Pemilu Bebas Korupsi Masih Tersandera Ongkos Politik yang Besar

0

DISKURSUS pemberantasan korupsi selalu menjadi isu sentral setiap kali gelaran pemilihan umum (pemilu) datang. Namun apakah sistem pemilu yang berlaku sekarang di Indonesia itu mengakomodasi semangat anti korupsi?

BERAGAM pendapat dikemukan ahli hukum tata negara dan hukum administrasi dalam diskusi yang digelar di Hotel Golden Tulip, Banjarmasin, Sabtu (9/3/2019).

Guru besar Univesitas Gadjah Mada (UGM), Prof Dr Denny Indrayana berpendapat justru demokrasi di Australia jauh lebih mapan ketimbang di Indonesia, karena pendidikan politik sudah lebih baik dibandingkan dengan kondisi di tanah air.

“Sehingga demokrasi di Australia lebih steril dari praktik korupsi, memasuki musim pemilu, kampanye di sana relatif sepi. Ini karena peserta pemilu lebih konsentrasi menyampaikan program-program politik kepada masyarakat,” kata akademisi University of Melbourne, saat pertemuan Himpunan Ahli Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ii, Indonesia perlu untuk lebih masif lagi memberikan pendidikan politik kepada rakyat, meskipun harus menempuh proses yang panjang. “Tidak cukup kalau kita hanya mengandalkan pendekatan regulasi, karena parlemen kita diisi figur yang pragmatis semangat anti korupsinya,” kata Denny.

BACA :  60 Ahli Hukum Tata Negara-Administrasi Godok Model Pemilu Anti Korupsi

Mantan Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM ini menilai pendanaan pemilu memainkan peran penting dalam pesta demokrasi.

“Masalahnya justru pendanaan demokrasi ini yang membuat korupsi tumbuh subur, karena anggota parlemen maupun kepala daerah berpikir untuk mengembalikan ongkos politik yang habis selama kampanye yang berujung kepada tindakan rasuah,” papar Denny.

Ia menyebut salah satu cara untuk membersihkan pemilu dari korupsi adalah membenahi sumber pendanaan kampanye yang berasal dari pasar gelap. Denny berpendapat lagi bahwa Pemilu 2019 tidak jauh berbeda dengan pesta demokrasi sebelumnya. Ambil contoh dana kampanye yang dilaporkan ke KPU berbeda jauh dengan realisasi di lapangan.

BACA JUGA : Ketika Arena Pilkada Didominasi Permainan Uang

Dekan Fakultas Hukum ULM Dr Abdul Halim Barkatullah berharap pertemuan Himpunan Ahli Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi akan melahirkan sistem demokrasi yang bebas dari korupsi.

“Kondisi kita sekarang masih mencari format demokrasi yang terbaik. Sistem demokrasi kita selalu berubah misalnya dulu pemilihan presiden dilakukan oleh MPR RI lalu dipilih secara langsung, kemudian pemilu legislatif dan presiden secara serentak,” papar Halim.

Dia memprediksi di masa yang akan datang, pemilihan bisa dilakukan dengan gawai karena merespon  kemajuan informasi teknologi.

“Kita masih akan mencari format baru berdemokrasi. Semoga dengan momentum pertemuan ini akan menghasilkan formulasi pemilu yang jujur dan bersih dari korupsi,” tandas Halim.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.