KPA Kalsel Estimasi Ada 11 Ribu Orang Berisiko HIV/AIDS

0

KEBERADAAN kelompok Lesbian, Gay, Biseksual dan Trasgender (LGBT) di Kalimantan Selatan kini jadi sorotan publik. Sejumlah ormas Islam yang dimotori Aliansi Muslim Banua (AMB) bergerak untuk menolak eksistensi kelompok yang menyimpang orientasi seksualnya itu. Apakah kelompok yang selalu dikaitkan dengan kaum Sodom, umat Nabi Luth AS ini merupakan komunitas yang berisiko?

SEKRETARIS Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kalimantan Selatan, Mursalin mengungkapkan angka estimasi kelompok gay (lelaki seks lelaki), waria (transgender) dan biseksual di Kalsel sudah mencapai 11 ribu orang.

“Dari empat kelompok LGBT ini, mungkin lesbian atau wanita seks wanita (WSW) tidak terlalu berisiko. Sedangkan, tiga kelompok lainnya lelaki seks lelaki (LSL) atau gay, biseksual dan transgender atau waria merupakan kelompok yang berisiko atau rentan terhadap penyebaran virus HIV/AIDS,” ujar Mursalin kepada jejakrekam.com, Rabu (3/1/2018).

Mengapa berisiko dalam penularan virus HIV/AIDS? Sarjana kesehatan masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar ini mengatakan kebanyakan orientasi seksual LSL atau gay itu menggunakan media anal, sehingga ketika terjadi luka saat melakukan hubungan intim, maka risiko penularan virus HIV/AIDS dan penyakit lainnya sangat terbuka.

“Dari angka estimasi 11 ribu itu, memang sebarannya di Kalsel cukup merata. Terbesar memang berada di Banjarmasin,  disusul Tanah Bumbu, Banjarbaru, Hulu Sungai Utara (HSU), Hulu Sungai Selatan (HSS) serta Kabupaten Banjar. Kebanyakan kelompok ini berada di perkotaan, dan sedikit di perdesaan,” beber Mursalin.

Dalam kacamata kesehatan, Mursalin mengakui kelompok gay, waria dan biseksual ini sangat berisiko, karena dalam orientasi seksualnya lebih mengarah ke sesama jenis. “Ya, dibandingkan kaum lesbian, maka LSL, waria dan biseksual jauh lebih berisiko terjangkit virus HIV/AIDS,” katanya.

Magister ilmu kesehatan Universitas Hasanuddin Makassar ini  mengatakan Kalsel sebetulnya sudah memiliki perangkat hukum seperti Perda Nomor 5 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesehatan, dan Peraturan Gubernur Nomor 71 Tahun 2016 tentang Penanggulangan dan Pencegahan HIV/AIDS, sudah menegaskan sanksi bagi kelompok berisiko ini secara sengaja menularkan virus penyakit mematikan itu.

“Misalkan, ada waria yang sengaja menjajakan diri atau menularkan virus yang diidapnya, maka bisa dikenakan sanksi. Namun, jika dia tidak melakukan apa-apa, tak bisa dijerat dengan hukum,” cetusnya.

Mursalin menegaskan saat ini, KPA Kalsel terus mendekati kelompok berisiko ini agar bisa mencegah penyebaran virus HIV/AIDS. Bagi dia, pola pendekatan persuasif, sangat penting bagi kelompok berisiko ini agar penyebaran penyakit akibat hubungan seksual sejenis itu tak makin meluas di Kalsel.

“Memang, ada beberapa kelompok agama yang menentang keberadaan mereka, karena dianggap sebuah perbuatan yang tabu. Sedangkan, kelompok lainnya mengatakan metode terapi seperti ruqyah dan lainnya bisa menyembuhkan atau menyadarkan mereka dari aktivitas orientasi seksual yang menyimpang. Namun, dari segi medis, belum ditemukan metode ilmiah yang efektif dalam upaya mengembalikan mereka ke kodratnya,” bebernya.

Mursalin juga mengingatkan agar kelompok berisiko tidak harus dimusuhi, namun perlu dirangkul kembali. “Kami juga siap membantu dengan kelompok-kelompok keagamaan. Yang pasti, mereka itu bagian dari masyarakat yang harus kita lindungi,  jadi pendekatan kemanusian perlu diutamakan,” tutur Mursalin.(jejakrekam)

Penulis : Didi GS

Editor   : Didi G Sanusi

Foto      : Warta Priangan

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.