Kepegawaian, Pertanahan, Pendidikan Laporan Terbanyak Diterima Ombudsman

0

OMBUDSMAN RI Perwakilan Kalsel mencatat sepanjang tahun 2018, telah menjalankan tugas dan fungsinya dalam dua hal pokok, yaitu penanganan laporan masyarakat menyangkut aduan atau laporan pelayanan publik.

KEMUDIAN melakukan pencegahan maladministrasi agar pelayanan publik menjadi semakin baik dan berkualitas.

Dalam menjalankan fungsinya itu, Ombudsman RI Perwakilan Kalsel mencatat sepanjang tahun 2018 ada 177 pelapor, tapi semuanya menjadi laporan pelayanan publik.

Pelapor datang berkonsultasi, meminta informasi, pendapat, dan arahan atas keberatan yang disampaikan menyangkut persoalan yang mereka hadapi.

Jumlah pengaduan yang menjadi laporan ada 129 pengaduan. Laporan ditangani dan sebagian besar telah diselesaikan. Terdapat 25 laporan masih dalam proses. Dimana, lima laporan terbanyak, antara lain kepegawaian, pertanahan, pendidikan, kepolisian, dan perhubungan.

Menyangkut tugas pencegahan maladministrasi, telah dilakukan 29 kali sosialisasi di lingkungan sekolah, 10 kali di lingkungan kampus negeri dan swasta, serta sosialisasi di seluruh pemerintah daerah kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Selatan.

BACA : BKD Kalsel Diadukan ke Ombudsman, Syarat Akreditasi Dinilai Rugikan Pelamar CPNS

Telah pula dilakukan perjanjian kerjasama percepatan penyelesaian laporan dan pencegahan maladministrasi kepada 7 SKPD di lingkungan Pemprov Kalsel, yakni DPMPTSP, Bakeuda, BKD, Kominfo, RSUD Ulin, RSUD Anshari Saleh, RSUJ Sambang Lihum, dan UIN Antasari.

Sementara itu, terdapat sejumlah kasus yang cukup menarik perhatian publik, dikarenakan berdimensi politik dan mendapat sorotan media, seperti seleksi Dirut PDAM Bandarmasih, pemberhentian Sekretaris Daerah Kota Banjarmasin, tidak ditetapkannya status guru non PNS pada sekolah negeri di Banjarmasin, seleksi CPNS di Pemprov Kalsel, dan rencana relokasi pasar di Banjarbaru. “Kasus tersebut sudah ditangani dan sebagian masih dalam proses penyelesaian,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalsel Noorhalis Majid.

Diungkapkannya, telah dilakukan survei kepatuhan pelayanan publik 2018 terhadap sembilam kabupaten, antara lain Banjarbaru, Batola, Banjar, Tapin, HSS, HST, HSU, Tabalong, dan Kotabaru. Hanya 5 kabupaten yang sudah mendapat predikat hijau atau patuh standar pelayanan publik, yaitu Banjarbaru, Banjar, HSS, HST, dan Kotabaru. Selebihnya masih kuning atau sebagian dari SKPD di kabupaten tersebut masih belum standar.

BACA JUGA : Menolak Relokasi, Pedagang Pasar Bauntung Mengadu ke Ombudsman Kalsel

Di tahun 2019, akan dilakukan survei terakhir, karena menurut RPJMN, pada tahun 2019 seluruh kabupaten/kota di Indonesia, pelayanan publiknya harus standar. Karena itu, Ombudsman akan melakukan asistensi kepada kabupaten yang masih kuning agar memenuhi standar pelayanan publik, kabupaten tersebut, antara lain Batola, Tapin, HSU, Balangan, Tabalong, dan Tanah Bumbu. “Bila enam kabupaten tersebut telah standar, maka dapat dipastikan seluruh pelayanan publik di Kalimanan Selatan sudah sesuai dengan UU pelayanan publik,” katanya.

Juga dilakukan investigasi mendalam atas prakarsa aendiri terhadap sejumlah isu yang dinilai sangat penting, antara lain soal kalibrasi alat kesehatan dan kegiatan tera ulang pada bidang kemetrologian di Dinas Perdagangan.

Temuannya, hasil investigasi tersebut menyimpulkan bahwa masalah kalibrasi alat kesehatan masih belum menjadi perhatian kebijakan. Sebagian besar kabupaten/kota di Kalimantan Selatan tidak menganggarkan biaya kalibrasi alat kesehatannya, terutama alat kesehatan yang digunakan pada fasilitas kesehatan pertama di Puskemas.

Padahal tenaga medis sangat tergantung pada tersedianya alat kesehatan yang standar atau terkalibrasi. Demikian juga dengan tera ulang, sebagian besar kabupaten/kota belum memberikan pelayanan tera, padahal kewenangan ini sudah diserahkan provinsi kepada kabupaten/kota.

“Ketika tidak ada layanan tera ulang, tidak ada yang melindungi konsumen/masyarakat atas transaksi yang menggunakan takaran, timbangan dan alat ukur lainya,” katanya.

Selain itu, bebernya, dilakukan kegiatan sistemik review, yaitu studi tentang suatu kebijakan pelayanan publik. Kali ini yang distudi adalah soal sekolah inklusi. Studi ini menyimpulkan bahwa hampir seluruh pemerintah kabupaten/kota di Kalimantan Selatan, tidak memberikan perhatian khusus pada sekolah inklusi, kecuali sedikit perhatian oleh Pemkot Banjarmasin, ditandai misalnya sekolah inklusi baik piloting atau tidak, belum akses terhadap ABK (tidak ada jalur kursi roda, rambatan, toilet khusus ABK, kursi roda, dan tongkat krek). “Tidak tersedianya guru pendamping, dan tidak sinerginya antar bidang di pemerintahan. Konsisi ini mencerminkan bahwa sekolah inklusi tidak serius diperhatikan,” katanya.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.