DPRD HST Tolak Tambang Meratus Jadi Amunisi Walhi Gugat Menteri ESDM

0

DUKUNGAN atas gugatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) bersama Gerakan Penyelamat Bumi Murakata (Gembuk) Hulu Sungai Tengah terhadap Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan melalui Dirjen Minerba Bambang Gatot Ariyono masih berproses di PTUN Jakarta. Gugatan para aktivis lingkungan dan masyarakat HST terkait terbitnya SK Menteri ESDM bernomor 441.K/30/DJB/2017, tertanggal 4 Desember 2017 tentang IUPK operasi produksi batubara PT Mantimin Coal Mining (MCM) di wilayah Pegunungan Meratus.

PENGGALANGAN dukungan ini dilakukan aktivis Walhi Kalsel dan Gembuk HST, hingga berbuah sokongan dari DPRD Hulu Sungai Tengah. Melalui suratnya bernomor 170/049/DPRD-HST/2018 yang diteken Ketua DPRD HST H Saban Effendi dan dua Wakil Ketua DPRD Jainuddin Bahrani dan Tajudin, ditujukan kepada Presiden RI, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, dan Menteri ESDM.

Dalam surat berbunyi aspirasi masyarakat Kabupaten HST tentang penolakan tambang batubara PT MCM dan PT Antang Gunung Meratus (AGM) di wilayah Kabupaten HST, pimpinan DPRD menegaskan berdasar Peraturan Daerah Kabupaten HST Nomor 16 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten HST tahun 2016-2025 yang menegaskan pembangunan daerah berbasis lingkungan.

Tiga pimpinan DPRD HST juga menegaskan berdasar Perda Nomor 14 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten HST tahun 2016-2036 menyatakan daerahnya meski memiliki potensi batubara, namun peruntukkannya tidak untuk dieksploitasi. Lalu, berdasar Perda Nomor 14 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten HST 2016-2021 dinyatakan sumber daya alam yagn tidak dapat diperbaharui tidak dieksploitasi secara maksimal untuk kepentingan jangka pendek.

DPRD HST juga mengungkapkan berdasar analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) kedua perusahaan baik PT MCM telah ditolak sejak 2008, dan PT AGM juga ditolak pada 2012. Sementara, lokasi atau blok yang direncanakan untuk ditambang merupakan daerah tangkapan air Irigasi Batang Alai (6.600 hektare), dan beberapa irigasi lainnya seluas 4.547 hektare yang akan berdampak menimbulkan bencana banjir, kerawanan pangan, ekonomi dan sosial masyarakat.

Atas dasar itu, DPRD HST pun mendesak agar Menteri ESDM segera mencabut SK Nomor 441.K/30/DJB/2017, tertanggal 4 Desember 2017 tentang IUPK operasi produksi batubara PT Mantimin Coal Mining (MCM), serta mencabut/merevisi Perjanjian Karya Pengusahaan dan Pertambangan Batubara (PKP2B) Nomor 014/PK-PT-BA-AGM/1994 tanggal 16 Agustus 1994, dengan mengeluarkan wilayah perjanjian kerja pengusahaan pertambangan PT Antang Gunung Meratus dari wilayah Kabupaten HST.  Pernyataan sikap DPRD HST ini juga ditembuskan ke Mendagri di Jakarta, Gubernur Kalsel di Banjarmasin, Ketua DPRD Kalsel di Banjarmasin, dan Bupati HST di Barabai.

Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono kepada jejakrekam.com, Rabu (9/5/2018), mengakui surat pernyataan dan bentuk dukungan dari DPRD Kalsel ini sangat penting untuk menjadi alat bukti dalam persidangan gugatan terhadap Menteri ESDM yang tengah diperiksa di PTUN Jakarta. “Bagaimana pun, jika Pegunungan Meratus yang ada di wilayah HST itu ditambang, Kalsel akan kehilangan atapnya. Sebab, hanya Pegunungan Meratus terutama di wilayah HST yang belum dijamah,” kata Kisworo.

Ia memastikan dalam proses persidangan yang masih berlangsung di PTUN Jakarta, Walhi dan Gebuk HST akan menghadirkan alat bukti, saksi-saksi ahli dan fakta untuk mematahkan argumen hukum pihak tergugat dalam hal ini Menteri ESDM. “Makanya, surat pernyataan dari DPRD HST ini merupakan bentuk dukungan konkret dari dewan dalam menyelamatkan Pegunungan Meratus dari aksi pertambangan batubara dan lainnya,” tandas Kisworo.(jejakrekam)

Penulis Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.