Nonbar Film G30S/PKI, Masyarakat Harus Dewasa Sejarah

0

SETIAP menginjak tanggal 30 September, tayangan propaganda penumpasan pengkhianatan G30S/PKI belakangan waktu ditayangkan kembali. Tujuannya agar generasi sekarang tak enteng melupakan sejarah kelam bangsa. Minggu (30/9) giliran Balai Kota Banjarmasin yang menjadi titik pemutaran film besutan sutradara Arifin C. Noer ini.

DIHADIRI puluhan warga Kota Banjarmasin, acara nonton bareng (nonbar) dikemas secara sederhana. Menggunakan proyektor yang dipantulkan menuju layar putih panggung terbuka Balai Kota, warga tetap menikmatinya dengan duduk lesehan.

Ada dua versi tayangan penumpasan pengkhianatan G30S/PKI yang beredar di Youtube. Pertama, film orisinal tanpa sensor yang berdurasi 4 jam. Kedua, karya revisi hasil olahan TNI Angkatan Darat (AD) dengan durasi satu jam. Pilihan kedua dipilih untuk mempersingkat waktu penayangan.

Meski begitu, pesan yang ingin disampaikan dalam film tetap sama: rencana kudeta 30 September 1965 yang konon dilancarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai gerakan kejam. Dalam film digambarkan, mereka menculik dan membunuh enam jenderal TNI AD.

Mengacu film dokudrama garapan tahun 1984 ini, proses pergantian rezim dari pemerintahan Soekarno menuju Soeharto juga dirincikan. Jenderal Soeharto muncul sebagai tokoh yang membendung kudeta. Serta melawan keras segala bentuk komunisme setelah peristiwa kelam ’65.

Didukung Kodim 1007/Banjarmasin bersama Pemko Banjarmasin, acara nonbar ini mendapat apresiasi dari Dandim 1007 Banjarmasin, Letkol Inf Teguh Wiratama. “Acara ini untuk mengingat kembali sejarah bangsa kita. Jangan sekali-kali merupakan sejarah,” ucapnya kepada jejakrekam.com

Target dari pemutaran film ini sebenarnya lebih terperinci untuk anak-anak muda. Menurut Teguh, meski PKI sudah tumbang, komunisme gaya baru perlu diwaspadai. Apalagi, corong masuk gagasan-gagasan radikal sekarang lebih enteng sejak era media sosial begitu gandrung diminati generasi muda.

Rencananya film ini bakal terus diputar setiap memasuki tanggal 30 September. Sebelumnya pihak Kodim dan Koramil seluruh Banjarmasin tahun 2017 lalu juga melaksanakan kegiatan nonbar dengan masyarakat kota.

Secara terpisah, Dosen Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Mohamad Zaenal Arifin Anis menganggap pemutaran film ini boleh dibilang sah-sah saja. “Harus begitu. Produk itu merupakan bagian membangun kolektif memori bangsa kita,” paparnya.

Namun, Anis juga memberikan catatan kritis. Dalam memahami isu seputar ’65, perlu kedewasaan berpikir bagi masyarakat kita. Artinya, ruang-ruang diskusi perlu dihidupkan agar masyarakat juga dewasa sejarah.

“Peristiwa itu sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri. Tetapi, penjelasan siapa di belakang layar dari peristiwa itu yang menjadi perdebatan,” kata Magister Humaniora lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Ia memberikan pesan, alangkah baiknya jika ada pihak yang bisa membuka peluang untuk kalangan pelajar. Seperti pada bangku SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Dengan catatan, harus mengutamakan fakta. “Persoalan tafsiran (memahami isu ini-red) diserahkan ke mereka,” imbuhnya.(jejakrekam)

 

Penulis Donny
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.