Kategori Miskin Jika Penghasilan Hanya Rp 401.220 per Bulan

0

BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat kemiskinan Indonesia kurang dari 10 persen, atau berada angka kemiskinan Indonesia sebesar 9,8 persen. Tingkat kemiskinan di bawah 10 persen dianggap untuk pertama kalinya sepanjang sejarah negeri ini.

INDIKATOR kemiskinan mengacu jika penghasilan di bawah  Rp 401.220 per kapita per bulan. BPS juga menjelaskan kemiskinan sebagai ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, yang diukur dari pengeluaran. Ini artinya, orang yang pengeluarannya di bawah angka rata-rata garis kemiskinan termasuk warga miskin.

Sedangkan data dari BPS Kalimantan Selatan mencatat kemiskinan di Kota Banjarmasin sebesar 4,15 persen dari total penduduk di Kota Seribu Sungai atau sebesar hampir 29.000 jiwa masuk kategori miskin.

Anggota Komisi IV DPRD Banjarmasin, Johansyah pun sependapat dengan data yang dirilis BPS, terutama ketika penghasilan per bulan hanya Rp 401.220, sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan dasar hidup warga kota.

“Pemkot Banjarmasin harus mendata lagi kemiskinan yang sesuai dengan indikator kebutuhan hidup sehari-hari yang bisa dipenuhi masyarakat,” ucap legislator PPP kepada wartawan, Kamis (2/8/2018).
Menurut dia, jika takaran penghasilan per bulan hanya Rp 401.220, maka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, jelas tidak mencukupi. Ini ditambah lagi ketika harga kebutuhan pokok terus melambung dan fluktuatif.

“Padahal jelas dalam UUD Pasal 34 ayat (1) mengamanahkan bahwa negara harus harus memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Ya, contohnya adalah para penghuni kolong Jembatan Antasari dan lainnya, walau berkali-kali ditertibkan, mereka akhirnya kembali ke tempat itu,” papar Johansyah.

Sedangkan, pengamat sosial dan kebijakan publik FISIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Taufik Arbain berpendapat jika kemiskinan dihitung dengan kategori pendapatan di bawah
Rp 401.220, tentu tidak bisa disamaratakan dengan kondisi berbagai wilayah di Indonesia.

“Tidak wajar, jika ukuran kemiskinan disamaratakan secara keseluruhan. Sebab, daya beli di beragam kawasan berbeda-beda termasuk harga barang keperluan hidup,” ucap kandidat doktor Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini.

Menurut Taufik, untuk jenis kemiskinan berbagai macam tipe dari kemiskinan absulot, relatif, alamiah, kultural dan struktural. Dalam hal ini, Taufik menyebut pemerintah tentu perlu menghitung semua indikator dalam menentukan warga yang berada di bawah garis kemiskinan atau miskin.

“Perbedaan wilayah, misalkan kota dan desa. Penghasilan Rp 401.220 per bulan untuk ukuran di desa terbilang cukup, karena kebutuhan primer bisa terpenuhi. Beda dengan kondisi di perkotaan, ada biaya transportasi, makan sehari-hari dan sehari-hari,” imbuhnya.(jejakrekam)

 

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.