Replika Meriam di Maskot Bekantan, Walikota Ibnu Tak Ingin Sejarah Perang Banjar Dilupakan

0

MERIAM asli yang ditemukan saat penggalian peningkatan Jalan Sudirman, tetap dijaga sebagai warisan dari Benteng Tatas. Artefak yang diduga peninggalan era kolonial Belanda saat berkuasa di Tanah Banjar berpusat di Benteng Tatas, yang kini telah berubah menjadi Masjid Raya Sabilal Muhtadin, Banjarmasin.

UNTUK mengenang itu, Pemkot Banjarmasin membuat replika meriah peninggalan VOC Belanda. Replika meriam ini pun ditaruh di kawasan maskot Bekantan, Jalan Piere Tendean yang menjadi bagian dari destinasi wisata Siring Tendean.

Peresmian replika meriam Benteng Tatas di kawasan Maskot Bekantan dilakukan Walikota Ibnu Sina didampingi Wakil Walikota Hermansyah, Kamis (27/12/2018).

Walikota Ibnu Sina mengatakan meriam asli yang ditemukan saat pengerjaan Jalan Sudirman, telah dibuatkan replika untuk makin mempercantik kawasan tugu maskot Bekantan.

Menurut dia, untuk menguji keaslian meriam peninggalan kolonial Belanda itu harus tercatat sebagai artefak purbakala. Ibnu Sina juga berencana akan menempatkan meriam asli itu di kawasan Masjid Sultan Suriansyah, Jalan Kuin Utara, Banjarmasin Utara.

“Memang, ada permintaan untuk ditempatkan di Museum Lambung Mangkurat di Banjarbaru. Namun, adanya penemuan meriam ini tetap dijaga sebagai upaya melestarikan informasi sejarah perjuangan Banjarmasin,” tutur Ibnu Sina.

Mantan anggota DPRD Kalsel ini beranggapan keberadaan Benteng Tatas yang berada di pusat kota, tak lepas dari nilai historis perjuangan rakyat Banjar untuk mengusir penjajah baik era Kesultanan Banjar hingga revolusi kemerdekaan RI.

“Sejarah Benteng Tatas sangat panjang. Apalagi, di kawasan Benteng Tatas ini banyak pejuang Banjar yang dihukum gantung Belanda, akibat dituding memberontak,” ucap Ibnu Sina.

BACA :  Nasib Meriam Kuno Warisan Benteng Tatas yang Makin Tak Jelas

Sebagai bagian dari Benteng Tatas, kawasan Jalan Jenderal Sudirman yang berada di tepian Sungai Martapura itu banyak ditemukan berbagai artefak. “Dulu bangunan induk Benteng Tatas berada di kawasan Masjid Raya Sabilal Muhtadin sekarang. Nah, pelatarannya langsung menghadap ke Sungai Martapura. Makanya, di tempat itu, banyak ditemukan artefak,” urainya.

Dengan ditemukannya meriam yang saat ini disimpan Pemkot Banjarmasin, Ibnu Sina berharap bisa menjadi benda cagar budaya untuk dikenang begitu hebatnya perjuangan rakyat Banjar terhadap penjajah Belanda.

“Ini yang ingin kita wariskan kepada anak cucu kita,” tegas Ibnu.

Mantan anggota DPRD Kalsel ini mengaku mendapat informasi mengenai lokasi bersejarah yang ada di kawasan Benteng Tatas. Saat ini, menurtu dia, tengah dirangkum untuk satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari sejarah.

“Jadi, ini penegasan saya di mana Banjarmasin sebagai salah satu jejaring kota pusaka Indonesia,” ujarnya.

Kata Ibnu, Benteng Tatas ini merupakan bagian dari pemerintah kantor pemerintahan dari kolonial Belanda. Bahkan, beber dia, Banjarmasin dulunya memiliki Monumen Perang Banjar seperti di Batavia dan Kota Padang di alun-alun depan kediaman Residen Belanda. Lokasinya, persis di depan Kantor Gubernuran Kalsel di Jalan Jenderal Sudirman.

“Di depan kawasan itu dulu dibangun Tugu Perang Banjar. Entah mengapa, sekarang sudah hilang. Padahal, hanya ada tiga tugu perang yang dibangun Belanda di Indonesia, yakni di Batavia (Jakarta), Padang dan Banjarmasin,” ucap Ibnu Sina.

BACA JUGA :  Dari Benteng Tatas, Tata Kota Banjarmasin Digagas

Berdirinya Tugu Perang Banjar ini diungkap Ibnu Sina menjadi bukti bahwa perang yang dicetuskan Pangeran Antasari, Pangeran Hidayatullah dan rakyat Banjar sangat dahsyat dan banyak merugikan pihak Belanda.

“Jadi, wajar, jika Perang Banjar termasuk perang yang paling dikenang oleh Belanda,” katanya.

Ibnu mengaku, hingga sekarang tidak bisa menemukan tugu yang terbuat dari besi dengan lantai berlapis marmer dan dinding luarnya dipenuhi relief Eropa.

“Apakah terkubur di Tugu Pancasila sekarang. Informasinya belum kita dapatkan saat ini. Padahal ini merupakan bagian dari sejarah,” ucapnya.

Ibnu menilai dalam perspektif pemerintah Belanda saat itu menganggap Perang Banjar termasuk salah satu perang terpanjang dalam sejarah pejuang Indonesia.

“Karena dari Banjarmasin hingga ke pedalaman Kalimantan, ke hulu Barito itu sejarahnya tidak terpisahkan sampai zaman Pangeran Antasari, pewaris sah terakhir dari Keraton Kesultanan Banjar yang ada di Murung Raya,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis Arpawi
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.