Gelar Dialog, Raperda Adat Dayak Disempurnakan

0

DEWAN Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Balangan kembali mengelar hearing dialog terkait  Raperda kelembagaan adat dayak, Senin (11/2/2019)

HEARING dialog yang digelar di Aula Kantor DPRD Balangan ini dipimpin Ketua DPRD Balangan H Abdul Hadi, anggota DPRD Balangan Rusdiansyah, Siprinsyah dan Darto serta dihadiri  para kepala adat dan tokoh adat serta Direktur Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono.

Dalam dialog tersebut, dibahas revisi draf Raperda Kelembagaan Adat Dayak yang beberapa waktu lalu sudah dilakukan pembahasan internal bersama kepala adat dan tokoh adat se-Kabupaten Balangan.

BACA : Ada 220 Ribu Ha Wilayah Adat, FPKS DPRD Kalsel Siap Inisiasi Perda MHA

Ketua DPRD Balangan H Abdul Hadi mengungkapkan, kegiatan hearing dialog ini merupakan bagian dari penyempurnaan Raperda Kelembagaan Adat Dayak yang ditengah dibahas pihaknya untuk segara disahkan menjadi perda nantinya.

“Kita sebagai penggagas raperda ini, ingin tentunya keberadaan perda ini sesuai dengan keinginan masyarakat adat serta juga sesuai dengan aturan yang ada diatasnya,” bebernya.

Pihaknya sendiri, menurut Abdul Hadi, akan berupa semaksimal mungkin bisa menyelesaikan Raperda Kelembagaan Adat Dayak menjadi perda secepatnya. “Kita targetkan di bulan April Insya Allah Perda ini akan selesai,” janjinya.

Menurutnya, selain Perda kelembagaan,  masih ada lagi perda yang berkaitan yaitu tentang hak kewilayahan dan pemberdayaan, namun untuk mengesahkan Perda tersebut perlu kajian lebih dalam lagi. “Yang jelas untuk perda kelembagaan dulu akan diselesaikan,” tegasnya.

Lebih lanjut ia mengharapkan, dengan adanya perda kelembagaan adat dayak ini memperkuat kelembagaan yang ada serta diakui. “Dan yang tak kalah pentingnya adalah pihak desa, kecamatan, dan kabupaten bisa membantu lembaga tersebut,” harapnya.

Sedangkan Kepala Adat Dayak Pitap, Aliyudar mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan revisi draf Raperda Kelembagaan Adat yang disesuaikan dengan kehidupan adat dayak yang ada di seluruh Kabupaten Balangan. “Ada beberapa istilah dan pasal yang kita rubah dengan mengakomodir kehidupan adat yang ada di Balangan,” bebernya.

BACA JUGA : Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Masih Setengah Hati di Kalsel

Ditambahkan ketua Dewan Adat Dayak (DAD)  Kabupaten Balangan, Mandan, revisi ini merupakan hasil rembuk kepala adat dan tokoh adat, sehingga keberadaanya bisa mewakili semua lapisan masyarakat adat yang terdiri dari beberapa sub etnis dayak yang tersebar di Bumi Sanggam.

“Dengan adanya revisi ini selain menyamakan persepsi bersama antar masyarakat ada juga mempercepat Raperda ini menjadi Perda,” ungkapnya.

Sedangkan Direktur Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono menyampaikan, keberadaan Perda Kelembagaan adat dayak ini penting sebab menjadi pintu masuk pengakuan secara sah keberadaan masyarakat adat secara lebih rinci, tegas dan aturan yang jelas.

Tapi terpenting, menurut Kisworo, banyak lagi pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah terkait legalitas hukum adat termasuk terkait wilayah adat termasuk pengelolaannya secara hukum adat.

BACA LAGI :DPRD Balangan Godok Perda Lembaga Adat Dayak

“Hal ini harus menjadi alasan yuridis bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menjadi motivasi percepatan pengakuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) khususnya yang ada di Kabupaten Balangan,” ungkapnya.

Keberadaan MHA ini sendiri, lanjut aktivis lingkungan Kalsel ini, sudah dijamin dalam konstitusi, yakni Pasal 18B ayat (2) dan 281 (3) UUD 1945 serta Undang-Undang 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012, MK Nomor 97 Tahun 2016 serta peraturan perundang-undangan terkait atas pengakuan dan penghormatan atas kesatuan MHA.

“Dasar ini menjadi alasan yuridis bagi pemerintah pusat untuk pemenuhan hak-hak konstitusional, menyangkut hak dasar dan kebebasan setiap warga negara. Terutama, pendidikan, pekerjaan, kesetaraan di depan hukum, hak sosial ekonomi, kebebasan berpendapat, hak untuk hidup dan bertempat tinggal yang dijamin oleh UUD 1945,” paparnya.

Khusus di Kabupaten Balangan, kata Kisworo, masih setengah hati. Faktanya, hingga kini belum ada regulasi yang dilahirkan pemerintah daerah mengakui masyarakat hukum adat.

Padahal, menurut Kisworo begitu direktur Walhi Kalsel ini, regulasi MHA sangat penting demi menjamin kehidupan masyarakat adat. Terutama, jaminan kebebasan dalam menjalankan kehidupan sosial masyarakat adat. “Hak ini mencakup hak atas tanah, sumber-sumber kekayaan alam dan identitas ini menjadi pokok dasar dari penerapan MHA itu sendiri,”imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis Gian
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.