Kampanye Hemat Air di Tengah Tercemarnya Sungai di Banjarmasin

0

SETIAP tanggal 22 Maret diperingati sebagai Hari Air Seduia (World Day for Water) yang diumumkan pada Sidang Umum PBB ke-47 tertanggal 22 Desember 1992 di Rio Je Janeiro, Brasil, untuk menarik perhatian publik betapa pentingnya air bersih serta usaha pengelolaan sumber-sumber air bersih yang berkelanjutan.

MENGACU ke hasil penelitian Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI sejak 2013 hingga 2017, tiga sungai besar di Kalsel yakni Sungai Barito, Sungai Martapura, dan Sungai Nagara tercemar hebat, akibat limbah kotoran hewan dan manusia serta limbah sampah.

Padahal, dalam Peraturan Gubernur Kalse Nomor 5 Tahun 2007 tentang Peruntukkan dan Baku Mutu Air Sungai, ambang batas jumlah bakteri fecal coli hanya 100. Sedangkan, bakteri total coliform, ambang batasnya berada dalam angka 1000. Sedangkan, mengacu ke data hasil pemantauan kualitas air sungai dirilis Dinas Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Kalsel pada akhir Maret 2017, dari sampel air Sungai Martapura yang diambil ternyata parameter bakteri fecal coli mencapai angka 494, dan total coliform sebanyak 29.400.

“Inilah pentingnya kesadaran masyarakat agar tak lagi membuang sampah ke sungai. Kemudian, jamban-jamban yang ada di sungai dimininalisir. Sebab, pencemaran sungai besar yang ada di Kalsel sangat berat,” ucap Ketua Kelompok Mahasiswa Pencinta Alam dan Seni (Kompas) Borneo Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Arifad Rahman kepada jejakrekam.com, usai menggelar kampanye Hari Air Sedunia di Bundaran Kayutangi Banjarmasin, Rabu (21/3/2018).

Dalam aksi para aktivis lingkungan ini mengajak warga Banjarmasin untuk menjaga sungai, khususnya Sungai Barito dan Sungai Martapura yang telah tercemar berat baik logam berat maupun bakteri e-coli bisa memicu diare dan lainnya.

“Kami mengajak agar masyarakat bisa mengubah pola pikirnya terhadap sungai. Jangan lagi sungai dijadikan tong sampah raksasa, apalagi kebiasan buruk seperti buang air besar di sungai. Sekarang, masih banyak jamban berdiri di sungai yang ada di Banjarmasin. Kebiasaan semacam ini harus ditinggalkan,” kata mahasiswa Fakultas Teknik ULM ini.

Arifad Rahman juga mengajak agar menghemat air, sehingga bisa menjaga sumber-sumber air bagi keberlangsungan hidup manusia dan alam. Menyinggung kebijakan PDAM Bandarmasih yang masih memberlakukan tarif penggunaan minimal air leding, Arifad Rahman mendesak agar segera ditinjau ulang.

Menurut dia, hal itu tentu kontradiktif dengan kampanye hemat air bersih yang digaungkan selama ini. Arifad Rahman yakin jika masyarakat sudah sangat sadar dengan upaya menghemat air, sehingga hal itu sepatutnya juga turut menjadi pertimbangan bagi PDAM Bandarmasih tak memberlakukan tarif ‘pukul rata’ 10 meter kubik dan 5 meter kubik bagi pelanggannya

“Sedangkan, masyarakat juga harus dipompa kesadarannya menjaga sungai. Coba lihat, aktivitas mandi dan mencuci masih dilakukan di sungai. Ini berarti, betapa pentingnya sungai bagi kita,” cetusnya.

Menariknya, dalam aksi yang diikuti sekitar 25 mahasiswa ULM ini juga diwarnai dengan aksi mandi di air mancur Bundaran Kayutangi. Namun, begitu ada lintah, mahasiswa pun tak berani berlama-lama menceburkan diri ke kolam bundaran. “Ada lintah tadi. Jadi, kami hanya sempat cuci muka dan badan, tak jadi mandi,” kata peserta aksi.(jejakrekam)

 

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.