Jaga Meratus, Bupati HST HA Chairansyah Komitmen Lawan Tambang dan Sawit

0

KOMITMEN duet Abdul Latif-HA Chairansyah untuk menjaga Pegunungan Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) dalam Pilkada 2015 lalu, telah dituangkan dalam Perda Nomor 5 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten HST periode 2016-2021.

DALAM RPJMD Kabupaten HST ditegaskan sumber daya yang tidak diperbaharui tidak dieksploitasi secara maksimal demi kepentingan jangak pendek, terutama tambang batubara hingga tahun 2025.

Usai dilantik sebagai Bupati HST HA Chairansyah oleh Gubernur Kalsel Sahbirin Noor di Mahligai Pancasila, Banjarmasin, Jumat (1/3/2019). Ia menegaskan sejak dirinya terpilih bersama eks Bupati H Abdul Latif telah menetapkan Kabupaten HST terlarang bagi aktivitas pertambangan dan perkebunan sawit.

“Jadi, saya tidak akan memberi izin operasi pertambangan karena sesuai dengan RPJMD Kabupaten HST. Kami berpegang pada komitmen pembangunan HST yang berwawasan lingkungan. Itu sudah menjadi tekad kami sebagai pemimpin HST dan masyarakat,” ucap Chairansyah.

BACA : DPRD HST Tolak Tambang Meratus Jadi Amunisi Walhi Gugat Menteri ESDM

Hal itu, ditegaskan Chairansyah juga sesuai visi-misi ingin menjaga HST bukan daerah tambang. “Biarlah daerah lain yang telah ditambang, tapi bukan HST. Jangan sampai ada pertambangan batubara dan perkebunan sawit,” cetusnya.

Menurut dia, jika wilayah Kabupaten HST ditambang, maka habislah Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan. Ia menegaskan jika HST ikut-ikutan ditambang, maka bencana banjir sudah mengadang, seperti dialami kabupaten lain yang berlomba-lomba memberi izin pertambangan.

“Makanya, Kabupaten HST harusnya mendapat reward dibanding daerah lain, karena tidak memberi izin tambang. Ini mendapat dukungan semua pihak, bukan hanya masyarakat HST. Kami ingin Pegunungan Meratus di HST tetap lestari,” cetusnya.

BACA JUGA : Warga Batutangga Khawatir Jika Pegunungan Meratus di HST Ditambang

Chairansyah menganalogikan bahwa Pegunungan Meratus yang ada di Kabupaten HST merupakan atapnya Kalimantan Selatan, sehingga harus tetap dijaga.

Dia menuding wacana peningkatan kapasitas produksi batubara yang diajukan PT Antang Gunung Meratus (AGM) dari 10 juta ton menjadi 35 juta ton per tahun merupakan keputusan sepihak, tanpa berkoordinasi dengan Pemkab HST. Ini karena, wilayah konsesi tambang PT AMG termasuk dalam empat kabupaten yakni Kabupaten Banjar, Hulu Sungai Selatan (HSS), HST dan Kabupaten Tapin.

Menurut Chairansyah, bersama koalisi masyarakat sipil juga telah menggelorakan penolakan terhadap rencana tambang yang diajukan PT Mantimin Coal Mining (MCM) dan PT AGM.

BACA LAGI : HA Chairansyah Resmi Bupati HST, Gubernur Kalsel : Jangan Korupsi

Penolakan wilayah HST jadi ‘mangsa’ koorporasi tambang besar juga diamini Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten HST, Muhammad Amin. Ia menegaskan pertambangan batubara menjadi ancaman nyata bagi kelestarian lingkungan bukan hanya bagi HST namun Kalsel secara keseluruhan.

“Ada lima daerah irigasi yang terancam, yang mengaliri sekitar 4.000 hektare lahan pertanian. Pegunungan meratus ibarat atap rumah Kalsel, dinding dan lantai sudah habis (karena Pertambangan dan perkebunan) kalau atap kalsel dibongkar habislah kita,” kata Yani.

Ia menyebut sejak tahun 2010 sudah ada keberatan dari koalisasi masyarakat sipil dan pada 2012 lalu terbitlah SK Gubernur mengecualikan Kabupaten HST dari aktivitas Pertambangan PT AGM karena mendapatkan penolakan keras dari masyarakat.

“Sekarang kita akan menguatkan lagi dan meminta SK Kementerian ESDM untuk ditinjau lagi termasuk izin PT MCM dan PT AGM yang total wilayahnya sekitar 6.000 hektare yang masuk ke dalam wilyah HST,” imbuh Yani.

Ia berpendapat dalam RTRW dan RPJMD Kabupaten HST bebas dari aktivitas pertambanga dan perkebunan kelapa sawit karena masuk ke dalam wilyah adat,basis pertanian, nelayan dan sumber air baku.

“Kami komitmen untuk bergantung ke sektor agraris pertanian dan perikanan sebagai lokomotif ekonomi bumi murakarta , kita bercermin dengan kabupaten lain seperti kopi mix air (Sungai),” papar Yani.

BACA LAGI :  Gugatan Walhi Gugur, Pegunungan Meratus Terancam

Menurut dia, justru masyarakat HST lebih memilih Pegunungan Meratus sebagi pusat wisata alam ketimbang tergiur janji surga pertambangan batubara.

“Masyarakat HST merasa berutang jasa dengan keindahan lingkungan Meratus yang berdampak terhadap perekonomian masyarakat di pedesaan. Kita lihat sekarang munculnya beberapa objek wisata yang mulai dikenal wisatawan seperti Arung jeram, air terjun hingga goa alam,” tandas Yani.

Di era mantan Bupati HST Abdul Latif mengeluarkan surat bernomor 800/288/DLHP/2017 berisi penolakan tambang batubara, tertanggal 5 September 2017 kepada Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta. Surat yang diteken Abdul Latif yang juga akrab dipanggil Majid ini mengatakan berdasar hasil rapat membahas PKP2B Blok Batu Tangga untuk PT Mantimin Coal Mining dan PKP2B PT Antang Gunung Meratus di Blok Haruyan, di Kabupaten HST pada 25 Agustus 2017.

BACA LAGI :  Terlarang di Era Belanda, Kini Pegunungan Meratus Terkepung Tambang

Atas dasar itu, Latif menegaskan mengacu ke Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten HST secara potensi memang terhadap deposit batubara, namun peruntukkannya khusus eksploitasi tidak dimasukkan dalam RTRW HST.

Mantan Ketua DPRD HST ini juga menegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2006-2025, Kabupaten HST berada di rel pembangunan berbasis lingkungan berdasar Perda Nomor 4 Tahun 2010. Lalu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) HST periode 2016-2021 dalam Perda Nomor 5 Tahun 2016 sebagai dasar hukumnya.(jejakrekam)

 

Penulis Asyikin/Ahmad Husaini

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.