atas buku ini sudah dimuat di Jurnal Tashwirul Afkar, saya membaca yang yang sudah diulas di jurnal tersebut,” ujar Humaidy.

YANG menarik dari Gus Dur adalah ketika NU baru-baru tadi mengeluarkan satu istilah tentang Islam Nusantara. Artinya adalah Islam orang Indonesia secara keseluruhan. Islam dengan berbagai bentuk dan corak. Betul sumbernya Alqur’an dan hadist, namun dalam prakteknya bermacam-macam, dan itulah Islam Nusantara. Berikutnya, dalam muktamar NU terbaru, NU menyatakan agar tidak lagi menyebut non muslim sebagai kafir. Semua ini merupakan turunan dari gagasan Gus Dur tentang Pribumisasi Islam.

“Seharusnya, orang-orang seperti Suaedy dan Mujiburrahman, yang terus melahirkan berbagai pemikiran untuk bangsa ini, sebagai kelanjutan dari apa yang sudah dilakukan oleh para pendiri bangsa, diakomodir menjadi kebijakan. Artinya sesuatu yang bersifat gagasan, pemikiran, kemudian oleh DPR dibahas, diturunkan menjadi kebijakan. Sekarang ini kebijakan lahir tanpa didasari oleh pemikiran. Tidak memiliki kajian akademik yang kuat, sehingga kebijakan tersebut tidak tepat,” ujar Humaidy.

Tentang Gus Dur, ia ingin melihat dari sisi supranaturalnya saja. Katanya sebelum menjadi presidin, poros langit, yang terdiri dari para kiyai sepuh, sudah meramalkan bahwa Gus Dur akan menjadi presiden.

BACA : Kewalian Habib Basirih Nyata, Haulan ke-68 Disesaki Warga

Poros langit hanya mampu meramalkan, tidak mengetahui kapan jadi presidennya. Kemudian diminta pendapat dengan kiyai Zaini Ghani (Guru Izai) dan beliau mengatakan Gus Dur jadi presiden, maka tidak lama jadilah Gus Dur presiden. Setelah jadi presiden, Gur Dur kemudian jiarah ke makam-makam. Menemui semua tokoh supranatural. Baik itu tokoh agama, ataupun tokoh adat.

Konon, ketika Gus Dur tidak dapat melihat secara fisik, dia mempertajam penglihatan batinnya dengan melakukan pendekatan hal-hal yang bersifat supranatural. Jadi Gus Dur itu, sebagai politisi, pemimpin dan bahkan presiden, namun juga asketis. Karena itu saya ingin mendengar yang supranatural ini dari Ahmad Suaedy, sebagai orang yang dekat dengan Gus Dur.

Para peserta diskusi yang tidak kurang dari 50 orang, memenuhi aula RRI Banjarmasin, menyimak paparan narsumber. Pada sesi tanggapan atau tanyajawab, sejumlah orang mengajukan diri untuk bertanya. Pdt Agel dari PGI, mengatakan bahwa dia sangat mengagumi Gus Dur, baginya Gus Dur adalah seorang filsuf.

Ungkapan Gus Dur yang sangat populer “gitu aja kok repot”, menempatkan yang rumit, sulit sebagai sesuatu yang mudah. Afganistan, hanya terdiri dari 7 suku, konflik tidak berkesudahan, kita di Indonesia, hidup dengan lebih dari 250 suku, tidak pernah terjadi konflik. Yang dilakukan Gus Dur adalah menyelesaikan konflik dengan melibatkan orang setempat, pemikiran orang lokal, bukan dengan pemikiran orang Jakarta.

BACA LAGI : Istiqamah dalam Berjuang, KH Idham Chalid Teladan bagi Politisi Muslim

Intan dari LK3 menanyakan soal transformasi pelembagaan (institusional transformation)  yang dilakukan oleh Gus Dur, serta soal otonomi khusus Papua yang kemudian dianggap sebagai eksklusivisme Papua itu sendiri.  Pdt Kornelius dari PGI menanyakan soal Islam Nusantara, bagaimana sebenarnya konsep dari Islam Nusantara, kenapa bayak yang menentangnya?

DR Zulkifli Musaba, menyatakan kurang mengenal Gus Dur, tapi mengaguminya. Bagi dia Gus Dur adalah orang yang menerima perbedaan, mengakomodir semua perbedaan yang ada. Dia merupakan pemikir. Seringkali pikiran kita tidak sampai membaca pikiran Gus Dur, karena tidak sampai, lalu menolak. Padahal kalau bisa memahami dan mengerti pemikirannya, pasti akan menerimanya.

Tentang Islam Nusantara, menurut dia sesuatu yang integral dengan adat nusantara, mendengar namanya saja sudah bisa memahami.  Namun demikian, perlu penjelasan dari orang-orang NU agar umat bisa memahami dengan baik.  HJ Ratna dari Kesbangpol Provinsi Kalsel, mengatakan bahwa Gus Dur adalah presiden fenomenal. Konflik dia dekati dengan pendekatan pribadi dan mampu diselesaikan. Tentang Islam Nusantara, menurut dia tidak perlu diperdebatkan.

BACA JUGA : Di Harlah NU, KH Ma’ruf Amin Puji Kehebatan Ulama Kalsel KH Idham Chalid

Uskup Banjarmasin DR Boddeng Timang, mengungkapkan bahwa Gus Dur adalah seorang fisioner. Karena itu orang yang memahami pemikiran Gus Dur, dan orang yang selalu berpikir untuk kemajuan bangsa, seperti halnya Prof Mujiburrahman, Ahmad Suaedy dan lain-lain, muncul sebagai tokoh yang terus membawa perubahan. Sekarang ini para politisi kita cenderung depisit.

Hanya menjadi politisi, tapi tidak menjadi negarawan. Kita harus membangun dialektika kebangsaan, kalau tidak maka konflik bisa saja terjadi karena masing-masing orang melupakan hal yang paling utama, yaitu kebangsaan itu sendiri. Soal Islam Nusantara, dia mengaku tidak punya kopetensi untuk mengungkapkan  itu, namun di Katolik, ada ajaran bahwa seorang Katolik harus menjadi Katolik 100% dan bersamaan itu menjadi orang Indonesia 100%.

Menjadi Indonesia 100% itu harus berbuat untuk Indonesia. Iman itu artinya berbuat, tanpa berbuat maka imannya kosong. Manusia diciptakan agar berbahagia di dunia dan bahagian di akhirat. Maka berbuat baiklah untuk seluruh manusia, agar bahagia di dunia dan di akhirat.

BACA : GUS DUR, Islam Nusantara & Kewarganegaraan Bineka. Penyelesaian Konflik Aceh dan Papua 1999-2001 (bagian pertama)

DR Wahyudin, akademisi dari UIN Antasari,  juga menyampaikan tanggapannya, dia tertarik dengan hal-hal bersifat mistifikasi. Benarkah sehari sebelum dipilih MPR, Gus Dur minta pendapat kiyai langitan Abdullah Fakih? Dan 3 hari setelah menjadi Presiden, jiarah ke makam-makam, waktu itu Gus Dur mengatakan, orang yang ada di makam  tidak berdusta, yang masih hidup banyak dustanya.

Apa makna Gus Dur pakai celana pendek saat hari dilengserkan?, benarkan Gus Dur mengatakan bahwa yang paling ikhlas itu Prabowo. Dalam satu kesempatan Gus Dur mengatakan sakit hati dengan Amin Rais dan Megawati, dia memaafkan, namun tidak pernah melupakan.

Menjawab berbagai tanggapan dari para peserta, Ahmad Suaedy mengatakan bahwa yang dilakukan Gus Dur adalah menambahkan dari apa yang sudah dilakukan para pendiri bangsa. Soal Islam Nusantara, sebenarnya ingin mengembalikan Islam yang ada di Indonesia. Bahwa pada abad ke 14, Islam sudah dipikirkan dengan cara lokal. Maka mengembalikan islam dengan segala kelokalannya itu yang disebut dengan Islam Nusantara.

Gus Dur telah menyelesaikan konflik paling ekstrim. Padahal di banyak negara yang fenomenanya juga serupa, terjadi di Mindanao, Jepang dan beberapa negara lainnya, tidak berhasil menyelesaikannya menjadi perdamaian yang permanen. Hak-hak komunul, tidak boleh mengabaikan hak-hak individual. Konflik Papua dan Aceh yang berdarah-darah, kemudian berhenti konfliknya.

Bagi Gus Dur, serumit papun masalahnya, pasti ada solusinya. Karena itu dia melakukan pendekatan, mendekati banyak orang, mendatangi para tokoh dan lain-lain sebagai bentuk komunikasi personal untuk mengetahui dan menggali jalan penyelesaian.

Soal otonomi daerah, menurut Gus Dur, otonomi itu merupakan keunikan dari daerah-daerah. Tapi pemerintah menterjemahkannya lain. Otonomi itu hanya soal pembagian kewenangan. Bahkan ketika ada Dirjen Otonomi Daerah, maka konsep otonomi sudah hilang, dia hanya menjadi program biasa saja. Otonomi itu akomodatif dari atau jalan tengah dari sentralisasi dan fededal. Jalan tengahnya adalah otonomi. Soal otonomi khusus itu hanya pengecualian atau penambahan. Soal otsus, bukan mengeksklusifkan. Tapi justru mengakomodir. Tujuannya adalah mengangkat yang marjinal. Marjin itu adalah batas. Marjinnya diangkat agar setara dan bisa lari bersama.

Soal Islam Nusantara, ini merupakan kontinuitas, bukan pemikiran yang terpotong. Argumen masa lalu, disandingkan dengan  argumen sekarang. Soal Kafir Jimmi, artinya adalah non muslim di negara muslim. Sementara Indonesia ini dibangun oleh semua agama, artinya konsep kafir jimmi itu tidak tepat, maka non muslim jangan disebut kafir.

Soal mistik, ujar Suaedy, sesungguh semua yang dilakukan Gus Dur dapat dirasionalkan. Dalam berbagai kesempatan saya diminta pendapat hal-hal yang menurut orang mistik, tapi ketika saya jelaskan, semua menjadi rasional.  Sumber pengetahuan bukan semata  sesuatu yang rasional, tapi juga hati. Soal Prabowo paling ikhlas, saya percaya itu, karena  sudah tahu kalah, dia tetap mencalonkan diri, artinya memang iklas.   Saya pernah ditanya, apa kelemahan dari Gus Dur, saya menjawab, Gus Dur dalam menyelesaikan banyak masalah, dan melakukan banyak tindakan,  tanpa konsultasi dengan kabinetnya.

Sementara itu Prof Mujiburrahman juga memberikan tanggapan balik, bahwa dia sudah menulis buku mengindonesiakan Islam. Waktu itu HTI sangat kuat dan mereka bereaksi sangat keras. Sebenarnya gagasan itu, termasuk soal Islam Nusantara, adalah paralel atau sama saja dengan Islam Pribumi Gus Dur, atau membumikan Al Quran karya Qurais Shihab. Salahkah jika dipribumikan?  Katolik itu artinya universal, tapi kemudian mengakomodir yang lokal. Kita ribut soal sembahyang, diganti dengan sholat. Atau puasa, diganti dengan saum, padahal sama saja.

Karena itu, Syekh Arsyad Al Banjari, ketika kembali ke tanah Banjar setelah 35 tahun belajar di Arab, dia merasa bahwa soal waris sangat tidak adil kalau semua milik suami. Di masyarakat banjar, antara suami dan istri itu mencari bersama harta rumah tangga. Maka ketika harta dibagi, hak suami dan istri sama besarnya. Kalau salah satu meninggal, maka harta dibagi dua. Bagian yang meninggal, dibagi kepada ahli waris, termasuk istri. Separonya lagi masih hak istri. Dia mengistilahkan soal waris ini dengan istilah harta perpantangan, atau di Jawa disebut harta gono-gini.

Soal Otonomi, memang pada waktu itu Romo Magnis melemparkan gagasan soal Republik Indonesia Serikat. Amin Rais melemparkan gagasan Negara Federal. Maka akodatif dari keduanya adalah otonomi. Selalin suka mengakomodasi, Gus Dur juga suka menentang arus. Ketika semua tokoh masuk menjadi ICMI, Gus Dur lah satu-satunya yang tidak mau masuk ICMI. Dia dihujat sebagai biang perpecahan umat islam, pada saat orang bersatu dalam ICMI, dia justru tidak mau.  Dengan enteng dia menjawab, biar saja tidak usah disatukan, biar kita hidup dalam perbedaan.

Humaidy juga memberikan tanggapan, bahwa Islam Nusantara itu adalah Islam yang historis. Artnya Islam yang penuh dengan peradaban dan perjalanan panjang. dalam sejarah, setidaknya ada 8 peradaban Islam. Karena itu tidak mungin hanya satu saja. Betul sumbernya Qur’an dan hadist, tapi perjalanan sejarah yang panjang, membuat dia menjadi berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Karena ada interaksi dengan kelokalan, dengan adat setempat dimana Islam datang. Bukti tersebut sudah lama ada, bukanlah kalau kita ke Arab, orang Arab mengenal kita dengan Islam Jawi, sekarang istilah Islam Jawi itu diganti menjadi Islam Nusantara.

Ahmad Suaedy, menutup diskusi dengan mengatakan bahwa Gus Dur dalam menyelasikan masalah konflik di Aceh dan Papua, mengutamakan pemenuhan harkat dan martabat manusia, melalui pengakuan dan penghormatan hak-hak kolektif sebagai anggota bangsa Indonesia yang semula didiskriminasi dan bahkan dihinakan. Hal ini bisa dilakukan karena Gus Dur memiliki visi, referensi dan pandangan keislaman serta kemanusiaan yang luas.(jejakrekam)

Penulis Andi Oktaviani
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.