Melacak Istana dan Ibunegeri Sultan Banjar di Tanah Kuin

0

BANDARMASIH yang kini dikenal sebagai Banjarmasin adalah sebuah perkampungan orang-orang Melayu. Berada di tepian Sungai Barito, wilayah yang awalnya merupakan perkampungan orang-orang Ngaju itu akhirnya beramalgamasi menjadi suku Banjar.

MELACAK Istana Sultan Banjar yang berada di Kampung Kuin, tak banyak referensi yang bisa dijadikan rujukan sahih. Memang banyak penulis Belanda dan Eropa menceritakan gambaran istana di tepian sungai dengan tipe Rumah Banjar Bubungan Tinggi, seperti tertuang di atas kanvas lukis atau sekadar sketsa berwarna.

Berbekal petunjuk yang ada dalam Buku Bandjermasin buah karya begawan sejarawan Banjar Prof Idwar Saleh tahun 1960. Hipotesis sang guru besar sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) memang banyak merujuk ke sumber Belanda seperti Daghregister Batavia yang merupakan dokumen harian dimuat kongsi dagang VOC Belanda sejak 1624-1682 mengenai berita di Asia, dan kini lembaran sejarah ini disimpan apik di Den Haag, Belanda.

Menurut Idwar Saleh, Banjarmasin merupakan proses akulturasi dari berbagai etnis yang membaur menjadi satu yakni Ngaju, Maanyan, Jawa dan Melayu, melahirkan suku baru bernama Banjar. “Makanya, keberadaan kampung Melayu atau Uluh Masih itu terletak di antara Sungai Barito dengan anak Sungai Sigaling, Sungai Pandai dan Sungai Kuin. Sedangkan, Sungai Kuin juga memiliki anak Sungai Keramat, Jayabaya, dan Sungai Pangeran,” tulis Idwar Saleh, dalam bukunya yang menjadi rujukan sahih dalam meneliti sejarah Banjar.

Keyakinan sang profesor ini berdasar hasil riset di lapangan. Idwar Saleh berkesimpulan bahwa sungai-sungai kecil yang merupakan jaringan dari Sungai Kuin terdiri dari Sungai Sigaling, Sungai Keramat dan Sungai Pangeran, Sungai Jayabaya dan Sungai Pandai membentuk sebuah danau kecil bersimpang lima.

“Daerah inilah yang dipilih menjadi ibunegeri pertama Kerajaan Banjar. Namun, awal tempat pemerintahan yang pertama digunakan rumah Patih Masih selaku penguasa Bandarmasih, hingga perkampungan Melayu akhirnya menjadi bandar perdagangan bagi Kesultanan Banjar,” tutur Idwar Saleh, dalam bukunya, sebelum akhirnya ibunegeri berpindah ke Martapura.

Bersama dosen Fakultas Teknik Uniska Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary, Surya Adhi Said, serta warga Martapura yang memiliki keahlian ‘supranatural’ M Noor dan seorang keturunan dari Raja Banjar yang tinggal di Kotabaru, tim kecil ini pun kemudian melacak keberadaan daerah tersebut.

Memang benar, apa yang digambarkan Prof Idwar Saleh itu ternyata terlihat di lapangan. Menyusuri Sungai Pangeran dengan klotok kecil, akhirnya kami tiba di sebuah delta. Hawa magis memang terasa, ketika menginjakkan kaki di lapangan terbuka, persis berada di belakang kampus Universitas Lambung Mangkurat (ULM).

Warga yang tinggal di kawasan Sungai Pangeran meyakini delta yang mempertemukan arus lima sungai anak Sungai Kuin memang adalah sebuah kota tempo dulu. Sayang, sungai itu kian dangkal, bahkan ada yang telah mati arusnya.

“Kalau dilihat dari sisi ilmu perencanaan wilayah, daerah ini memang ideal sebagai ibukota Kerajaan Banjar. Sebab, dari sisi pengamanan dari serangan musuh sangat kuat. Berbeda jika diyakini letak istana itu berada di tepian Sungai Kuin yang menghadap langsung ke Sungai Barito,” ucap Surya Adhi Said berbincang dengan penulis. Asumsi sang planolog jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB) cukup kuat. Sebab, terbukti beberapa pelor raksasa dimuntahkan armada Belanda ketika menghancurkan Istana Banjar, sebagai aksi balas dendam atas insiden pembunuhan misi perdagangannya di sekitar Bandar Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat.

Penulis pun juga mendengar bisikan dari M Noor. Warga Kampung Tunggul Irang Martapura ini juga meyakini dengan mata batinnya bahwa masih ada tabir gelap yang coba ditutup para penghuni delta pertemuan lima sungai kecil itu. “Memang, dari penglihatan saya, ada beberapa orang berpakaian hitam dengan laung khas Banjar sedang menjaga. Ada pula yang berbaju kuning khas Kerajaan Banjar tempo dulu tampak berbaris,” ucap Noor, yang sempat memejamkan matanya.

Percaya atau tidak, penulis tetap melihat letak yang strategis dari lokasi kota tua Bandarmasih tempo dulu. “Memang, kalau dilihat dari dokumen sejarah, apa yang digambarkan dalam dokumen Belanda atau hipotesis Prof Idwar Saleh sepertinya persis di tempat ini,” kata penulis kepada tim kecil pencari lokasi Istana Banjar di Tanah Kuin.

Kesimpulan kecil ini menjadi catatan kami sebelum meyakini delta yang kini menjadi areal persawahan oleh masyarakat sekitar sungai itu. Terlebih lagi, kami juga berencana untuk mengecek kondisi tanah dengan sistem bor serta menggunakan alat modern seperti drone untuk mendapat gambaran penuh dari udara lokasi tersebut.

Walhasil, dari temuan kecil itu pun, kami berencana melanjutkan pencarian lokasi Istana Banjar untuk mendapatkan data dan fakta yang ilmiah serta dapat dipertanggungjawabkan. “Ya, metodologi teknis dan historis memang bisa dipadukan untuk mendapat kesimpulan yang sahih. Ya, setidaknya mendekati kebenaran,” ucap Surya Adhi Said.

Ternyata, rencana untuk menghidupkan Tanah Kuin, persisnya Kuin Utara sebagai pusat budaya Kerajaan Banjar tempo dulu, sudah lama ada. Mantan Wakil Walikota Banjarmasin, Alwi Sahlan mengungkapkan Kelurahan Kuin Utara yang berada di Kecamatan Banjarmasin Utara itu sudah sangat layak ditetapkan sebagai kampung cagar budaya. “Dulu, kami pernah berencana membebaskan lahan seluas dua hektare untuk kembali membangun replika Keraton Banjar. Rencana ini juga telah dikonsultasikan ke pemerintah pusat,” ujar Alwi Sahlan kepada jejakrekam.com.

Mantan Ketua DPW PKS Kalsel ini mengatakan secara kelayakan, Kuin Utara sudah memenuhi persyaratan sebagai kampung cagar budaya dengan adanya makam Sultan Suriansyah dan para bangsawan Kesultanan Banjar. “Rencana itu sudah kami usulkan ke Gubernur Kalsel (era Rudy Ariffin), termasuk ke Kementerian Pariwisata. Bahkan, studi kelayakan sekaligus studi banding ke Sumatera Barat yang telah disetujui pemerintah pusat untuk membangun Istana Pagaruyung,” tutur Alwi.

Mantan Wakil Ketua DPRD Kalsel ini mengakui saat rencana membangun replika Istana Banjar di Tanah Kuin juga berbarengan dengan gagasan serupa dari Kabupaten Banjar yang juga mendirikan keraton di Kampung Telok Selong. “Padahal, dua keraton itu bisa dibangun. Satu di Banjarmasin sebagai situs sejarah awal berdirinya Kesultanan Banjar, dan di Martapura sebagai kelanjutannya,” tutur Alwi Sahlan.(jejakrekam)

 

 

Pencarian populer:mesteri kraton kerajaan banjar tempo doelo,https://jejakrekam com/2017/10/09/melacak-istana-sultan-banjar-di-tanah-kuin/,mesteri letak istana pangeran surian syah
Penulis Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.