Berebut Suara Kaum Disabilitas
JELANG Pilpres 2019 yang sebentar lagi, persiapan yang dilakukan oleh lembaga penyelenggara pemilihan umum di Indonesia semakin gencar. Rangkaian tahapan sudah dilakuan sejak tahun 2017 lalu.
PEMILU (Pemilihan Umum) dalam sistem demokrasi adalah salah satu cara untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk hak asasi warga Negara termasuk kaum disabilitas.
Hakikat sebuah penyelenggaraan Pemilihan Umum adalah untuk memastikan bahwa rakyat berdaulat. Dalam arti sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin yangdapat memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat melalui kebijakannya.
BACA : Demokrasi Kalsel Masih Tahap Belajar di Bawah Kendali Kuasa Uang
Pelaksanaan Pemilu itu sendiri sudah final di bulan April 2019 mendatang. “Panja RUU Pemilu DPR dan pemerintah, setelah berkoordinasi dengan KPU dan Bawaslu, telah menyepakati Pemilu 2019 akan dilaksanakan hari Rabu, 17 April 2019,”ujar ketua Panja RUU Penyelenggaraan Pemilu Lukman Edy kepada wartawan. (detiknews25/4/2017)
Institusi politik terutama lembaga penyelenggara pemilihan umum di Indonesia tampaknya belum maksimal dalam memenuhi kebutuhan para penyandang disabilitas dalam setiap perhelatan pemilu. Suara mereka dalam pesta demokrasi masih rentan dimanipulasi. “Di bidang poltik, kebanyakan hanya dimanfaatkan. Seperti pemilih tunanetra dalam pilkada yang suara pilihannya bisa dimanipulasi,” kata istri almarhum Gus Dur, Sinta Nuriyah Wahid, di Jakarta Kamis(1/9). (CNNIndonesia.2/9/2016).
BACA JUGA : Mengawal Demokrasi dan Hak-Hak Penyandang Disabilitas
Di sisi lain diikutsertakannya dalam pemilu bagi tunagrahita atau pengidap gangguan kejiwaan juga telah lama diwacanakan dan akan terlaksana di pemilu 2019 mendatang. Di kabupaten Balangan Kalimantan Selatan sendiri tercatat sebanyak 85 penderita gangguan jiwa dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019.(jejakrekam.29/11/2018)
Wacana tersebut anehnya disambut hangat oleh masing-masing kubu. Namun tak sedikit menuai komentar dari sejumlah masyarakat. Masyarakat seolah dibuat tertawa melihat putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Seolah ini adalah bagian dari guyonan politik demokrasi.
Beginilah fakta yang terjadi dalam sistem demokrasi yang beasaskan kebebasan. Bebas. Bisa memunculkan apa saja. Bahkan yang diluar akal sehat. Bagaimana mungkin orang yang sedang terganggu mentalnya, tidak mampu untuk menggunakan akalnya secara maksimal diikutsertakan dalam pemilu?
Bagaimana dia bisa mengenal calon pemimpin yang akan menjamin kesejahteraannya kelak, mengenal visi dan misi dari masing-masing calon serta tata cara dalam memilih. Bukankah dalam pemilu, seorang pemilih juga memiliki syarat dalam memilih?
BACA LAGI : Pemilih Difabel Kalsel 9.839 Orang, Penghuni Lapas Hanya 244 Miliki Hak Suara
Sebagaimana pemimpin yakni orang yang dipilih rakyat untuk mengurusi urusannya dalam kehidupan, maka seorang pemilih juga memiliki syarat. Dalam Islam salah satu syaratnya adalah baligh atau dewasa. Selain itu dia juga harus berakal, yaitu memiliki akal yang sempurna sehingga dapat membedakan baik dan buruk.
Setiap muslim wajib beribadah kepada Allah swt. Tidak ada satupun ciptaan Allah yang tidak diwajibkan beribadah, bahkan jin sekalipun diciptakan untuk beribadah kepadaNya. Sebagaimana firman Allah dalam surah Adzariyat:56 “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu”
Namun, ada tiga golongan manusia yang tidak diwajibkan untuk beribadah dan tidak dicatat dosanya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW.
Dari Aisyah dari Rosulullah saw bersabda: “Pena diangkat dari tiga orang yaitu: orang yang tidur hingga terbangun, anak kecil hingga ia baligh dan dari orang gila hingga ia sembuh” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Darimi)
Dari hadits ini dikatakan poin ketiga yaitu orang gila hingga ia sembuh. Tidak jauh berbeda halnya dengan orang tidur, orang gila adalah orang yang kehilangan akal sehatnya. Peerbuatan baik yang dilakukannya pun bukan buahpemikiran, demikian pula perbuatan dosanya. Selama dalam kondisi gila maka manusia terbebas dari dosa dan juga pahala.
Maka tidak sah dalam Islam jika seseorang yang hilang akal baik mabuk ataupun gila menggunakan hakpilihnyaKarena yang dipilihnya adalah seorang pemimpin, dimana dia juga akan dimintai pertanggung jawaban terhadap apa yang dipilihnya kelak di hadapan Allah SWT.(jejakrekam)
Penulis adalah Aktivis Muslimah di Kalsel