Pangsa Pasar Makin Lesu, Banyak Pedagang Koran Beralih Profesi

0

GEMPURAN media sosial dan online, cukup membuat jumlah pembeli koran  terus merosot dalam lima tahun terakhir. Ini disebabkan masyarakat beranggapan bahwa informasi seharusnya bisa didapat secara gratis melalui ponsel pintar (gawai), tanpa harus membeli surat kabar.

DAMPAK menurunnya pangsa pasar koran mulai dirasakan oleh pedagang maupun agen yang ada di Banjarmasin. Salah satunya agen koran terbesar di Banjarmasin di Jalan Penatu, H Syukur. Ia mengaku mengalami penurunan omzet penjualan koran sejak 2013 hingga sekarang.

Dia menjelaskan, keadaan di era zaman sekarang sudah berbeda, dengan adanya perangkat pintar yang membuat situasi pasarnya tidak seperti dulu lagi. Diakui H Syukur, meski tidak bisa memonitor langsung, tetapi secara kasat mata, Syukur melihat, dalam sebuah mobil box pengangkut koran yang dikirim ke agen dari salah satu media grup terbesar di Kalsel selalu terisi penuh.

“Dulu waktu ramai-ramainya, angkutan korannya terpisah. Tetapi dengan menurunnya minat pembeli setiap tahun, membuat beberapa koran dalam media grup yang sama ini melebur menjadi satu angkutan. Ya, demi menghemat pengeluaran biaya,” ujar H Syukur kepada jejakrekam.com, Sabtu (21/7/2018).

Ia menambahkan penurunan minat pembeli in, akhirnya membuat beberapa media cetak terbesar di Kalsel yang sebelumnya mencetak 10 ribu hingga 25 ribu eksemplar ini selalu mengalami penurunan dari tahun ke tahun. “Sekarang beberapa koran yang beredar di Banjarmasin ini hanya mampu mencetak sekitar 40 persen saja,” katanya.

Diakui H Syukur, memang masih ada media cetak yang berani membuka, meski yang dipublikasikan hanya diperuntukan bagi pemerintah. “Paling-paling instansi terkait yang disasarnya. Dan itu tidak dikhususkan untuk umum, melainkan pemerintahan,” katanya.

Senada dengan H Syukur, kelesuan bisnis sebagai agen media cetak juga dirasakan oleh Ahmad Surkati, pemilik kios koran dan majalah. Lapak dagangannya yang tergelar di Jalan Bank Rakyat nomor 21A, Banjarmasin. Tak hanya menjual koran, majalah dan buletin, ada juga TTS, komik dan buku-buku lain yang sudah pudar warnanya. Setidaknya, dengan itu, Ahmad Surkati mampu bertahan menghadapi pendapatan jualan koran yang makin minim.

“Perlu diketahui, di wilayah sekitar lapak ini sebelumnya memiliki 20 kios koran dan majalah. Namun, karena kondisinya tidak seperti dulu lagi. Mereka terpaksa beralih profesi, sehingga ada 6 kios saja yang bertahan,” ucapnya.

Surkati mengungkapkan, sebelum adanya internet, koran menjadi pilihan utama masyarakat, untuk mengetahui informasi selain di televisi. Meski internet telah mengubah cara penyampaian dan format pemberitaan, plus cara khalayak mendapatkan informasi, Surkati berkata usahanya masih menguntungkan dan bisa diandalkan.

“Koran ini seperti gelombang pasang surut, tergantung tanggal dan beritanya. Tetapi apabila beritanya menarik, malah kita yang minta banyak kepada agen. Untuk sekarang, biasanya dalam satu koran ini bisa laku, mulai 15 sampai 20 eksemplar saja per hari. Berbeda dengan yang dulu bisa menghabiskan 30 sampai 40 eksemplar setiap harinya,” ucapnya.

Warga Pekapuran Laut ini pesimistis bahwa bisnis yang telah puluhan tahun ia jalani akan bertahan lebih lama lagi. Namun, ia berucap akan terus menjalankan profesi sebagai pedagang koran dan majalah, hingga benar-benar tak mampu lagi bertahan digempur zaman.

“Mau bagaimana lagi, saya sudah tua. Jadi, hanya bisa berusaha saja, meski kita tidak menyalahkan sepenuhnya dengan teknologi sekarang,” katanya.(jejakrekam)

Penulis Arpawi
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.