Dianggap Perampasan, Eksekusi Kredit Macet Harus Sesuai Aturan Fidusia
PENARIKAN kendaraan bermotor kredit macet atau bermasalah oleh perusahan pembiayaan melalui jasa debt collector atau petugas jasa penagihan, kerap dikeluhkan masyarakat. Bahkan, kepolisian mengancam mempidanakan para petugas penagihan yang menarik paksa karena dinilai sebagai bentuk perampasan.
PADAHAL, penarikan barang kredit macet termasuk kendaraan motor, merupakan kewenangan leasing atau perusahaan pembiayaan selama sesuai UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Di undang – undang tersebut, fidusia mempunyai arti, pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan fidusia, wajib diadakan setiap transaksi kredit. Hal ini, untuk memberi kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan dan konsumen sehubungan penyerahan hak milik atas kendaraan bermotor.
Persoalan jaminan fidusia ini, menjadi materi seminar yang digelar Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia Forum Komunikasi Daerah (APPI FKD) Banjarmasin, Senin (16/4/2018). Seminar yang digelar di convention hall salah satu hotel di Banjarmasin ini, bertajuk Kekuatan Fidusia Terhadap Pengadikan dan Eksekusi Jaminan Fidusia.
Seminar menghadirkan empat narasumber. Yakni, Kabag Wassidik Ditreskrimsus Polda Kalsel AKBP Zaenal Arifien, Dosen Luar Biasa Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Robensyah Syahran, Kepala Bidang Pengawasan IKNB OJK Regional 9 Kalimantan Abidir Rahman, dan Ketua Panitera PN Banjarmasin Satrio Prayitno, serta moderator Arief Lambri yang merupakan Komite Hukum APPI Pusat.
Ketua APPI FKD Banjarmasin, M Sarpudin mengatakan, seminar ini untuk menyamakan persepsi antara kepolisian, pengadilan, perusahaan pembiayaan, petugas penagihan dan masyarakat, tentang jaminan fidusia. “Penyamaan persepsi agar eksekusi dan penyelesaian permasalahan dalam jaminan fidusia ini, tidak menimbulkan persoalan pidana,” kata Sarpudin.
Diakui Sarpudin, banyak penyelesaian jaminan fidusia ini, yang dikeluhkan masyarakat. Penyebabnya, masih ada pembiayaan yang tidak menyertakan sertifikat fidusia dalam transaksi kredit. “Tanpa sertifikat fidusia, pembiayaan tidak bisa melakukan eksekusi penarikan kendaraan kredit macet,” ujar Sarpudin.
Namun, menurut dia, meski ada jaminan atau sertifikat fidusia, eksekusi kredit macet juga tidak bisa sembarangan. Apalagi dilakukan dengan kekerasan.
Aturannya, debitur bermasalah harus diberi peringatan pertama, kedua hingga ketiga. Setelah itu, baru bisa dieksekusi. Itupun tetap harus dilakukan secara santun oleh petugas penagihan yang bekerjasama dengan pembiayaan.
Bersamaan dengan seminar ini, juga dikukuhkan pengurus Asosiasi Borneo Bersatu (ABB) Banjarmasin, yang menaungi perusahaan penyedia jasa debt collector. “Untuk saat ini, baru lima perusahaan yang bernaung di asosiasi. Ke depan, diharapkan lebih banyak lagi,” kata Ahmad Riadi, Ketua ABB Banjarmasin, periode 2018 – 2022 yang baru dilantik.
Menurut Riadi, asosiasi ini diharapkan meningkatkan profesionalisme para debt collector dalam melaksanakan tugas. Salah satunya, mengikuti aturan fidusia. “Kita juga tidak ingin, kerja kita berbentuk pelaporan tindak pidana,” ujarnya. (jejakrekam)