Haul Guru Sekumpul, Berkah dengan Persatuan Ummat

Oleh: Dian Puspita Sari

0

HAUL ke-13, KH Zaini Abdul Ghani atau Guru Sekumpul diikuti antusias oleh umat Islam, bukan hanya dari Kalsel tapi penjuru pelosok Indonesia bahkan luar negeri. Hujan yang mengguyur dan membasahi para jamaah Haul ke-13 Guru Sekumpul di kawasan Sekumpul Kota Martapura Kabupaten Banjar, Minggu (25/3/2018) petang tak mengurangi kekhusyukan jamaah.

JAMAAH yang diperkirakan berjumlah ratusan ribu bahkan lebih dari satu juta orang tersebut tidak beranjak dari tempatnya demi rasa cinta mereka pada Wali Allah itu. Kegiatan ini juga dihadiri Presiden RI Joko Widodo. (Banjarmasinpost, 26/03/2018)

Tradisi gotong royong saat persiapan dan pelaksanaan kegiatan ini pun sangat kental terlihat. Mulai dari memasak makanan, memperbaiki jalan, menambah penerangan di sepanjang jalan dan gang, bahkan untuk dana acara  terkumpul secara swadaya masyarakat.

Tradisi gotong royong tersebut tidak hanya dilakukan oleh warga Sekumpul. Antusias kegiatan ini juga dilakukan oleh hampir seluruh warga di Kabupaten Banjar. Hal ini merupakan salah satu tradisi yang mesti dijaga. Sebab kebersamaan dalam gotong royong seperti ini dapat menjaga persatuan umat dari perpecahan.

Semangat umat Islam dalam rangka wujud cinta kepada Ulama mereka dimobilisasi oleh tokoh-tokoh umat. Meskipun haul dianggap sebatas ritual ibadah, seharusnya umat sadar bahwa kegiatan ini pun bisa dan harus menjadi ajang evaluasi. Memikirkan dan mencari solusi atas beragam persoalan yang menimpa ummat saat ini.

Misal, kriminalisasi simbol Islam liwa rayah yang merupakan bendera Rasulullah, pembubaran ormas islam, persekusi pengajian, hilangnya ukhuwah antar umat dan sebagainya. Haul akbar Abah Guru Sekumpul memang berawal dari kesamaan  perasaan cinta kepada ulama. Kesatuan perasaan ini merupakan awal yang baik. Namun jika dibiarkan begitu saja tanpa ideologi Islam, ia hanya akan menjadi rutinitas yang melenakan.

Salah kaprah yang ada di masyarakat tentang politik menjadi persoalan tersendiri. Politik dianggap hanya sekadar mengejar takhta, bukan pemikiran politik yang agung, yaitu tentang bagaimana mengatur urusan rakyat sesuai dengan aturan Islam.

Kegiatan ini pun hendaknya terus berlanjut. Dengan arah tujuan selangkah demi selangkah menuju pembelaan terhadap Islam dan negeri. Bukan menjadi angan-angan dan harapan kosong jika dinamikanya nanti terus bergerak menuju masyarakat Islami yang sejati.

Mengenai masyarakat Islami, Rasulullah SAW mengumpamakan kehidupan masyarakat Islam itu ibarat para penumpang kapal. Sebagian orang tinggal di bagian atas dan sebagian lagi tinggal di bagian bawahnya.

Ketika orang yang tinggal di bawah membutuhkan air, mereka harus naik ke atas untuk mengambilnya lalu turun lagi ke bawah. Hingga timbullah inisiatif dari orang-orang yang di bawah untuk melubangi kapal supaya tidak perlu repot lagi.

Seandainya orang yang tinggal di atas mengetahui dan membiarkan orang di bawahnya untuk melubangi kapal, niscaya akan tenggelamlah semuanya. Adapun jika mereka yang di atas mencegahnya, niscaya selamatlah semuanya.

Perumpamaan ini menunjukkan bahwa sebuah masyarakat bukanlah sekedar kumpulan orang-orang di suatu tempat. Lebih dari itu di antara mereka pun harus terbentuk interaksi yang berkesinambungan yang terbangun di atas kesatuan pemikiran dan perasaan.

Oleh karena itu, agar aksi ini tidak terjebak pada pragmatisme serta melangkah menuju masyarakat Islam yang didambakan, maka ummat sebaiknya tidak membiarkan hanya sebatas pada berkumpulnya sekumpulan individu saja.

Kegiatan ini mesti diupayakan untuk melahirkan interaksi yang intens dan khas di antara para individunya. Mengajak masyarakat untuk benar-benar bersatu dalam kesatuan pemikiran dan perasaan Islam. Memandang baik dan buruk sesuai dengan kaidah Islam. Inilah yang harus ditunjukkan dari Haul akbar Abah Guru Sekumpul ini. Selain juga untuk membantah framing negatif terhadap Islam selama ini.

Persatuan perasaan dalam kegiatan ini pasti telah mengusik hati para pendengki. Apalagi jika ditambah persatuan pemikiran Islam yang nantinya umat miliki. Para pendengki itu adalah orang-orang yang diuntungkan oleh perpecahan umat Islam selama ini. Mereka yang mengeruk negeri ini dengan memanfaatkan kelemahan persatuan rakyatnya. Tentu mereka sangat tidak menginginkan jika tercipta benih-benih persatuan di tubuh umat Islam. Apalagi persatuan itu mengarah pada langkah menuju masyarakat Islami.

Meski saat ini pun tampak fenomena yang sesuai dengan apa yang digambarkan Rasulullah beberapa waktu silam. Rasulullah bersabda, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud)

Begitulah, umat Islam kini ibarat buih. Banyak tapi tak ada arti apa-apa. Keberadaanya seperti tak ada wujudnya. Parahnya lagi, umat Islam tak lebih seperti hidangan yang diserbu oleh musuh dari arah manapun tanpa perlawanan.

Padahal, sejak dulu umat Islam memiliki izzah yang kuat dan ditakuti musuh-musuhnya. Umat Islam paling berani melawan maut di medan perang. Sebab, mati dalam perjuangan imbalannya surga.

Itulah yang membuat takut musuh-musuh Islam sejak dulu hingga sekarang. Namun kini keberanian memelihara izzah Islam itu redup bahkan mati. Inilah yang perlu ditanamkan kembali dalam benak pikiran dan hati kaum muslimin saat ini agar bisa meraih kembali kemuliaan yang dijanjikan Allah dengan Islam.

Sejatinya, para tokoh yang menjadi inisiator dan mereka yang turut serta dalam pelaksanaan Haul merupakan para pembela Islam yang mukhlish. Karenanya, insya Allah barokahnya akan mampu mewujudkan apa yang menjadi tujuan dakwah Abah Guru. Terus melangkah menuju masyarakat yang mampu menerapkan segala aturan Islam secara kaffah. Wallahu’alam bishawwaf.(jejakrekam)

Penulis adalah  Aktivis Muslimah, Pemerhati Masalah Sosial, Admin Instansi Swasta di Banjarbaru, Warga Pekauman Ulu Martapura

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.