The Banjarmasin Secret : Berburu Harta Karun BJ Haga, Gubernur Borneo Tahun 1938-1942 (1)

Oleh : Masyur 'Sammy'

0

APAKAH Anda pernah secara tiba-tiba menemukan uang lima puluh ribuan di saku celana atau baju, pada saat tidak punya uang? Sungguh hal yang sangat berkesan. Uang yang jumlah atau nominalnya kecil saja membuat penemunya sangat kegirangan. Apalagi jika dapat sesuatu yang nilainya besar.

BUKAN hanya tentang bagaimana mendapatkan uang. Akan tetapi, sensasinya. Sebab, mendapatkan sesuatu saat tidak menduganya. Apalagi, jika harta yang ditemukan adalah harta karun bernilai mahal.

Sensasi inilah yang menjadi satu motivasi perburuan harta harun di wilayah Indonesia atau Nusantara. Nusantara tidak hanya punya sejarah panjang. Dalam bumi dan lautnya terkandung harta karun berlimpah. Kekayaan alam maupun tinggalan peradaban masa lalu berupa emas, perhiasan, artefak, koin, dan benda berharga lainnya. Nusantara yang memiliki banyak lokasi pundi-pundi tersembunyi, mengundang sejumlah pemburu harta datang dan mencari peruntungan. Menyibak lautan dan menyisir daratan untuk mencarinya.

Demikian halnya di daratan Borneo, ternyata menyimpan sejumlah harta karun yang menunggu ditemukan pemburunya. Satu di antaranya adalah harta karun yang disimpan Bauke Jan Haga. Gubernur yang pada masa Hindia Belanda di Borneo Tahun 1938-1942.

Atas perintah Gubernur Bauke Jan Haga, semua harta kekayaan pejabat militer, pejabat pemerintah, saudagar Cina, Arab dan hasil tambang emas di Gunung Mas, Pengaron, Muara teweh, Intan di Cempaka, dikumpulkan dan disimpan di suatu tempat. Hingga saat ini, di mana harta tersebut disembunyikan, masih menjadi misteri.

 

Gubernur Bauke Jan Haga sudah memperhitungkan hal-hal yang terburuk.Sejak tahun 1943, pemerintah Jepang yang berekspansi di Borneo mulai memburunya. Hasilnya nihil. Tentara pendudukan Jepang yang berupaya mengorek keterangan hingga menyiksanya sampai mati, tidak mendapatkan apa apa.

Bauke jan Haga, Gubernur Borneo menyimpan rahasia harta ini sampai dia meninggal dalam penyiksaan di Benteng Tatas, Banjarmasin (sekarang lokasi Masjid Sabilal Muhtadin) pada tahun 1943.

Semua orang, baik orang dekat hingga pengawalnya yang setia, termasuk istrinya tidak ada yang tahu dimana harta tersebut disembunyikan. Sejak tahun 1942, selama kurang lebih 75 tahun harta itu terpendam di bumi Borneo, tanpa ada yang menemukannya. Hingga masa kemerdekaan ditandai kekalahan Jepang atas sekutu tahun 1945 sampai masa Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi, animo masyarakat mendapatkan harta ini tidak surut.

Perburuan harta pun melihatkan warga lokal secara diam diam. Sayang, tidak berbuah hasil. Bagai mencari jarum dalam tumpukan jerami. Akhirnya perburuan harta karun yang semula diam-diam ini mengemuka ke publik. Pada tahun 2017 lalu, Perburuan harta ini mengemuka.Tepatnya di Bulan Mei 2017, seorang netizen, Pramudya Handoko memposting tulisan “Memburu Harta Karun Bauke Jan Haga di Pedalaman Kalimantan”.

Tema tersebut diposting dua tulisan di blog pribadinya. Artikel berjudul “Memburu Harta Karun Bauke Jan Haga Dipedalaman Kalimantan, Bagian I” diposting Minggu, 07 Mei 2017, kemudian Artikel “Memburu Harta Karun Bauke Jan Haga di pedalaman Kalimantan, Bagian II”, diposting Senin, 15 Mei 2017, dalam http://himpas-dki.blogspot.co.id/2017/02/. Tulisan inidibuat berdasarkan sumber dan saksi-saksi yang ikut dalam pencarian harta tersebut.

Menurut Pramudya Handoko, berbekal cerita dari tokoh adat yang bernama Ubay, mulai dikumpulkan berbagai informasi untuk mendapatkan petunjuk guna menguak kebenaran tentang adanya harta karun dimaksud. Hampir tiga tahun Pramudya Handoko berkeliling Kalimantan.Mulai Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,Kalimantan Timurhingga Kalimantan Barat untuk mencari informasi dan data akurat.

Pencarian Handoko selama tiga tahun tidak sia-sia, informasi dan data yang didapat, mulai menunjukkan titik terang. Harta karun tersebut memang benar-benar ada. Berdasarkan penelusuran yang ditunjang data-data dan beberapa kesaksian, bahwa harta tersebut disembunyikan di pedalaman Kalimantan Tengah, sebelum tentara Jepang merebut Tarakan pada tanggal 12 Januari 1942.

Dari kedua artikel Pramudya Handoko ini akhirnya menjadi pemantik kalangan sejarawan, mencoba menelusuri kembali harta karun BJ Haga. Terdapat satu arsip Hindia Belanda yang juga menyinggung tentang harta ini. Sumber tersebut adalah buku Dr. L. De Jong, Het Koninkrijk Der Nederlanden In De Tweede, Wereldoorlog, Deel II B, Nederlands-Indië II, eerste helft, Leiden, Martinus Nijhoff, 1985, Rijksinstituut Voor Oorlogsdocumentatie, Amsterdamruk: Staatsdrukkerij-‘S-Gravenhage, pada Hoofdstuk 5 – ‘Nederland’ wordt uitgeschakeld Hulpverlening 389.

Setelah penelusuran data, ternyata ada kemungkinan lain. Ada dua alternatif tempat disembunyikannya harta karun BJ Haga. Pertama, seperti dikemukakan Pramudya Handoko, bahwa harta terebut disembunyikan di pedalaman Kalteng, kemungkinan di Kapuas atau Puruk Cahu. Kedua, di sekitar wilayah Banjarmasin.

Siapa BJ Haga dan bagaimana asal usul harta karun tersebut? Bauke J Haga menjadi Gubernur Borneo periode 1938-1942 yang berkedudukan di Banjarmasin. Status Residensi (Karesidenan) untuk Borneo telah ditingkatkan menjadi provinsi sejak tahun 1938. Dalam menjalankan jabatannya sebagai Gubernur, Haga dikenal sebagai sosok yang selalu menjalankan tugas dengan baik. Haga adalah penggemar Hukum Adat dan penggagas peraturan-peraturan desentralisasi. Dalam beberapa referensi lain, sosok Haga juga dikenal kaku dan formalistis.

Perkembangan terbaru di Provinsi Borneo mulai terjadi sejak tanggal 8 Desember 1941 hingga 10 Februari 1942. Dalam kurun waktu ini menjelang tentara Jepang memasuki kota Banjarmasin, kepanikan melanda aparat pemerintahan. Pada sisi lain, muncul isu adanya pertentangan antara pemerintah sipil dan militer di kalangan aparat pemerintahan. Pelabuhan Pearl Harbour jatuh ke tangan Jepang pada tanggal 8 Desember 1941, pada jam 04.00 pagi.

Selanjutnya pada jam 06.30 pada tanggal yang sama, melalui siaran radio Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Jhr. A.W.L Tjarda van Starkenborgh-Stachouwer mengu-mumkan pernyataan perang kepada Jepang. Pernyataan ini membuat Jepang menjadi berang. Pada tanggal 25 Desember 1941 Jepang mulai beraksi melakukan misi pengintaian udara dengan mengirimkan empat pesawat terbang ke Banjarmasin dan mengebom landasan Ulin sebagai peringatan. Kemudian pada tanggal 28 Desember 1941, kembali 8 pesawat Jepang melintasi Kota Banjarmasin, 5 pesawat militer Belanda melakukan penyergapan, terjadi pertempuran udara, dua pesawat Jepang dan 3 pesawat militer Belanda juga tertembak jatuh.

Dari sini, Pramudya Handoko mulai mencoba membuka tabir keberadaan harta karun BJ Haga. Handoko mengemukakan, melihat situasi ini Gubernur Bauke Jan Haga, pada tanggal 29 Desember 1941, hari Senin memanggil seluruh peja-bat dan petinggi militer Belanda, mereka mengadakan rapat tertutup.

Menurut informasi rapat tersebut berlangsung sampai malam hari dan terlihat adanya kesibukan, para pejabat mondar mandir. Pada hari Selasa, tanggal 30 desember 1941, sekitar jam 09.00, terlihat dua orang perwira militer, satu orang berpangkat Kapten dan yang satunya lagi berpangkat Letnan keluar dari kantor Gubernur berjalan menuju kapal milik misionaris yang tertambat di pelabuhan gereja GPIB. Dalam kapal tersebut sudah ada tujuh serdadu Belanda dan satu orang Belanda berpakaian sipil.

Kapal berangkat setelah kedua perwira tersebut berada di palka. Diperkirakan jumlah orang yang berada di dalam kapal sekitar 13 orang. Beberapa orang saksi mengatakan kapal tersebut menuju ke arah Kuin. Kemudian pada hari Kamis, tanggal 8 Januari 1942, jam 0.3.30 kapal misionaris kembali bertambat di pelabuhan Gereja GPIB.

Orang yang kembali berjumlah 7 orang, terdiri satu orang perwira berpangkat Kapten.Kemudian satu orang Belanda berpakaian sipil, dua orang serdadu KNIL, satu orang jurumudi, satu orang masinis dan satu orang koki. Perwira berpangkat Letnan dan 5 orang serdadu KNIL tidak terlihat.

Sekitar 20.000 tentara Jepang dipimpin Mayor Jenderal Sakaguchi Shizuo, pada 11 Januari 1942, hari minggu, tengah malam, mendarat di pantai timur Tarakan. Pertempuran yang tidak seimbang terjadi, 1.300 serdadu Batalion VII KNIL dibawah komando Overstee Simon de Waal tidak sanggup melawan pasukan Jepang yang begitu besar, hingga hari senin, pada tanggal 12 Januari 1942, pasukan Belanda menyerah.

Kota Tarakan sepenuhnya dikuasai tentara Jepang. Tentara Belanda yang gugur dalam peperangan diperkirakan 600 orang, pihak jepang hanya sekitar 200 orang. Tentara KNIL yang menyerah banyak dibunuh oleh tentara Jepang, sebagian dijadikan tawanan perang untuk kepentingan tentara Jepang. Berita Jatuhnya wilayah Tarakan ke tangan pasukan Jepang sangat mengejutkan Gubernur Dr Bauke Jan Haga. Dua minggu kemudian, tepatnya, hari Sabtu, tanggal 24 Januari 1942 Balikpapan, dikuasai tentara Jepang.(jejakrekam/bersambung)

Penulis adalah Staf Pengajar Prodi Sejarah FKIP ULM

Sekretaris Pusat Kajian Budaya dan Sejarah Banjar Universitas Lambung Mangkurat

Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (LKS2B) Kalimantan

 

 

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.