Melawan Hoax, Golput, dan Politik Uang

0

PEMILU berkualitas melahirkan pemimpin mumpuni. Memilih pemimpin mesti didukung informasi akurat. Namun ketika hoax merebak, informasi menjadi bias, tidak terukur, sehingga melahirkan pesimisme. Gelombang pesimisme, memunculkan golput. Pemilu didominasi pemilih pragmatis, dan praktek politik uang menjadi subur. Jangan berharap terwujud Pemilu berkualitas. Bagaimana melawan hoax, golput dan politik uang? Apa peran masyarakat sipil untuk terus mencerdaskan pemilih? Apa konsekuensi bila Pemilu tidak berkualitas?

MENURUT Kementerian Komunikasi, terdapat 43 ribu portal berita yang tidak terdaftar atau tidak terverifikasi. Kurang dari 300 yang sudah terdaftar atau terverifikasi. Artinya, lebih banyak portal berita yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, dan hanya sedikit yang bisa dipertanggungjawabkan. “Maka bisa dibayangkan potensi produksi hoax pada portal yang tidak terverifikasi ini, tentu sulit dikendalikan,” ujar DR Andi Tenri Sompa, mengawali paparannya pada dialog melawan hoax, golput, dan politik uang di Palidangan Noorhalis.

Menjelang Pemilu ini, berita hoax tersebar lebih banyak lagi. Karena yang semula mungkin hanya untuk kepentingan bisnis atau ekonomi, karena bermaksud menjatuhkan suatu produk, sekarang ini ditambah dengan konten menyangkut politik. Tujuannya ingin menjatuhkan lawan politik. Berita yang tidak terverifikasi, sulit menjadi referensi dalam menentukan pilihan. Maka benar sekali, menimbulkan pesimisme, berpotensi golput, ambah Tenri, soal semakin merebaknya berita hoax menjelang Pemilu.

Namun golput bukanlah solusi, kata Tenri. Sekalipun itu hak warga negara, sama sekali bukanlah solusi. Karena golput tidak memberikan pengaruh pada hasil pemilu. Benar legitimasi dapat dipersoalkan, namun kandidat yang memiliki suara terbanyak tetap akan terpilih dalam perhitungan suara. Lebih baik menjadi pemilih aktif, yang mencermati para kandidat dan menentukan pilihan secara tepat sesuai keyakinan.

“Tentang politik uang, marilah kita menjadi pemilih yang cerdas. Kalau suara kita sudah dibeli, maka sulit bagi berharap kandidat terpilih menjalankan tugas dan fungsinya secara amanah. Karena suara kita sudah dibayar tunai melalui politik uang. Harus disadari, bahwa pada tanggal 17 April, bukanlah hari terakhir perhelatan politik, justru itu hari pertama dimana kita menentukan pilihan dan menaruh harapan, untuk selanjutnya mengawal para calon terpilih menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Maka hak pilih kita jangan sampai hilang atau kehilangan makna oleh politik uang,” ujar Tenri melengkapi paparannya.

BACA : Catatan Dialog Palindangan Noorhalis : Demokrasi Tanpa Partisipasi, Hampa

Bagaimana kondisinya di Kalimantan Selatan, menyangkut hoax, golput dan politik uang? Tanya Noorhalis Majid sebagai pemandu dialog Palidangan. Potensinya tidak jauh berbeda dengan daerah lainnya, jawab Tenri. Karena hoax itu sendiri sudah melintasi batas administrasi wilayah. Berita hoax yang tersebar di suatu tempat, juga dengan cepat tersebar di tempat kita. Efeknya sangat bergantung dari tingkat pendidikan masyarakat.

Kalau masyarakatnya cerdas, mampu mencerna dengan cermat, maka berita tersebut tidak akan memberi pengaruh. Sayangnya secara alami, suatu kekohongan yang terus diulang tanpa ada bantahan, dapat dianggap suatu kebenaran. Sehingga ketika kita menerima sesuatu yang tidak terverifikasi, lebih aman untuk tidak ikut menyebarkannya. Pun begitu soal golput dan politik uang. Potensinya juga sama saja dengan daerah lain. Perlu peran semua pihak, terutama media massa untuk terlibat mencerdaskan pemilih.

Sejumlah pendengar juga ikut berpartisipasi menyampaikan pendapatnya. Arya di Kapuas, menyatakan bahwa hoax sudah begitu masif, sulit membendungnya. Saling menyerang antar kubu, membuat kita tidak mengetahui lagi berita mana yang benar. Kecanggihan teknologi membuat hoax tersebar dengan luas.

Dulu orang hanya ngomong di warung, sebaran berita paling hanya seputar kampung, sekarang sudah melintasi ruang tak terbatas. Untuk menangkalnya, harus dengan meningkatkan sumber daya manusia. Kalau semua kita cerdas, maka hoax tidak akan laku.

Pendengar lainnya, Sadam di Banjarmasin, banyak orang yang merasa pintar, padahal tidak. Menerima berita yang dianggapnya sesuai dengan seleranya, langsung ikut menyebarkan, ternyata hoax, akibatnya membuat gaduh. “Kita memerlukan caleg yang ikut mencerdaskan pemilih. Bukan caleg yang memanfaatkan kelemahan masyarakat dan menyebarkan berita hoax untuk mengalahkan lawan politik,” katanya.

BACA JUGA : Toleransi Pemilih Kalsel Masih Tinggi dengan Politik Uang

Abah Surya di Martapura mengatakan, mungkin Pilpres golputnya lebih rendah, karena sebagian besar mengetahui kedua pasangan tersebut melalui kampanye dan debat. Namun untuk caleg, banyak yang tidak kenal. Boleh jadi pemilih datang ke TPS hanya untuk memilih calon presiden, sedangkan caleg, mereka memilih golput dengan alasan tidak mengenalnya. “Bagaimana cara kita mengenal caleg kalau yang kita lihat hanyalah spanduk atau foto mereka. Sedangkan komitmen dan programnya tidak pernah kita ketahui,” ucapnya.

Abah Dini di Banjarmasin, mengatakan sistem Pemilu kita menyebabkan suburnya politik uang. Yang terpilih yang memperoleh suara terbanyak, sehingga berupaya menghalalkan segala cara untuk menang. DPR-lah yang merumuskan sistem ini, DPR tersebut gabungan partai politik. “Mereka sangat menentukan berbagai kebijakan, padahal parpol merupakan institusi yang gagal mereformasi dirinya, sehingga parpol sama sekali tidak berpihak pada pemajuan demokrasi,” katanya.

Apa yang disampaikan para pendengar tadi, ujar DR Andi Tenri Sompa, bagian dari partisipasi demokrasi. Dengan menyuarakan berbagai kekhawatiran menyangkut proses demokrasi, berarti kita peduli dan berpartispasi. Partipasi itu melahirkan pemilih yang cerdas, filter dalam melawan hoax.

“Lebih bagus lagi kalau kita mampu cerdas secara teknologi, sehingga bukan hanya tidak menyebarkan berita yang tidak jelas, tapi sudah memanfaatkan teknologi informasi untuk membangun partisipasi pemilih. Golput yang tidak strategis tadi, dapat diubah menjadi pemilih cerdas. Sehingga demokrasi kita semakin bagus. Hasilnya semakin berkualitas. Terpilih pemimpin yang sesuai harapan masyarakat,” bebernya.

Apa pesan untuk para pemilih menjelang sisa 13 hari pemilihan umum ini, ujar Noorhalis. “Marilah kita datang ke TPS pada tanggal 17 April nanti. Kita suksesnya Pemilu berjalan dengan aman, damai dan sejuk, sesuai harapan kita semua. Hindari untuk ikut menyebarkan berita yang tidak jelas sumbernya. Terus membangun partipasi warga, agar peduli dan menggali informasi seputar Pemilu dan caleg, sehingga yang dipilih benar-benar yang dikenal baik. Kalau menemukan politik uang, sesuai UU Pemilu, segera laporkan kepada Bawaslu, sehingga dapat diambil tindakan. Kita semua harus menyelamatkan Pemilu ini agar berjalan sebagaimana yang kita harapkan. Caranya dengan meningkatkan peran serta kita sabagai masyarakat yang peduli pada perbaikan demokrasi,” pungkas Tenri.(jejakrekam)

Penulis Andi Oktaviani
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.