Lindungi Anak dari Kejahatan Dunia Maya

0

“SELALU waspada terhadap kejahatan dunia maya yang mengintai kita dan keluarga terutama buah hati tercinta.  Kartu Identitas Anak (KIA) berisi identitas anak yang harus dijaga kerahasiaannya.  Jangan sampai jadi santapan orang-orang yang tidak bertanggung jawab terutama Penjahat Anak.”

PERTAMA kali saya membaca imbauan yang viral di media sosial tersebut berasal dari postingan Ibu Alaika Abdullah, narablog (blogger) dari Blogger Perempuan Network (BPN).  Berikutnya para narablog perempuan dari Kumpulan Emak Blogger (KEB) pun ikut serta memviralkan himbauan yang sama terkait untuk menjaga kerahasiaan data pada KIA.

Kampanye ini mengusung tagar ‘perlindungan anak’ dan mengajak masyarakat untuk bijak dalam menggunakan media sosial, salah satunya untuk tidak memposting KIA, bahkan apapun terkait data identitas diri anak, seperti raport, paspor, akta kelahiran & kartu keluarga.

Data anak yang tertera pada KIA adalah nama lengkap anak,alamat, nomor kartu keluarga,nomor akta kelahiran, foto anak, dan informasi lainnya (Kompas.com, 26/01/2019).

Pelaksana Tugas Biro Humas Kemenkominfo, Ferdinandus Setu mengkhawatirkan celah-celah bahaya yang mengancam anak terkait memposting KIA di media sosial.  Antara lain penculikan, memberi kesempatan pada para pedofil, atau ada yang membenci orang tua si anak lalu melakukan hal-hal yang tidak diinginkan kepada anak yang bersangkutan, dan seterusnya.

Rentannya cybercrime yang berujung pada perdagangan anak dikhawatirkan terjadi.  Dikutip dari Kompas.com, Ferdinandus pun menghimbau bila anak-anak kita sudah memiliki KIA, cukup disimpan saja.  Kalaupun ingin dibagikan fotonya, bagian-bagian data penting ditutupi, namun lebih baik tidak usah dibagikan demi keamanan & keselamatan anak.

BACA :  Antisipasi Penculikan Anak, Disdik Banjarmasin Sebar Surat Edaran

Di tahun 2016, cyber crime di Indonesia bahkan tertinggi kedua setelah Jepang. Ada 90 juta serangan cyber yang terdata sebagaimana diberitakan oleh cnn.com ( 17/7/2018). Terkait kejahatan pada anak, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)menjelaskan pada Tribunnews (9/11/2018) ranking pertama masih didominasi oleh anak berhadapan dengan hukum, baik sebagai korban, saksi, maupun pelaku:  kedua terkait keluarga dan pengasuhan alternatif, dan urutan ketiga sekarang pornografi dan cybercrime.

Adapun bentuk kejahatan yang dikhawatirkan dari postingan data diri anak ke publik adalah penculikan, pedofilia& perdagangan anak.

“Tren kasus penculikan anak ini terus terjadi dengan berbagai modus dan polanya.  Publik harus tahu dan mengerti sekaligus waspada karena kasus penculikan anak polanya semakin hari semakin bergeser,” demikian jelas Ketua KPAI Susanto.

Ia menyebutkan ada tiga modus yaitu mendekati anak saat bermain, memberi makanan dan minuman kepada anak dan modus jebakan melalui cyber biasanya dari chat (kpai.go.id/29/10/2018).

BACA JUGA :  Isu Penculikan Anak Dipastikan Hoax, Antropolog ULM Minta Polisi Siber Bertindak

Demikian halnya kasus pedofilia dimana pihak KPAI sendiri menyatakan kejahatan seksual pada anak adalah masalah serius. Terkait  perdagangan anak, komisioner KPAI menyatakan sepanjang Januari-September 2018 tercatat 264 kasus.

Untuk mencegah terjadinya berbagai kejahatan pada anak inilah maka jangan memposting data KIA yang tentunya membuat pelaku kejahatan bisa mengetahui alamat rumah dan sekolah anak.

Adanya kebijakan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bahwa setiap anak usia 0-17 tahun  harus memiliki KIA sejak tahun 2016 lalu untuk di beberapa daerah tertentu sebenarnya tidak hanya sebatas merekam data populasi anak, tetapi untuk mempermudah dalam urusan administrasi pendidikan, imigrasi, kesehatan juga perbankan.

Apalagi di tahun 2019, kebijakan KIA ini diberlakukan secara nasional. Data anak yang terekam pada KIA tentunya sangatlah penting untuk dijaga kerahasiaannya baik oleh orang tua juga pihak kedua yang menggunakan data tersebut terkait urusan administrasi.

Sangat disayangkan, ternyata masih ada orang tua yang saking gembiranya KIA sang anak telah beres, lalu memposting foto KIA yang berisi data diri sang anak ke media sosial.  Hal ini dikhawatirkan akan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

BACA LAGI :  Belum Berusia 17 Tahun, Anak Wajib Miliki KIA

Data pribadi memang tidak seharusnya dikonsumsi publik dan memang sudah semestinya dilindungi oleh pemerintah karena keamanan dan rasa aman bagi rakyat adalah hal primer, termasuk kebutuhan mendasar (hajatul asasiyah) & pemenuhan naluri/potensi mempertahankan diri (gharizah baqa) serta melestarikan jenis (gharizah nau) pada manusia.

Masalah kebutuhan mendasar/primer di dalam Islam tidak hanya sebatas sandang, pangan dan papan, tapi juga pendidikan, kesehatan dan keamanan.  Bila akar permasalahan pada rakyat adalah tidak terpenuhinya kebutuhan mendasar pada masing-masing individu secara optimal maka tindak kejahatan tentu akan selalu bisa terjadi.

Selain itu pemenuhan potensi naluri mempertahankan diri (gharizah baqa) dan melestarikan jenis (gharizah nau)tidak dipenuhi sesuai aturan Illahi.  Bila dua potensi tersebut tidak dipenuhi sesuai syariat Islam maka tentu keamanan manusia, termasuk anak mampu terancam.  Contoh, rasa benci kepada orang tua anak adalah manifestasi dari naluri mempertahankan diri (gharizah baqa) lalu dipenuhi oleh oknum dengan cara menculik anak.

Untuk masalah nafkah pun bisa membuat manusia gelap mata yakni dengan menculik dan meminta tebusan atau dengan memperdagangkan anak.  Tentu hal ini jelas-jelas kejahatan dan melanggar hukum. Demikian halnya naluri melestarikan jenis (gharizah nau), oknum ternyata memenuhi naluri tersebut dengan menjadi pedofil yakni melakukan perbuatan asusila kepada anak. Na’udzubillah min dzalik.

Akhirnya, sudahlah kebutuhan mendasar tidak tercukupi, ditambah sistem yang menjadi landasan hidup bernegara adalah sistem Kapitalis-Sekular dan fatalnya aturan Illahi sebagai solusi kehidupan justru dicampakkan. Kehidupan pun akhirnya kering dari rasa takwa dan kebahagiaan hanya diukur dari kekayaan materi, tidak ambil pusing untuk berupaya memahami dan menempuh ‘jalan halal’ .

Terkait pada sisi proteksi data, Kemendagri sebenarnya sudah berupaya menjaga kerahasiaan data penduduk termasuk anak agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu.

Hal ini juga telah dipayungi oleh Undang-Undang Administrasi Kependudukan.  Maka seharusnya ada timbal balik juga dari masyarakat yakni ikut serta menjaga kerahasiaan privasi terkait data pribadi & keluarga termasuk anak tentunya.

Saya pun berpendapat bahwa maksud himbauan Kemenkominfo yang juga diviralkan oleh para narablog dari berbagai komunitas narablog sebenarnya agar masyarakat bijak dalam menggunakan media sosial.  Tidak gegabah mengupload dan memposting hal-hal terkait privasi kepada publik karena bisa menjadi pintu masuk tindak kejahatan kepada anak. Edukasi penggunaan media sosial kepada masyarakat tentunya tetap harus dijalankan dengan berbagai cara.

Masalah perlindungan anak di era digital adalah permasalahan kita semua.  Maka mari saling bantu terutama dari segi preventif yakni dengan menggunakan internet & aplikasi media sosial secara cerdas dan bijak. Wallahu’alam bish shawab.(jejakrekam)

Penulis adalah Blogger, Tinggal di Banjarmasin

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.